KEPINDAHAN KE-4

234 20 13
                                    

MEMORY 1 : KEPINDAHAN KE-4

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MEMORY 1 : KEPINDAHAN KE-4

Musik instrumental mengalun mengelilingi ruang-ruang klasik di seluruh sudut bagian rumah. Hari ini sekali lagi aku memutarnya untuk mengusir rasa lelah menghabiskan waktu tidur yang suram. Aku menarik karet gelang dari pergelangan tangan dan menguncir rambut ke belakang, semakin panjang sejak 2 tahun lalu dipotong pendek. Sedikit menghembuskan poni dari mata, aku berjalan ke arah jendela dan menarik tirai jingga ke pinggir. Sedikit demi sedikit cahaya masuk menembus kaca jendela, aku memutar kunci dan mendorong jendela keluar. Angin pagi ini berhembus lebih dingin dari beberapa hari yang lalu, semakin mencekam memasuki musim yang baru, musim kelabu.

Aku duduk dan memangku tangan menatap keluar menelisik segala penjuru. Terlihat di kejauhan rumah-rumah tua, peternakan dan jalan raya. Beberapa kebun sayur serta hutan lembap yang ditumbuhi lumut. Seperti memandang kembali mimpi-mimpi yang datang setiap aku tidur, fikiranku terbang mengikuti alunan denyut jantung. Masa kecil yang bahagia muncul kembali, tapi terasa hambar ketika aku hendak menikmatinya. Suatu kali aku mencoba mencelupkan diri dan bermain, aku terkejut merasakan itu bukanlah aku. Padahal, aku dapat mengingat dengan jelas diriku sendiri, bagaimana dulu menguncir rambut ku yang ikal, memakai gaun warna pastel dengan pita dipinggang dan bermain dengan teman-temanku.

Aku menaikkan lutut dan menenggelamkan wajah. Menutup mata dan melihat jauh kedalam potongan-potongan mimpi kecilku. Belum berapa lama sesuatu menghentikan pencarianku, aku menegakkan kepala dan melihat ke bawah. Brown mengelus pergelangan kakiku dan menjilatnya. Dia berhasil mempengaruhiku, aku tersenyum jahil dan mengangkatnya.

"I know what do you want, Brown." Aku mengangkatnya tinggi ke atas.

"Meoww.."  Brown melihat ke bawah mencari cara untuk turun. Aku tertawa dan memeluknya.

"Let's having breakfast, dude!"

Bau vanilla mengusik indraku ketika menuruni anak tangga. Aku bergegas turun dan berlari ke dapur. Terlihat pemandangan yang berbeda pagi ini. Ibu dan Ayah datang bersama seseorang, duduk bercengkrama dengan antusias di meja makan, sedangkan nenek membuat teh vanilla kesukaanku. Aku mengeryit dan melepaskan Brown, Brown mengeong dan berlari menuju mangkuknya. Suara Brown seketika menghentikan pembicaraan. Sekarang seluruhnya menoleh dan memandangiku. Hening beberapa saat, aku melihat sekilas tamu baru itu. Ayah memecah hening dan mendekat ke arahku, seketika pergelangan tanganku ditarik ke meja makan. Aku melangkah canggung ke situasi baru pagi ini, situasi berbeda setelah 5 tahun tidak satupun tamu asing yang datang.

Aku menarik kursi dan duduk di samping ibu, seluruh mata seperti memandangiku terus menerus hingga aku duduk. Nenek memberikan teh vanilla kesukaanku dan beberapa cookies coklat. Nenek melempar senyum dan aku membalas senyum sebagai tanda terimakasih. Beberapa detik kemudian Ayah membetulkan cara duduknya dan memasang wajah serius.

"Ini Tuan Matt, Psikiater pendampingmu selanjutnya. Ayah ingin kamu mulai berkemas untuk pindah minggu depan." Ayah menatapku tegas.

Aku sudah menduga ini akan terjadi lagi berapapun lamanya aku tinggal. Kepindahan ke-4 kalinya sejak 12 tahun yang lalu. Aku menyalami Tuan Matt dan menyebut namaku.

LOST IN PASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang