Empat Belas

15.2K 1.3K 21
                                    

Siang itu, Na terdiam membisu, menghadapi kenyataan yang benar-benar menyakitkan.

Prilly menatap Na iba, kini mereka berdua sedang menunggu seseorang yang lebih tau tentang kronologis kecelakaan yang dialami Fakhri beberapa jam lalu.

Kini, Fakhri sudah tiada, Fakhri meninggalkan orang tuanya, meninggalkan keluarganya, meninggalkan teman-temannya, meninggalkan Na yang masih betah duduk di kursi ruang tunggu.

"Saa!" Prilly melambaikan tangannya saat melihat seorang gadis berseragam putih abu-abu itu masuk ke dalam rumah sakit.

Saa segera menghampiri Na dan Prilly, "Na, please jangan nangis lagi, Kak Fakhri pasti gak mau lo nangis," ucap Saa yang malah memancing isakan-isakan kecil itu terdengar.

"Dia udah gak ada hiks...."

Prilly mengusap lembut bahu Na.

"Kita anter lo pulang ya," ajak Prilly, Na mengangguk.

***

"Lo kenapa?" tanya seseorang menyadarkan Na dari lamunannya, Na menoleh, melihat Ali duduk di sampingnya.

"Gapapa," jawab Na serak.

"Biasanya dibalik kata gapapa, ada sesuatu yang lo sembunyiin," ucap Ali tenang, Na menatap Ali dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Gue tau, Kak Fakhri kemaren kecelakaan 'kan?" tanya Ali.

Na kembali menatap lurus ke depan, pertanyaan Ali membuat Na kembali mengingat kondisi Fakhri kemarin di rumah sakit.

"Pasti ada satu cowok yang bikin lo kembali jatuh cinta, suatu hari nanti." Ali menatap Na, setetes air mata jatuh di pipi Na.

Ali menghela nafas, dengan gerakan lambat, Ali menarik kepala Na ke bahunya, dan mengusap lembut bahu Na.

Perasaan nyaman itu datang di hati Na, "Gue harap cowok itu kayak elo, Li!" pekik Na dalam hati.

Ali merindukan Prilly, merindukan wajah kesal Prilly setelah ia menjahilinya, merindukan sifat Prilly yang berubah-ubah.

Sepertinya memang Ali harus menjauhi Prilly, membuang jauh-jauh bayangan Prilly yang mustahil untuk hilang dari benaknya.

Kadang, Ali menganggap dirinya lucu, mengatakan akan melupakannya tapi hatinya malah menolak perkataannya.

Kadang, Tuhan tak adil, setelah membuat cinta itu hadir, dan setelah itu hatinya dipatahkan oleh kenyataan.

“Patah hati bukan karena cinta, tapi melainkan harapan yang kau simpan begitu besar untuknya, hingga pada akhirnya harapan itu berbalik mematahkan hatimu."

Apakah itu benar? Menurut Ali itu benar, Ali benar-benar berharap akan rasa suka dari Prilly, bukan hanya rasa suka saja, tapi juga rasa cinta.

"Gimana cara gue buat lupain lo?" tanya hati Ali.

Na mengangkat kepalanya dari bahu Ali, Na menatap Ali.

Jelas terlihat pada raut wajah Ali bahwa Ali kecewa, dan Na sadar apa yang membuat Ali kecewa.

"Gimanapun Prilly berusaha ngejauh dari elo, dia tetep sayang sama lo!" ucap Na seolah-olah membaca pikiran Ali, Ali menoleh sebentar dan kembali menatap lurus ke depan.

"Lo ngapain di sini?" tanya Ali, dan Na tahu Ali sedang mengalihkan pembicaraan.

"Gak lagi ngapain-ngapain, lo sendiri?" jawab Na.

Bad Boy and Good GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang