[10]

1.3K 133 19
                                    

"Udah dong Ka jangan mewek gitu. Kamu ini udah berkali-kali nganter aku ke bandara masih aja mewek nggak jelas gini," ujar Luffy yang terlihat risau dengan tangisanku.

"Padahal tadi malem aku udah nangis biar hari ini nggak nangis. Eh, ternyata nggak ngaruh sama sekali,"

"Kamu nggak takut apa mata kamu kayak bola kasti? Yaudah sini," Luffy menarik tubuhku ke dalam pelukkannya.

"Hubungan kita gimana Fy kalau kamu jauh?"

Pelukan ini anak nyaman banget, sih? Calon suami aku kenapa hug-able gini, sih? Kenapa juga yang hug-able gini nggak bisa aku nikmatin tiap aku butuh? Distance sucks!

"Kita nggak bakal baik-baik aja, Ka. Tapi, kita akan sama-sama bikin keadaan baik-baik aja buat kita," kata Luffy sambil mengelus puncak kepalaku.

"Vania gimana? Aku nggak akan baik-baik aja mengenai hal itu,"

FYI, salah satu faktor aku nangis semalem karena Vania dan Luffy semacam having conversation di twitter yang ngebahas tentang baliknya Luffy ini. Si Vania ini semacam mengumbar kekangenan dan nggak sabar ketemu Luffy. Sedangkan Luffy? Ya kayak balesnya sebagaimana seorang pacar lah. Pedih hati ini. Oh sungguh pedih.

Luffy melepaskan pelukkannya dan menghapus sisa air di pipiku. Duh, cheesy banget kayak di drama-drama korea, "Untuk masalah Vania bisa butuh waktu untuk nyelesaiinya. Kamu juga pasti tahu kalau aku juga ada rasa sama dia. No offense ya, Ka, cuma gimanapun aku udah milih kamu. Aku perlu waktu buat nge-handle semua situasi ini. Please understand, okay?"

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban atas panjang lebarnya ucapan Luffy. mau dijawab apapun juga pasti ujung-ujungnya bakal berantem. Mending diem deh biar suasana ala-ala AADC ini berjalan dengan khidmat dan sebagaimana mestinya.

"Aku masuk ya, Ka. Kamu hati-hati di sini apalagi semenjak Gara muncul dari peredaran kemarin. Pokoknya kamu harus tahu kalau mata-mata aku di sini banyak. Kalau sampai ada laporan ngelihat kamu bareng cowok langsung aku boyong kamu ikut aku."

"Kamu kira aku barang main asal boyong?! Legalin dulu baru boyong,"

"Iya, langsung aku nikahin kamu biar kamu ngerasain jadi susah karena kita nikah sebelum aku mapan," kata Luffy dengan mimik serius.

Aku memukul pelan lengannya, "Ogah, aku nggak mau nikah kalau cuma dikasih makan mie instan,"

Luffy hanya tersenyum menanggapi ucapanku, "Aku masuk, ya."

Cup! Bibir hangat Luffy mendarat manis di keningku. Oh, Luffy ku kita kayak Rangga dan Cinta.

"Tungguin aku ya, sayang," kata Luffy di telingaku.

Aku lagi-lagi mengangguk karena menahan tangis yang aku tahu sebentar lagi akan roboh. Aku menatap punggung Luffy yang memasuki pintu keberangkatan. Punggungnya yang akan aku lihat sekitar setahun lagi. Senyum Luffy yang hanya akan aku lihat melalui segala sosial media yang akan kita gunakan lagi. Huh! Strong Malka. Strong!

Drrt.. Drrtt...

Aku mengambil ponselku yang berada di dalam tas. Tumben nih ada yang ngehubungin.

Can we talk, Ka?

Gara

Holy shit! Aku langsung bergegas menuju mobilku untuk menenangkan diriku sendiri.

Bales, nggak, bales, nggak, bales, nggak, bales, nggak...

Drrt.. drrt..

Duh, itu Gara lagi bukan, ya? Gara, please i dont know what to do!

Aku mengambil ponselku yang sengaja aku letakkan di kursi penumpang.

Aku take off ya, sayang. xo

Luffy

Fiuh! Ternyata Luffy ya ya Fy terbang aja sana aku lagi sibuk mikirin buat ngebalas Gara apa nggak.

Iya sayang. tiati ya. xoxo

Sent

Drrtt... Drrtt..

Gara calling..

Mampus! Gimana nih? Kalau aku angkat bakal ada masalah baru, kalau nggak aku angkat ini anak bakalan neror mulu. Berpikir Malka!

"Halo? Malka?"

Hah? Itu suara apa lagi deh? Anjir ini kok berasa ada suara Gara manggil-manggil, sih? Tuh kan, aku mulai nggak waras.

"Ka? Malka?"

Itu suara telpon bukan, sih? Aku kemudian mengecek ponsel ku yang aku genggam sedari tadi.

OMG! Stupid touchscreen! Bego, ternyata tangan bodohku dan touchscreen ini menjawab telpon Gara. Okay Ka, exhale inhale.

"Ha..lo," Njir, nggak usah gagap gitu bisa kali.

"Akhirnya, aku kirain kamu kenapa-napa, Ka,"

"Nggak kok, tadi sinyal jelek,"

"Iya, aku juga heran kenapa kamu diem aja. Sinyal di sini masih jelek ternyata,"

"Iya kayaknya, Gar. Ada apa, ya?"

Tenang Ka, semakin to do point semakin cepat telpon ini berakhir.

"Nggak, aku nggak boleh apa ngehubungin kamu? Aku sms kamu nggak dibalas sama sekali soalnya,"

"Oh itu, aku lagi nggak ada pulsa,"

"Kirain aku kamu ngehindar,"

"Hah? Nggak kok,"

"Hmmm, bisa kita ketemuan?"

What? Ketemuan? Sinting.

"Buat apa?"

"Ya, buat keep in touch aja,"

Nggak, nggak boleh gini. Tapi, kalau ketemuan lucu juga sih. Ups.

"Hmmm..."

"Kamu takut cowok yang waktu kita ketemu itu marah, ya?"

"Hah? Dia nggak gitu orangnya,"

"Ya, siapa tahu kan? Tapi bukannya dia udah balik?"

Eh?

"Tahu darimana kamu?"

"Jangan tanya aku tahu darimana,"

Nggak beres, nih.

"Aku bahkan tahu kalau dia mantan kamu?"

"Gar, aku nggak main-main ya. Jangan ikut campur masalah aku,"

Aku mendengar suara tawa meremehkan dari sebrang telpon.

"Jadi, bisa kita ketemu?"

Nada bicaranya terdengar mengancam.

"Oke, nanti kabarin aja. Kita langsung ketemuan aja,"

Gila aja kalau dia maksa mau jemput.

"Nah, gitu dong. Siapa tahu dengan ketemu aku status kamu sebagai selingkuhan orang bisa berakhir. See ya, Malka,"

Gara mematikan telpon secara sepihak tanpa aku bisa mencela apa yang ia katakan barusan. Apa katanya? Selingkuhan? Apa? Aku apa? Selingkuhan?

OH MY GOD, GARA!

HALO! Siapa yang kangen sama Malka? Maafin banegt ya lama banget nggak upadate sampe empat bulan gini. Aku setelah skripsian kemarin malah males banget buka laptop hehehe. Semoga masih ada yang mau vote sama comment. Happy reading!

His PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang