32 : Sisi Sang Pengkhianat

229 34 9
                                    

Part ini full sisi dari diri Elly yang sebenarnya. Gak ada POV Jena atau siapapun. Ini juga berisi segala kejelasan tentang semuanya, walaupun ada beberapa yang di skip karena bakal di tunjukin di satu part sebelum epilog. 

So, happy reading!

  •••  

Elly POV

Saat itu, beberapa hari sebelum aku menulis ini, aku berada di rumah Jena. Tepatnya di tempat di mana Jena membunuh para korbannya. 

Aku membawa kamera, berniat untuk berfoto-foto dengan sahabatku itu. 

Waktu itu, korbannya terbangun. Berhubung saat itu aku sedang sakit perut, aku memintanya untuk membunuh korbannya terlebih dahulu. 

Beberapa menit yang lalunya sebelum aku lari ke toilet, Jena memintaku untuk mematikan kamera, tapi tidak kudengar karena aku terlalu sibuk menahan sakit di perut. 

Tanpa sengaja, aku menekan tombol di mana kamera itu akan merekam segala aktivitas di depannya. Aku benar-benar tidak sadar akan hal itu. 

Setelah aku sudah puas mengeluarkan apapun yang membuatku sakit perut, Jena memanggilku untuk makan bersama, dan itu sup daging korbannya, alias Dannis. 

Tidak ingin membuat adikku lama-lama sendirian di rumah, aku pamit pulang pada Jena yang mungkin malah membuatnya curiga denganku. 

Esok harinya, aku melihat murid-murid berlari ke lapangan, itu cukup membuatu bingung. 

Di sana, di tengah kerumunan, aku melihat Al dengan setangkai bunga mawar merah kesukaanku digenggamannya, beberapa menit kemudian, aku bisa melihat Jena dengan panik menerobos kerumunan. 

Hingga ia terhenti di satu titik, tepat di depan Al. 

Dan-- Al menyatakan perasaannya pada Jena.

Kukira Jena akan menolak demiku atau semacamnya, ternyata dia malah memeluk Al.

Aku berlari dari kerumunan sialan itu sambil mengumpat Jena. 

Aku jelas sakit hati. 

Jena, dia tahu bahwa aku menyukai bahkan mencintai Al, lalu kenapa dia tidak menolak Al? Bayangkan ketika saat itu kaliandi posisiku, apa yang kalian rasakan? Sahabat yang menusukmu dari belakang? 

Aku berlari ke arah gudang di taman belakang, menangis sepuasnya di sana.

Sialnya, sepupuku datang saat itu, meledekku sambil menatapku remeh--Oka. 

Mungkin kalian tahu dia dengan sikap baik dan ramahnya? Betul? Kalau begitu, kalian salah. Sehabis ini, kalian akan tahu semuannya. 

"Hm, dikhianati? Lucu juga." Begitu katanya saat itu.

 Aku yang sedang kesal menatapnya tajam, "Shut up!"

"Apa kubilang, lebih baik kau bunuh dia. Kau tidak lupa'kan tujuan awal kita datang ke sini untuk membalas dendam semuanya pada perempuan pembunuh itu!" ucapnya. 

Aku mendelik, "Kau juga tidak lupa'kan kalau aku juga pembunuh, aku bisa membunuhmu kapan saja kalau kau tidak diam sekarang." 

"Waw, okey. Aku takut. Aku hanya ingin memberi tahu itu saja. Jangan sampai kau lupa kalau kita belum sepenuhnya membalaskan dendam kita atas kematian Nilla pada Jena."

"Shut up, i know!" 

"Nyawa dibalas nyawa," ucapnya sebelum akhirnya dia pergi meninggalkanku sendiri. 

  •••  

Sorenya, aku berjalan-jalan tidak jelas di kamarku. 

Sudah setengah jam aku tidak jelas seperti ini.

Mataku melirik kamera di atas meja belajarku. 

Aku mengambil kamera itu kemudian duduk di atas kasurku. 

Aku melihat foto-foto hasil bernarsis ria bersama Jena waktu itu. 

Keningku berkerut ketika ada satu video yang direkam di hari di mana aku membawa kamera itu ke rumah Jena. 

"Video apa ya? Perasaan, aku tidak mengambil video kemarin itu."

Aku memutar video itu karena penasaran. 

Di sana, terdapat aksi Jena ketika sedang menyiksa dan membunuh Dannis. 

Kok bisa terekam?

Aku memandangi serius video itu. 

Saat sudah hampir selesai, tangan seseorang mengambil alih kameraku. 

"Good, aku tidak menyangka kalau kau sepintar ini."

"Apa sih, Oka! Balikan!" kataku berusaha mengambil kamera yang sekarang berada di tangan Oka.

"Nanti, setelah kusebarkan video ini, dengan begitu, rahasia perempuan itu akan terbongkar. Keren, kan?"

"Hm," aku menjawab dengan gumaman. 

"Bagus kalau begitu, aku akan menyebarkan ini ke murid-murid laki-laki, sedangkan kau perempuan, dengan nama samaran saja."

Aku mengangguk malas. 

Sedangkan dia memutar bola matanya kesal, "Dengar ya, Elly. Coba kau fikir, dia sudah membunuh sepupu terbaikmu, Nilla. Dia merebut kebahagiaanmu di masa lalu dengan menabrak ibumu. Dia menusukmu dari belakang dengan cara memiliki seseorang yang kamu cintai. Kau tuh harus berubah, masa kau ingin selalu diperlakukan seperti ini?"  

Dia benar. 

Aku harus berubah. 

Menjadi lebih jahat dan kejam. 

Aku tidak bisa selamanya diperlakukan seperti ini. 

Dulu, mungkin Jena tidak ingat kalau dahulu dia pernah menabrak seorang wanita yang merupakan ibuku, hingga nyawanya tidak bisa di selamatkan. 

Dia sudah merebut seseorang yang seharusnya menjadi milikku. 

Dia membunuh Nilla yang merupakan satu-satunya sepupu perempuanku. Sehingga keluarga yang kupunya kini hanya adikku dan Oka. 

Dia merebut semuanya dariku! 

Maka aku, akan merebut segalanya darinya pula walaupun dia tidak sadar bahwa ketiga anggota keluarganya sudah mati ditanganku sendiri, sahabatnya.

  •••  

Allo! Kece deh Elly bisa gini, 3 anggota keluarganya tuh uda mati di tangan Elly sejak lama, tapi masih pas Elly udah temenan sama Jena. Nanti deh bakal dijelasin di part lain. Ngerti gak sama ini part? Muter-muter abis, ribet. 

Adakah yang menyangka kalo Oka sama Elly sepupuan dan ada  niat jahat?

Ni gue ngetik jam 00:35 lho, di saat mata gue gatau sisa berapa watt. Nanti sore gue males apdet abisnya, jadi gue apdet subuh aja hehe.  

Keh, jangan lupa comment dan vote!

Girl Behind The MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang