[17]

805 93 5
                                    



Selama dua hari aku sama sekali tidak dapat menghubungi Luffy, anehnya ponselnya aktif namun tak satupun dari ratusan telponku dijawab. Aku sampai mencoba mencoba menguhubungin orang tua Luffy apakah Luffy ada menghubungi mereka namun sama saja hasilnya nihil. Untung saja orang tua Luffy tidak bertanya lebih lanjut tentang kepanikan aku ini.

Di hari ketiga aku memutuskan untuk menyerah menghubungi Luffy. Mungkin saja Luffy butuh waktu untuk menenangkan diri atau memperbaiki kondisi di sana. Atau lebih tepatnya aku memberikan diriku waktu untuk tenang setelah panik tak keruan ketahuan selingkuh. Parahnya bukan hanya panik yang aku rasakan namun ada banyak perasaan aneh yang aku rasakan. Perasaan seperti apa yang dirasakan Vania waktu memergoki kami yang sedang on phone. Bagaimana perasaan Vania menghadapi pacarnya selingkuh. Apa dia meneriaki Luffy, apa dia hanya diam membeku, apa dia memukul Luffy, apa dia menangis, apa dia langsung jatuh terduduk lemas tanpa sepatah katapun. Entah lah semua kemungkinan-kemungkinan tersebut terlalu banyak memenuhi pikiranku. Oh iya satu lagi, aku begitu penasaraan dengan apa yang dirasakan Vania ketika menghubungiku, apa dia langsung ingin membunuhku saat itu juga? Ah, semua tampak gelap bukan lagi abu-abu bagiku karena sampai saat ini Luffy masih saja hilang.

Satu hal lagi yang perlu kalian ketahui, aku sama sekali tidak membalas pesan dari Vania. Aku langsung membuang ponselku jauh-jauh. Karena kejadian terlalu mendadak, terlalu di luar ekspektasi. Aku bahkan belum menikmati masa-masa menjadi selingkuhan Luffy. Masa udah ketahuan aja lha kan belum lama. Uh, auk ah gelap!

"Malka, coba ke sini sebentar!" teriak Mama dari luar kamar.

Apaan lagi dah si Mama udah tahu anaknya lagi uring-uringan gini, disuruh keluar kamar lagi, "Iya, bentar."

"Coba liat Mama barusan nerima paket apa," terdengar jelas nada suara Mama sangat bersemangat.

"Apaan sih?"

Aku melihat Mama dengan wajah berseri-seri berjalan ke arahku dengan membawa sebuket besar bunga. Ealah, tumben banget Papa ngasih bunga. Perasaan bukan tanggal anniversary mereka deh.

"Dalam rangka apa nih Papa ngasih Mama bunga? Mau pamer, ya? Udah tahu anaknya lagi begini, malah pamer kemesraan," kataku sebal.

"Eits, kata siapa ini dari Papamu?"

"Lha, emang siapa lagi?" tanyaku heran.

Mama kemudian memberikanku sebuah kartu, "Coba baca."

I know you hate roses.

Gara

What?! Siapa?!

"Duh, udah kayak di drama-drama korea deh dapet bunga segala."

Tunggu tunggu ini maksudnya bunga buat aku dan dari Gara?

"Buat aku?" tanyaku yang sebenarnya lebih mirip pernyataan.

"Ih kamu norak deh, baru dikasih bunga gini udah bengong. Gimana entar kalau dilamar? Mama nggak mau ya denger kamu pingsan cuma gara-gara dilamar."

"Hah? Apa Ma?"

"Tuhkan, masih linglung. Nih, bungannya bawa masuk ke kamar. Mama nggak kuat liat kamu jadi linglung gini. Malu maluin."

Gimana bisa Gara tau alamat rumah aku yang baru? Sudah bertahun-tahun lamanya sejak aku pindah dan sejak dia menghilang dulu. Ini bunga kenapa bisa nyampe ke sini? Dan yang paling mengherankan adalah dia tau kalau aku sama sekali nggak suka mawar. Padahal ya dulu pas pacaran aku sama sekali belum ngerti bunga bahkan nggak ada tuh si Gara ngasih aku bunga. Setangkai pun nggak. Satu lagi dari segala bunga kenapa dia mesti ngasih Hydrangea? Warna biru pula.

Drrtt... Ddrrtt..

Gara calling...

Pucuk dicinta ulam pun tiba.

"Halo,"

"Udah terima bunganya, Ka?"

"Ada gawe apa ngasih aku bunga?"

sebodo amat deh dikatain sinis.

"Salah ya aku kasih bunga?"

Ck, menurut ngana?

"Kamu salah kirim kali. Ngapain coba ngasih aku bunga?"

"Biar romantis, Malka," kata Gara kalem

Romantis dengkulmu, Gar!

"Sakit ya kamu?" kataku mulai tak sabar,

Terdengar suara tawa Gara yang renyah bak kerupuk, "Malka, di mana mana cewek kalau dikasih bunga malah seneng. Kok aku dapat kesan kamu malah marah, ya?"

"Ya, mungkin aku bukan cewek yang kamu maksud. Salah kirim, ya? Tau darimana kamu alamat rumah aku yang baru?"

"Sudah aku bilang, nggak ada yang aku nggak tau tentang kamu, Ka."

Dih!

"Njir, stalker banget kamu. Terus Gar, kenapa kamu bilang aku benci mawar?"

"Bukannya begitu?"

Iya, aku benci mawar karena mawar terlalu mainstream. Klasik, ya?

"Sok tau," bohongku.

"Jadi, kamu suka nggak?"

"Kenapa Blue Hydrangea?"

"Demi Tuhan Ka kamu ini susah banget diajak romantis," nada bicara Gara mulai terdengar frustasi.

"Bagiku ini bukan romantis, Gara. Sama sekali bukan."

"Easy, Ka."

"Sepertinya kata easy nggak ada dalam situasi sekarang. So, Why?"

"Bukannya kamu tau maksudnya?"

Asking for forgiveness. Ya Tuhan aku hapal luar kepala maksud bunga ini.

"Baru sekarang, huh?"

"Sejak kamu mengabaikan ajakanku waktu itu. Iya jawabannya iya."

Mengabaikan apa coba?

"Mengabaikan apa?"

"Bukankah aku meminta tolong untuk kamu datang ke acara Ibuku sebagai pacar?"

Ya Tuhan aku lupa. Aku terlalu sibuk dengan segala tetek bengek Luffy.

"..."

"Anggap saja itu sebagai permintaan maaf aku karena ninggalin kamu dulu."

"Tapi Gar, aku nggak pernah menjanjikan kamu apa-apa."

"Anggap saja bunga itu tanda untuk kita memulai dari awal."

"Gimana?"

Apa lagi maksudnya ini?

"Siapkan diri kamu Malka, karena aku nggak akan melepas kamu sekalipun kamu lari sejauh mungkin."

"Punya hak apa kamu ngatur-ngatur hidup aku? Aku nggak mau memulai hubungan apapun lagi sama kamu."

"Ketika aku merasa kamu di luar jangkauanku, maka aku merasa perlu untuk menarikmu kembali."

His PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang