Delapan Belas

14.4K 1.3K 65
                                    

Last Child - Duka

"Na, lo sadar gak? Bisa aja Prilly itu sakit karena liat Ali nembak lo!"

Deg! Apa-apaan ini? Na menatap Sa dengan tatapan sulit diartikan, sementara yang ditatap hanya tersenyum kecut.

"Ternyata bener, cinta membuat kita buta, maksud gue, cinta gak akan pernah mau tau dengan perasaan orang lain," ucap Sa yang cukup membuat Na terdiam membisu.

"Gue tau Na, cinta gak salah. Lo, Prilly, Ali, Alan dan juga gue gak salah, gue lebih milih nyalahin takdir, karena takdir yang menjadikan semua ini rumit!"

Masih sama, Na hanya terdiam, tak membuka suara.

"Apa lo ada niat untuk bawa Ali buat jenguk Prilly nanti?" tanya Sa yang justru membuat Na sedikit ragu.

"Kalaupun gak boleh, juga gapapa, yang terpenting cuma lo bisa buat bicara sama Prilly. Prilly diam bukan karena dia gak tau apa-apa, tapi dia diam karena sakit yang dia rasain," ucap Sa.

"Soal Alan, gue bakal jauhin dia!" lanjut Sa yang segera meninggalkan Na sendiri.

"Kenapa jadi gini?" lirih Na, dan bayang-bayang Prilly kemarin kembali muncul.

"Ini gak seperti yang gue denger? Na, kalaupun lo cinta sama Ali, gue gapapa, gue bisa merelakan Ali untuk lo. Gue ngerti, lo butuh obat penyembuh untuk menyembukan luka-luka yang lo rasain,"

"Kenapa lo baik banget? Kenapa lo bisa gitu aja rela Ali sama gue? Padahal, untuk merelakan itu butuh waktu," lirih Na, kakinya melangkah ke taman belakang sekolah.

Pada akhirnya, hati yang tersakiti itu akan mundur dan pergi menjauh dari hati yang menyakiti, dan hadirnya sebuah rasa penyesalan akan membuat hati-hati yang menyakiti itu merasakan seberapa sakitnya hati yang tersakiti.

***

Prilly tersenyum getir, Prilly menyesal, menyesal telah mengatakan bahwa ia merelakan Ali untuk Na, dan sekarang Prilly harus menanggung sakitnya sendiri.

Ternyata rasanya disakiti itu seperti ini, kalau saja dulu Prilly tau rasanya disakiti, ia tak akan mau menyakiti Ali. Tapi semuanya sudah terjadi, menyesalipun tak akan merubah keadaan.

Prilly sadar, sangat sadar, bahwa untuk melupakan Ali itu sulit, bahkan sangat sulit, dan mengapa kata merelakan itu mudah ia lontarkan?

Kini yang harus Prilly lakukan hanyalah menyadari, menyadari betapa sulitnya untuk melupakan dan merelakan Ali, menyadari takdir yang begitu menyakitkan.

Mata Prilly memanas mengingat perkataan Ali waktu itu

"Dengan begitu, kita bisa saling mengobati luka di hati kita Na,"

Perlahan setetes air matanya jatuh, hingga air mata itu seakan berlomba-lomba untuk keluar.

"Gue yang salah, gue yang salah," ucap Prilly menyalahkan dirinya sendiri.

"Ngecewain siapa? Prilly? Dia udah gak peduli lagi sama gue Na, mau gue jadian sama siapapun gak mungkin dia peduli, dia udah bahagia sama yang lain, kenapa dia harus kecewa?"

"Gue cinta sama lo, Li!" teriak Prilly disertai isakan-isakan memilukan.

"Kenapa gue egois? Kenapa?" tanya Prilly bergetar.

Bad Boy and Good GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang