1 : Korban Pertama

1.7K 98 49
                                    

Pertama, gue mau ngingetin buat kalian yang merasa mentalnya gak kuat, jangan baca ini. Karena banyak adegan pembunuhannya, ya sesuai genre.

Happy reading!

•••

"Eh, si cupu dateng." Itu suara Freya, si anak pemilik sekolah dengan dandanan tebal yang menghiasi wajahnya. Senyum devil yang selalu terpampang di wajahnya, juga dua pengikut yang selalu mengintai di belakang tubuhnya.

Aku dapat mendengar suara-suara ejek, penghinaan, dan penindasan. Dan lebih parahnya, akulah korbannya.

"Si culun dateng, eh. Masih berani menginjakkan kakinya disini ternyata." Yang ini suara Vadilla, pengikut Freya, atau mungkin tepatnya suruhannya? Dandanannya tidak kalah tebal dengan Freya, seperti pelacur.

Ups. Maaf.

Aku tetap tak menghiraukan perkataan mereka. Kakiku mulai melangkah menuju kelas. Ketika tanganku menyentuh gagang pintu kelas, aku merasakan sesuatu yang tidak enak.

Ah, sudahlah. Mungkin perasaanku saja.

"Byur."

Air. Air mengguyur tubuhku. Ralat, itu bukan air, itu mungkin pecahan telur dicampur makanan atau minuman yang sudah kadarluasa.

Aku bisa merasakan lewat baunya. Menyengat.

Rahangku mengeras, tanganku mengepal, semua ini memang sudah terjadi sejak aku menginjakkan kaki di sekolah ini.

Aku selalu ditindas. Hanya sendiri. Tanpa ada yang mau menemani.

Siapa yang mau menemani gadis cupu dan miskin sepertiku? Dengan kacamata super tebal yang bertengger di hidungku. Mungkin mereka malu menjalin pertemanan denganku.

Haha.

Aku memang pantas mendapatkan ini semua. Dengan hasil kepintaranku, aku bisa masuk ke sekolah favorit ini. Selain kepintaran, aku tidak memiliki apa-apa.

Aku melangkahkan kaki sambil menunduk. Menyeringai. Menyadari mereka tidak tahu tentang sesuatu. Sesuatu yang gelap dalam diriku. Kalian 'pun tidak tahu, tapi aku yakin sebentar lagi kalian akan tahu rahasia yang kusimpan.

Aku membuka lokerku, melangkahkan kaki menuju toilet.

Ini sangat bau, sangat. Aku membersihkan badanku walaupun aku tahu ini sia-sia. Baunya tidak akan hilang. Untungnya, aku selalu menyimpan persediaan seragam dilokerku.

Setiap hari, kejadian ini selalu terjadi. Tetapi aku tidak akan lagi membiarkan hal ini terjadi. Aku sudah cukup sabar menahan semua ini.

••

Bel sekolah baru saja berbunyi, aku melangkahkan kaki keluar dari sekolah.

Masih dengan mendengar perkataan-perkataan sialan dari tiga manusia yang tak punya hati. Kata-kata yang penuh dengan penghinaan.

Aku merasakan tubuhku menegang ketika seseorang mengejek ibuku.

"Hey! Kau tidak dengar aku bicara? Ibumu tidak mengajarkannya? Atau memang ibumu sama kurang ajarnya denganmu?" Kali ini Nilla, pengikut terakhir Freya.

Aku terdiam. Tanganku mengepal. Aku berusaha mengatur napasku sebelum akhirnya berbalik dan menatap tajam Nilla. "Bukankah ibumu yang tidak mengajarkanmu, Nilla Fernanda Abigail? Tolong tutup mulut sialanmu itu."

Kini, ia yang terdiam. Namun, meski terdiam, aku dapat melihat matanya berkilat-kilat menatapku penuh amarah. Aku tersenyum sinis, tak menghiraukan tatapannya. Lihatlah, kini aku yang akan bertingkah, bukan dia.

Girl Behind The MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang