Tiga Puluh

8.2K 843 61
                                    

"Kita putus ya?"

Seulas senyum terukir di wajah Na, pertanyaan yang ia tunggu sekaligus ia hindari. "Kenapa harus nanya? Harusnya, lo langsung aja bilang 'kita putus.' Kayak cowok kebanyakan."

"Gue nggak kayak cowok kebanyakan, yang nembak manis abis itu mutusin gitu aja. Gue nembak lo dengan pertanyaan kan? Jadi putusnya haru nanya juga," kata Ali mendadak canggung. Ali melirik Na sejenak, tidak ada raut keterlukaan yang dipancarkan gadis itu, dan bisa Ali simpulkan kalau Na memang tidak benar-benar suka dengannya.

"Gue harap, lo sama Prilly bisa kayak dulu lagi ya?"

Ali sedikit terkejut dengan perkataan Na barusan. Jadi, Na tahu?

"Lo tau?"

"Tau apa? Tau kalo lo selingkuh ya? Hahaha..." Entah apa yang lucu, tapi Na tertawa terbahak-bahak setelah melontarkan pertanyaan yang membuat Ali bersalah. Tanpa Ali tahu, sebenarnya pertanyaan Na itu hanya memancing Ali untuk jujur.

"Jadi lo tau ya? Maafin gue."

"Maaf lagi? Mau lo selingkuh atau enggak, nggak ngaruh juga, Li. Sekarang lo sama gue bukan kita lagi, jadi lo berhak buat deket sama Prilly." Na tersenyum sambil menepuk pundak Ali pelan. "Gue dukung kalau niat lo putus buat balik lagi sama Prilly!" seru Na meyakinkan Ali bahwa ia tidak apa-apa.

Na bangkit dari duduknya kemudian maju beberapa langkah dan berhenti. Na mendengar langkah kaki mendekat, sudah pasti langkah kaki itu adalah langkah kaki Ali.

"Gue pernah bilang, kita jadian biar bisa ngobatin luka satu sama lain, dan sekarang gue malah mau mutusin lo."

"Pake diingetin segala lagi, niat banget mau bikin gue gagal move on." Na melirik Ali kesal tanpa sepengetahuan Ali tentunya, kemudian memfokuskan pandangannya pada tangan kanannya dan langsung menatap Ali tajam.

"Ini maksudnya apa?" tanya Na yang berusaha melepas genggaman tangan Ali pada tangan kanannya.

Ali tersenyum miring melihat wajah kesal Na, "Nggak ada maksud apa-apa, tenang aja," ucap Ali setelah mengalihkan pandangannya.

"Ngapain lo pegang-pegang tangan gue? Ish... Lepasin kek!" Na menarik tangan kanannya sementara tangan kirinya mendorong tangan Ali.

"Gue mau, emang nggak boleh? Lo pacar gue," ujar Ali semakin mengeratkan genggamannya pada tangan Na.

"Nggak ada! Nggak ada! Kita udah putus, 'kan tadi lo sendiri yang bilang kita putus!" protes Na masih berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Ali.

"Gue cuma nanya, dan lo belum jawab iya atau enggak-nya. Jadi, kita masih pacaran," simpul Ali dengan menaik-turunkan satu alisnya dan tersenyum.

"Najis!"

Bukannya menghentikan malah Ali semakin melebarkan senyumannya.

"Nggak pantes lo senyum kayak gitu, kayak orang stress jatohnya," ucap Na disertai tawanya.

Ali memukul pelan dahi Na gemas. "Mulutnya! Kadang suka bener aja!" balas Ali lalu terkekeh.

Hingga beberapa menit kemudian keadaan di antara mereka menjadi sunyi, tidak terdengar lagi tawa Na dan kekehan Ali.

"Jadi gimana?"

"Gimana apanya?"

"Kita putuskan?"

"Biasanya ya, gue kalo lihat mantan-mantannya Aldrian diputusin sama Aldrian pada nangis dan nggak mau putus sama dia, tapi lo?"

"Emang gue mantannya Aldrian?"

Bad Boy and Good GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang