1 bulan kemudian….
MARCELANDO ANGKASA.
Cowok itu tersenyum melihat namanya terpampang di urutan ke lima dalam lembar pertama pengumuman.
Hiruk pikuk di sekitarnya perlahan membahana. Seruan seruan bahagia karena berhasil melewati tahun terakhir masa putih abu abu mereka dengan sukses. Tentu saja ada yang kecewa dengan angka yang terpampang lurus dengan nama mereka, namun pasti tetap ada sebersit rasa syukur untuk kelulusan ini.
Sudah hampir satu bulan sejak dia menjalani masa pemulihan di rumah sakit. 1 bulan terpanjang yang dirasakan Angkasa. Dokter bilang efek samping dari operasi ini memang membuat beberapa memorinya hilang, tapi katanya itu juga cuma sementara. Mungkin memang butuh waktu, tapi Angkasa yakin ingatannya akan kembali 100%.
Satu hal yang disyukurinya adalah, ia telah selesai menjalani UN. Kalau sampai ia masih harus UN setelah ingatannya hilang, bisa di pastikan dia akan lupa semuanya.
Angkasa segera menyingkir dari kerumunan, memberikan kesempatan bagi yang lain untuk melihat pengumuman yang bagi mereka semua lebih penting daripada pengumuman dari presiden.
“Kenapa nggak bisa??” terdengar suara Erik waktu Angkasa melewati halaman belakang sekolah. Ia menghentikan langkah dan menoleh, dilihatnya ke tiga sohibnya lagi nongkrong disana. Jadi Angkasa mengambil langkah menghampiri mereka.
“Ya pokoknya nggak bisa lah…enak di elo dong…” sangkal Evan, protes.
“Lho, tapikan NUN gue lebih tinggi dari lo berdua?? Jadi elo, Git, mesti ngasih semua CD PS lo ke gue. Dan elo, Van, mesti jadi supir gue selama OSPEK nanti.” Tandas Erik, seolah kedua makhluk di depannya ini nggak tahu apa apa.
“Ya nggak bisa lah. Waktu itu kan lo nggak ngikut taruhan…masa mau dapet hasilnya…” protes Evan, lagi.
“Kalo ngomongin soal hadiah kelulusan, bukannya gue yang lebih pantes nerima??” celetuk Angkasa, seraya menjatuhkan diri disebelah Erik dan ikut nimbrung.
Mereka bertiga menoleh, lantas Erik melengos pelan. “Forget it, deh. Gue nggak jadi ikutan.”ujar Erik, menarik kata katanya.
Sigit dan Evan ikut mengangkat bahu, “Ah, hadiah kelulusan kan udah basi banget. Ya kan, Van?” tanya Sigit. Evan mengacungkan jempol, tanda setuju.
Angkasa terkekeh geli, “Yah…udah basi ya?? Padahal kan gue cuman bercanda. Niatnya tuh, tadi gue mau nraktir lo lo pada, karena kita semua sama sama lulus. Tapi karena udah basiii….”
Demi mendengar kata ‘nraktir’, Evan langsung menegakkan badan. “Ah, enggak kok, bos. Siapa bilang hadiah kelulusan udah basi? Sama sekali enggak kok… kalo mereka nggak mau, gue aja bos…” sangkal Evan, cepat. Tak ayal tawa Angkasa meledak.
Sejak ia siuman hari itu, semua keadaan ternyata telah membaik. Banyak ‘ternyata’ menggembirakan yang tidak ia duga. Diantaranya, ternyata ia sudah baikan dengan ayahnya. Ternyata iapun juga sudah baikan sama Angga. Dan ternyata lagi, ia sudah merestui hubungan ayahnya dengan Fidya.
Angkasa sama sekali tidak menduga semua itu. Sepertinya banyak kejadian penting sebelum ia hilang ingatan.
Hilang ingatan. Menyebalkan. Angkasa benar benar merasa kayak sinetron. Yah…walaupun ia emang agak bersyukur sih, karena nggak perlu mengingat perasaan galau kalut cemasnya ngerjain UN. Tapi tetap saja Angkasa kesal.
Ia merasa ada yang hilang. Lebih dari ingatannya.
“Kak Evaaannnn…..” seruan Shella menyadarkan Angkasa. Cewek itu melambai sambil tersenyum riang di ujung koridor. Demi melihat pacarnya, Evan langsung berdiri. “Haaaiiiii…..” balasnya, girang, lalu bangkit berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Angkasa
Teen FictionSemua orang tahu waktu dapat merubah segalanya. Begitupun dengan kita. Aku berubah.Kamu berubah.Dunia kitapun berubah. Kita tersesat di dalamnya. Sendirian. Dalam kegelapan. Kita di paksa untuk bertahan, dan kadang membuat perlawanan. Dan ketika sem...