"Aku kangen Mars..." gumam Venus, sambil menatap pantulan dirinya di cermin.
Rambutnya, beserta seragam putih abu abunya, basah kuyup. Tubuhnya pun menggigil kedinginan. Untungnya sekarang lagi jam belajar, jadinya kamar mandi sekolah juga lagi sepi.
Venus menyeka air matanya. Akhir akhir ini, dia jadi benci sekolah. Salah satu hal yang tak pernah terpikirkan olehnya dulu. Bahkan saat sahabat kecilnya—Mars—pindah ke luar kota, Venus masih punya semangat untuk melanjutkan sekolah. Nggak ada yang bisa menghalanginya. Bahkan mereka yang membencinya.
Tapi semua berubah sejak beberapa waktu lalu. Semuanya berantakan dalam sekejap. Dan mereka yang dulunya membenci Venus sembunyi sembunyi, membicarakannya di belakang, mulai menyerangnya dari depan. Dan menyadari posisinya saat ini, Venus tidak bisa melawan.
Dunia barunya—sebagai korban bullying—dimulai hari ini.
*****************************
"ELO hutang penjelasan sama gue!" tandas Shella, mutlak.
Senja nyaris keselek siomay yang dilahapnya. Kondisi kantin yang rame bikin Senja harus ngantri lama buat dapetin semangkuk siomay. Dan begitu dapet, lagi enak enaknya makan, Shella tau tau dateng dan ngomong kayak gitu. "Apaan sih, Shel? Ntar kalo gue keselek terus mampus gimana?" omel Senja.
Shella mengernyit sejenak, lalu mengerling jenaka, "Iya deh, iya, maapin dong...gue lupa, kalo lo mampus, bisa bisa gue ikut mampus digorok Kak Angkasa."pinta Shella, sama sekali tidak serius minta maaf.
"Kok jadi dia sih?" sambar Senja, lalu menunduk dan melahap siomaynya. Dan Shella sudah cukup tahu bahwa temannya juga menyembunyikan rona malu. Shella tersenyum, "Santai aja kali sama gue. Gue setuju kok lo sama Kak Angkasa. Biarpun gue nggak tahu kenapa kalian kayak udah kenal gitu. Menurut gue Kak Angkasa orangnya gentle. Baik, biarpun bungkusnya kayak gitu. Terus..."
"Shel..." sela Senja, menghentikan celoteh Shella. "Siapa yang nanya gimana pendapat lo tentang dia? Dan gue sama dia nggak pa..." urung, Senja menghentikan kalimatnya. Shella menatapnya menantang, "Apa? Nggak pacaran?" sambarnya. "Jelas jelas kemaren dia nembak lo. Di koridor utama lagi. puluhan siswa jadi saksinya kali, nggak usah nge-les gitu." Telak Shella.
Senja merengut, karena menyadari kebenaran kata kata teman semejanya itu.
"Anyway...ati ati ya kalo pacaran sama Kak Angkasa." Pesan Shella, tiba tiba. Senja mengernyit, "Kenapa? Tukang selingkuh?" tanyanya, spontan, lalu menyadari tebakannya membuat cewek itu malu sendiri. Namun sepertinya Shella tidak ambil pusing, "Nggak. Justru sejauh yang gue liat, Kak Angkasa tipe cowok yang sangat ngehargain cewek. Kecuali para guru sih, tapi menurut gue dia juga masih punya batas kesopanan biarpun..."
"So..." sela Senja, kembali menghentikan celoteh Shella. "Apa yang bikin gue mesti ati ati?" tanyanya, kembali ke pertanyaan awal. Shella menarik nafas, lalu menjawab, "Para cewek." Jawabnya, singkat, sok misterius. Senja mengernyit, "Lo bukan cewek, Shel?" tanyanya, polos. "Bukan... eh, maksud gue bukan sama gue lo harus waspada. Gue sih 100% cewek. Tapi yang mesti lo waspadain adalah cewek cewek yang naksir Kak Angkasa. Kalo naksirnya dalam batas wajar sih—cuman sebatas ngeliatin, nge-stalker, atau mata matain—masih mending. Yang harus lo kuatirin adalah Three Angel." Urai Shella, seraya melirihkan suara saat menyebut 2 kata terakhir.
Yang terbayang di pikiran Senja adalah Triangle.
"Segitiga?" tanyanya, spontan. Shella menepuk jidat, "Three Angel, Senjaaa.... 3 Malaikat..." koreksinya. Senja meringis, "Yague kan nggak tau, Shel..." ujarnya, membela diri. Shella mengibaskan tangan, "Intinya, mereka lebih mirip malaikat maut. Eh, Berlebihan ding. Yah...intinya, mereka mesti dijauhin. Terutama pemimpin mereka. Cewek yang duduk di meja paling tengah." Urai Shella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Angkasa
Fiksi RemajaSemua orang tahu waktu dapat merubah segalanya. Begitupun dengan kita. Aku berubah.Kamu berubah.Dunia kitapun berubah. Kita tersesat di dalamnya. Sendirian. Dalam kegelapan. Kita di paksa untuk bertahan, dan kadang membuat perlawanan. Dan ketika sem...