[END]

114 15 6
                                    

Tiga tahun kemudian...

"Kamu di mana?" tanyaku tidak sabaran.

"Di jalan, sabar dikit kenapa," jawab dari seberang telpon tak kalah sewot dariku.

"On the way kamu itu udah dari setengah jam yang lalu. Jujur deh, udah berapa menit kamu otw sebenarnya?" aku mencium bau tipikal orang Indonesia yang bilang on the way tapi nyatanya baru jalan.

"Baru keluar parkiran hehehehe,"

Tuh, kan! Aku bahkan bisa membayangkan muka cengengesannya. Huh, tau gitukan aku bisa jalan ke depan buat makan dulu. Perutku sedari aku absen pulang sudah protes minta diisi.

"Aku pulang sendiri aja gimana? Sekalian aku makan cari makan dulu di deket-deket sini," bodo amat deh pulang sendiri yang penting aku makan dulu.

"Hey, gak bisa gitu dong kan udah janji hari ini aku yang jemput," kan mulai deh ngomel.

"Aku lapar, sayang," ucapku dengan menekankan kata lapar.

"Yaudah, kamu cari makan aja dulu nanti share loc aja di mana, lagian kayaknya aku nyampe ke daerah kamu sekitar dua puluh menit lagi."

"Gitu dong, hati-hati nyetirnya. See you."

Begitulah cara ampuh untuk menghindari omelan dan mengomel lebih panjang, daripada ku harus buang-buang tenaga menjelaskan bahwa aku lapar dan maunya segera makan bukannya menunggu dia jemput dulu baru makan bareng. Mending dia aja yang ngambil jalan keluar untuk permasalahan ini cukuplah aku seharian mikirin jalan keluar kerjaan. Untung anaknya pintar cepat tanggap kalau aku sedang malas berdebat.

Hmmm, enaknya makan apa, ya? Nasi uduk? Pasta? Bakso? Apa sushi? Huh, perutku semakin tidak sabar untuk diisi.

***

Aku akhirnya memutuskan untuk mampir ke restoran Jepang di sekitaran kantor, hanya butuh sekitar sepuluh menit berjalan kaki untuk sampai. Niatnya mau makan bakso gerobak seberang kantor tapi ramenya gak nyante yang ada pingsan duluan kali baru bisa pesen. Tak pakai basa basi setelah mendapatkan menu aku langsung memesan beberapa jenis sushi dan satu nasi kari tidak lupa men-share loc. Bisa perang dunia kesekian kalau lupa.

Sambil menunggu pesananku datang seperti biasa aku melakukan kegiatan favoritku yaitu people watching. Gak tau kenapa menunggu sambil people watching ini menjadi kegiatan yang menarik buatku daripada buka instagram. Suka aja rasanya melihat tingkah orang-orang. Kalau katanya aku ini suka meng-observe dan meng-absorb energi dari sekitar jadi misal sekitarku lagi isinya negatif itu bisa instan banget mempengaruhi moodku.

Mataku kemudian mulai menjelajah sambil menikmati alunan musik restoran, sampai akhirnya mataku berhenti ke pasangan yang menuruni tangga hendak ke menuju meja kasir. Sang perempuan menggandeng mesra si pria sesekali mengelus lengannya. Interaksi yang kayak gini nih yang aku suka, gak lebay menunjukkan kemesaraan di depan umum. Seneng deh aku lihat yang lagi bahagia gini. Si pria menoleh ke arah perempuan sambil tersenyum dan memindahkan gandengan si perempuan untuk dia genggam.

Wajahnya terlihat jelas. Senyumku memudar.

Lelaki yang tersenyum itu.

Luffy...

Jantungku berdebar tidak keruan.

Cepat-cepat aku menundukkan kepalaku.

"Ka, I love you but..."

Sial.

"...I'm letting you go."

Bangsat ingatan terakhir ku bersamanya tiga tahun lalu mendadak muncul. Tiga tahun lalu sejak Luffy mengatakan itu, hidupku sama sekali tidak pernah bersinggungan dengannya. Apapun itu. Tapi, kenapa hari ini semesta tidak bersahabat denganku? Kenapa?

Dadaku rasanya penuh. Ragaku rasanya ingin berjalan memaki lelaki yang meninggalkanku begitu saja tanpa penjelasan dan menuntut untuk dijelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Marah. Aku marah. Sial, bukannya seharusnya aku sudah berdamai? Kenapa harus marah?

"Hey, are you okay?"

Aku mengangkat kepalaku melihat sosok yang tadi kutunggu sudah duduk di depanku melihatku dengan muka gusar.

Deg!

Perasaan aman seketika menjalar ke seluruh tubuhku menyapu bersih segala perasaan tadi ku rasakan. Thank God, my life savior is here.

"He was here," kataku sambil melirik meja kasir.

"Who?"

"Him."

Ada jeda sampai akhirnya ku mendengar berbagai makian keluar dari mulutnya.

"Dia ngeliat kamu?"

"I don't know. Aku langsung nunduk begitu ngeh itu dia,"

Bahkan aku tidak sadar bahwa makanan yang ku pesan sudah tesusun rapi di meja.

"Are you okay?"

"I don't know. Dia sama perempuan tadi I assumed itu pacar atau bisa jadi istrinya karena mesra. Tapi sekarang pas aku lihat kamu perasaan itu hilang. Apa, ya? Lega?"

"Hmmmm,"

"Mungkin Tuhan hari ini mau ngasih tahu aku gimana perasaan ku kalau ketemu dia lagi,"

"Apa? Cepet banget kamu ngambil kesimpulan," katanya tidak percaya.

"Kan, tadi aku bilang perasaannya hilang pas aku lihat kamu, gimana sih?" ini laki ya kadang-kadang.

"Ya ya ya ya."

"Pas aku lihat kamu rasa marahnya hilang, tanda tanyanya hilang. Kayak biasa aja. Aku rasa tadi efek kaget aja setelah tiga tahun ya you know lah,"

"Jadi apa 'kesimpulan' nya?" tentu saja dia tidak lupa membuat tanda kutip menggunakan jari-jari sebagai tanda tidak percaya. Untung sayang.

"Why should we fight for someone who doesn't fight for us?"

"Who fight for you?" tanyanya sambil menyilangkan tangan di dada.

"Kamu."

END

Terima kasih banyak yang sudah mengikuti cerita Malka dan Luffy. Meskipun ceritanya lama sekali berhenti (aku juga udah gak pernah nulis lagi hehehe makanya mungkin tulisanku rada kaku) kadang masih ada notif yang vote cerita ini. I'm truly grateful. Aku merasa ada hutang jika tidak menyelesaikan kisah mereka. Semoga tidak merasa digantung lagi, ya. Enjoy!

xo Rizki

His PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang