#4 KE RUMAH ERWAN
Pas jam istirahat, aku baru saja mau keluar kelas di depan pintu ada rian masih berdiri entah menunggu siapa. Aku hampiri langsung.
"nunggu siapa kamu..?". Rian menoleh melihatku, ia senyum tipis.
"ah nggak nunggu siapa siapa kok".
"ke kantin yuk..!". Aku coba mengajaknya, untung untung nasib kalau dia mau, Namun rian lagi lagi cuma senyum.
"duluan aja lah Aku nyusul bentar lagi". Jawabnya sambil berjalan ke tepi teras. Aku berjalan mendekatinya lalu berdiri di sampingnya, pokoknya aku harus bisa berteman akrab dengan rian, tapi kenapa sih dia sepertinya agak menutup diri. Tadi pagi dia kan baik banget mau menolongku, tapi sekarang ia terlihat seperti menjauh.
"makasih ya kamu sudah beberapa kali membantuku". Ucapku pelan, ia mengangguk tanpa melihatku Seperti nya ia agak menjaga jarak. aku tak mau menyerah, biarlah mungkin memang tipenya seperti ini, agak malu malu, wajar aja karena dia kan murid baru, jadi butuh waktu untuk beradaptasi dengan situasi dan teman teman disekolah ini.
"beneran nih nggak mau ke kantin?".
"pergi aja dulu!". Ujarnya dengan tegas, sepertinya ia agak kesal.
"kamu ada masalah ya?". Aku bertanya dengan hati hati agar ia tak tersinggung dan tak merasa aku mau terlalu tahu tentang dia.
"cerewet amat sih Pergi aja sana!". Jawab rian agak kasar Aku betul betul kaget, tak menyangka reaksinya bakalan seperti ini, muka ku langsung menjadi merah karena malu, menyesal sekali rasanya aku berusaha akrab dengannya. Rupanya rian memang tak mau berteman dengan aku. Apa mungkin karena ia malu berteman dengan aku karena aku berjualan kue, seperti teman temanku yang lain juga malu terlalu akrab denganku karena aku jualan kue keliling tiap pagi.
Aku berbalik dengan pelan lalu kembali ke dalam kelas dengan sedih. Ingin rasanya aku menangis, kenapa rian tega membentak ku seperti tadi. Padahal maksud aku kan baik, aku hanya ingin berteman dengannya. Kenapa susah sekali bagiku untuk mendapatkan teman. Bisa di hitung dengan jari yang mau berteman denganku di sekolah ini. Kenapa sih orang orang tidak suka berteman dengan orang yang kurang mampu.
Padahal belum tentu aku mau mengemis pada teman teman yang mampu. Aku cuma sekedar ingin berteman saja. Satu satunya yang mau berteman akrab denganku di kelas ini hanyalah erwan. Teman sebangku dari aku kelas satu dulu Teman teman yang lain cuma sekedarnya saja. Paling cuma sekedar menyapa bila kebetulan berpapasan atau mengajak ngomong seadanya.
Kadang kadang aku sering iri walaupun tanpa aku sadari, melihat teman teman berkumpul, berjalan jalan sama sama mejeng di tempat tongkrongan anak anak gaul, atau ada yang berulang tahun, aku ingin sekali di undang, tapi jarang sekali ada yang mengundang ku, apakah karena menurut mereka aku ini tak penting, jadi nggak perlu diundang. Selama aku bersekolah, belum ada satupun teman teman selain erwan yang pernah main ke rumahku. Walaupun erwan murid yang paling kaya di kelas, Tapi ia tak pernah sombong, apalagi pamer. Bahkan ia paling akrab denganku.
Aku tahu banyak yang ingin berteman dengan erwan. Namun erwan selalu bilang padaku, kalau ia merasa lebih senang berteman denganku. Ia tak suka pada orang yang ingin berteman dengannya hanya karena memandang kekayaan orang tuanya saja. Menurut erwan, cuma aku yang benar benar tulus berteman tanpa ada embel embel apapun.
Aku senang erwan suka berteman denganku, tapi erwan jarang sekali nongkrong kalau sore, hampir tak pernah ia keluar rumah, kecuali kalau mau renang seperti kemarin dulu. Aku ingin sekali punya banyak teman, apakah aku salah kalau ingin bergaul, aku tak pernah meminta hidup susah, aku juga tak ingin menyusahkan orang lain. Tapi kenapa untuk mencari teman banyak itu susah. Aku pikir, sebagai murid baru, rian bisa menerimaku sebagai teman, rupanya aku salah. Rian sama saja dengan yang lain, Ia malu berteman akrab denganku. entah kenapa semakin rian bersikap seperti itu aku jadi semakin berharap sekali ia mau jadi temanku. Belum pernah aku merasa begitu ingin akrab dengan seseorang seperti kali ini.
Apakah ini Aku sendiri bingung, Padahal aku kan baru aja kenal dengan rian, tapi setiap melihatnya aku merasa begitu ingin dekat. Hatiku seakan akan memanggil manggil untuk selalu mendekatinya. Aku menyender dengan lesu di bangku, rasanya bagai kehilangan semangat.
Membaca buku pun tak konsen, Akhirnya aku mengambil buku tipis yang biasa aku pakai untuk menggambar. Ku buka lembar demi lembar. Aku tutup langsung buku itu, lenyap sudah minatku untuk menggambar. Aku masukkan kembali ke dalam tas, Kemudian aku berdiri, lebih baik aku cari erwan, mungkin saat ini ia lagi di kantin.
Rian masih berdiri di tempat tadi. Ia sempat melirikku, namun aku langsung membuang muka. Cepat cepat aku berjalan sambil berusaha untuk tak melihatnya. Kantin ramai sekali, aku melihat ke sekeliling mencari dimana erwan duduk. Rupanya ia sedang di pojok dekat jendela, sedang makan semangkuk bakso. Aku hampiri dia.
"wan Asik bener makan nya..!". Kataku sambil duduk di bangku depan erwan.
"oh rio Hehehe biasa lah kawan Tumben mau ke kantin, biasanya kamu susah kalo diajak"
"lagi malas nih, Di kelas bete!"
"pesan lah makannya Sebentarl agi bell bunyi Cepatlah, ku bisabayarin!". Tawar erwan tanpa basa basi Sambil menyuap sesendok bakso. Aku berdiri lalu ke gerobak mang ali.
"mang, bakso semangkok Jangan telalu pedes!". Aku berkata agak keras, karena beberapa orang murid sedang antri memesan, ribut sekali Saling berebutan mirip anak ayam kelaparan.
"oke Tunggu bentar, masih ramai nih..!". Mang ali mengacungkan jempol padaku, nampaknya ia begitu kewalahan. Mang ali sudah berjualan bakso di kantin ini sejak lama, jauh sebelum aku menginjakkan kaki di smp ini. Rumah mang ali tak terlalu jauh dari rumahku, Mang ali adalah bapaknya Dodi. Setiap aku beli bakso sama dia pasti di kasih lebih banyak bola dagingnya. Aku kembali duduk di depan erwan Nafasnya mendesah karena kepedasan. Keringatnya bersemburan di wajahnya yang berkulit cokelat bersih Bibirnya agak memble karena bengkak kena cabe.
"gila pedas banget, tolong ku ambil air putih segelas..!". Cepat cepat aku tuang segelas air lalu aku berikan pada erwan. Langsung diminum erwan sampai habis.
"tambah lagi nggak, kayaknya kamu kepedesan bener". Tanyaku sambil mengangkat ceret plastik ke arah erwan, Erwan langsung mengulurkan gelas kosongnya ke arahku Langsung aku tuang ke gelas erwan sampai penuh. Seorang perempuan menghampiriku sambil mengantar semangkok bakso yang tadi aku pesan.
"makasih ya mbak". Kataku sambil menggeser mangkuk lebih dekat ke depanku. Aku menuang saus tomat banyak banyak, kemudian kecap manis dan sambal. Asap masih mengepul dari dalam mangkuk, tercium aroma kaldu daging membuat perutku jadi lapar, tak sabar untuk melahap habis bakso.
"buruan makannya, Sebentar lagi masuk!". Erwan memburuku agar cepat takutnya aku nggak sempat makan karena keburu bunyi bell.
"masih panas nih, gimana makannya ntar lidah ku terbakar...!".
"siapa suruh ke kantin jam segini, udahtau istirahat hampir selesai baru ke kantin Padahal sudah dari tadi ku ajak". Gerutu erwan menahan senyum geli melihat aku yang makan terburu buru. Kemudian ia berdiri dan berjalan ke kasir membayar makanan kami. Aku membuka mulut karena kepanasan bercampur pedas, bola daging yang biasanya aku makan dengan segenap penjiwaan sekarang ini aku gigit cepat cepat lalu aku telan dengan terburu buru. Hingga aku tak bisa meresapi kelezatannya, Bertepatan dengan habisnya bakso dalam mangkuk, bell berbunyi. Cepat cepat aku minum, lalu menarik tissue untuk mengelap keringat yang bercucuran di keningku.
"ayo ke kelas sekarang". Ajak erwan sambil menarik tanganku, Kantin sudah sepi, aku bergegas mengikuti erwan kembali ke kelas. Kalau sampai terlambat dan guru yang keburu masuk bisa bisa kami kena tegur. Aku masuk ke kelas, kembali ke tempat duduk bersama erwan. Sekilas aku menoleh melihat ke bangku rian, ia sudah duduk di bangkunya.
Tak melihat ke arahku, asik ngobrol dengan vendi, Sekilas aku merasa iri, entah iri karena apa. Mungkinkah aku iri karena keakraban mereka. Diam diam aku jadi sebal pada vendi.
Pulang sekolah aku bersama erwan berjalan kaki, sebenarnya erwan punya sopir yang selalu mengantar dan menjemput dia ke sekolah, tapi beberapa bulan ini ia selalu pulang jalan kaki. Cuma perginya aja yang diantar. Aku sempat nanya kenapa ia tak pulang sama sopir, ia cuma bilang mau jalan aja sekalian olahraga. Kami berdua berjalan di tepi jalan.
"rio, kerumahku yuk Aku baru beli kaset sega baru..!". Tawar erwan sambil mengimbangi langkahku yang panjang panjang.
"nggak ah Malu sama mamamu!". Aku menolak halus, aku pernah melihat rumah erwan, aku merasa jengah kalau ke rumah erwan Belum tentu orangtua nya suka erwan bergaul dengan anak dekil seperti aku.
"nggak apa apa rio, mamaku nggak gigit kok, lagian aku sering kok cerita tentang kamu, sudah sering mama nyuruh ngajak kamu main kerumah..! kamu mau kan main ke rumah ku?". Tanya erwan meminta kepastian, melihat wajahnya yang sepertinya sangat berharap aku mau menerima undangannya, aku jadi tak tega Akhirnya aku menganggukan kepala.
"oke lah, tapi aku mau pulang dulu,jangan sampai emakku kuatir". Jawabku masih sedikit ragu Erwan tersenyum lebar seperti kegirangan.
"oke rio pokoknya jam setengah tiga aku jemput dirumahmu ya!"
"oke tapi jangan ngaret ya..!". Aku menegaskan pada erwan Karena aku tidak suka menunggu nunggu seperti orang yang kebingungan.
"oke ku janji Pasti paling lambat setengah tiga datang". Ujar erwan dengan yakin. Kami meneruskan berjalan pulang ke rumah Setelah sampai di pertigaan kami berpisah, karena rumah erwan belok ke kanan sedangkan aku lurus ke depan. Erwan melambaikan tangan padaku, aku balas sambil terus berjalan.
Sampai dirumah aku langsung berganti pakaian, sholat kemudian makan tak lupa aku memberi makan si merah, kucing kecil yang aku temukan dulu Sekarang anak kucing itu sudah agak gemuk dan terlihat sehat Karena aku selalu memberinya makan dengan teratur, dan juga aku selalu memandikannya. setelah itu aku mengayuh sepeda mengambil kue di toko toko.
Selesai memberikan uang kue kepada emak, aku minta izin sama emak untuk bermain kerumah erwan. Emak cuma berpesan agar aku tidak macam macam dirumah erwan Aku harus tetap sopan agar orangtua erwan senang.
Aku duduk diteras rumah, diatas bangku bambu menunggu erwan sambil membaca donal bebek. Komik berwarna yang sudah berkali kali aku baca tanpa bosan bosan karena ceritanya yang lucu sering membuat aku tertawa. Tepat jam setengah tiga sebuah mobil kijang berwarna hitam berhenti didepan pekarangan rumahku. Erwan turun dari mobil,
kemudian menghampiriku,
"ayo rio Kita pergi sekarang ok".
"iya lah sekarang, udah dari tadi juga aku nunggu, sebentar ya aku pamit dulu sama emak..". Jawabku sambil masuk kedalam rumah menemui emak yang lagi membuat kue didapur.
"mak erwan udah datang, rio kerumahnya dulu ya mak..".
"iya rio hati hati di jalan ya, Jangan pulang terlalu malam..!".
"oke mak Rio pergi dulu". Emak cuma mengangguk sambil tersenyum Sambil berlari lari kecil aku hampiri erwan Kemudian ikut dia naik ke mobilnya Sopir membawa kami kerumahnya erwan.
Sampai dirumahnya, sopir memarkir mobil didalam garasi, aku dan erwan turun Kemudian berjalan ke depan teras ruang tamu rumahnya.
"ayo masuk aja nggak usah malu malu biasa biasa aja lah Mamaku juga lagi tidur siang!". Ajak erwan sambil melepaskan sandal jepitnya di teras Aku mengikuti erwan masuk. Ruang tamu erwan lumayan besar, ada dua set kursi tamu berukuran besar seperti yang sering aku lihat di sinetron sinetron. Lantai rumahnya begitu mengkilat bagaikan piring makan yang ada didapur rumahku. Begitu bersih, aku pikir walaupun erwan menuang nasi dan makan langsung dilantai rumahnya, nggak bakalan sakit perut saking bersihnya.
"langsung ke kamarku yuk"
"emangnya kamar kamu yang sebelah mana?". Tanyaku sambil melihat ke sekeliling rumahnya, Gila bagus sekali isi yang ada didalam rumahnya. Lemari lemari besar dari kaca yang penuh dengan porselen dan guci keramik. Vas bunga dari kaca warna warni ada di atas tiap tiap meja yang ada dirumahnya. Sebuah aquarium berukuran besar di sudut ruang tengahnya berisi ikan arwana berwarna merah terang sebesar ikan tenggiri berenang renang dengan angkuh didalamnya.
Pesawat televisi super besar dan speaker speaker berderet di bufet pada ruang tengahnya. Aku jadi ingat dengan televisi dirumahku yang masih hitam putih. Tak ku sangka erwan yang disekolah penuh dengan kesederhanaan itu ternyata bagaikan seorang pangeran dirumahnya sendiri. Berjalan pun rasanya aku ragu karena selalu memikirkan telapak kakiku apakah ada tanah atau tidak Aku tak mau kalau sampai aku meninggalkan cap kakiku diatas lantai keramik putih bersih ini. Erwan berhenti didepan sebuah kamar yang berpintu lebar dan tinggi Langit langit rumah erwan begitu tinggi, bahkan lebih tinggi dari langit langit kelas yang ada disekolahku.
"ayo masuk rio tak usah biasa biasa aja Anggap kamarmu sendiri..". Kata erwan sambil menyibak gorden kamarnya yang berwarna putih Aku mengikuti erwan masuk ke dalam kamarnya. Mataku langsung terbelalak begitu melihat isi di dalam kamar erwan. Sebuah tempat tidur dengan seprei dan bedcover gambar mobil balap warna biru tua Busa per yang empuk dan tebal, miniatur mobil mobil dalam berbagai bentuk dan warna berjejer di rak tempel yang ada di dinding kamarnya Jumlahnya aku taksir mungkin lebih dari limapuluh buah.
Pesawat televisi dan video player serta sega melengkapi isi kamarnya, Bahkan ada ac nya. Belum pernah aku melihat dengan mata kepala sendiri sebelumnya kamar semewah ini. Aku menginjak karpet bulu tebal motif kulit macan loreng yang menutupi seluruh permukaan lantai rumahnya. Susah payah aku menahan agar mulutku tak menganga melihat semua ini. Aku hanya bisa menelan ludah Begitu kontras dengan keadaan rumahku. Selama ini aku cuma melihat bagian depan saja rumah erwan. Walaupun hampir setiap pagi ia membeli kue dariku, namun aku cuma duduk di terasnya saja.
"duduk rio, santai aja ya Kalau mau nonton nyalain aja tipinya, aku mau bikin minum dulu bentar!"
Kata erwan mempersilahkan aku, ia memberikan dua buah remote padaku, kemudian erwan keluar dari kamar. Sepeninggal erwan aku jadi bingung, remote tipi ini untuk nyalainnya yang mana, terus yang satu ini remote apaan. Karena takut salah, aku nggak berani menyalakan tipi Aku cuma duduk duduk saja sambil menunggu erwan kembali Sambil memandangi seluruh isi kamar erwan yang lengkap.
Pasti dari kecil erwan sudah mendapatkan fasilitas yang lengkap, tempat tidurnya berukuran sedang, cukup untuk satu orang Sepreinya rapi sekali, bedcover membuatnya terlihat makin apik Di sisi kepala tempat tidur ada lemari kecil yang ada lacinya sekaligus berfungsi sebagai meja untuk menaruh lampu tidur serta jam beker Meja belajarnya berbentuk seperti lemari kecil, lengkap dengan rak buku, laci dan lampu belajar.
Ada satu set komputer disamping meja belajar itu Aku bahkan belum pernah yang namanya menyentuh komputer. Andai punya kamar seperti ini, bisa betah aku seharian didalam kamar, ada saja kegiatan yang bisa aku lakukan, dari menonton, maen games, hingga maen komputer Alangkah beruntungnya erwan. Sekitar sepuluh menit aku menunggu, erwan kembali masuk kamar dengan membawa baki berisi ceret beling dan dua gelas panjang berisi sirup jeruk.
"kok nggak dinyalain tipinya?". Tanya erwan sambil meletakkan baki ke atas laci disamping tempat tidur.
"hehe Aku nggak tau cara nyalainnya". Sesaat erwan tertegun menatapku, seolah tak percaya apa yang barusan aku katakan, tapi ia cepat mengatasi rasa kagetnya Diambilnya remote yang tadi aku taruh diatas tempat tidur, lalu ia memencet tombol pada remote itu Televisi berwarna ukuran 29 inchi yang ada di depanku langsung menampilkan layar berwarna biru muda.
Erwan mengambil lagi satu remote diatas tempat tidur lalu mengarahkan ke televisi dan memencet tombol pada remote, layar biru langsung berganti dengan tayangan berita dari televisi swasta. Erwan memindahkan chanel hingga gambar pada televisi berganti ganti, banyak sekali siaran televisinya mungkin ada puluhan Erwan berhenti setelah ditipi menampilkan film kartun. Wah Film donal bebek Kebetulan sekali, dengan antusias aku mendekat ke tipi, lalu duduk diatas karpet.
"kamu kan suka baca donal bebek, nih filmnya Tiap sore jam tiga pasti ada di tipi kok". Jelas erwan sambil duduk disampingku. Aku terpaku menatap layar, menonton adegan yang lucu membuat aku tak bisa menahan tertawa Erwan ikut tertawa terpingkal pingkal menyaksikan adegan adegan lucu di film itu. Saat film terpotong iklan, erwan berdiri lalu mengambil sirup jeruk yang ada diatas laci, memindahkan ke atas karpet.
"minum dulu rio Tertawa terus dari tadi, bikin mulut kering". Aku mengambil mengangkat gelas panjang itu lalu meminum sirup jeruk Ahh Segarnya Rasa asam manis dan dingin membuat hausku langsung sirna.
"kita maen games yuk Aku baru beli kaset sega yang baru loh". Ajak erwan sambil berdiri setelah kartun donal bebek selesai Erwan membuka kaca dibawah televisi, menancapkan kaset sega ke playernya.
"aku nggak bisa maen sega, Kamu ajari aku ya"
"gampang kok maennya Nih ambil stik ini". Ujar erwan sambil memberikan sebuah joystik padaku Langsung aku ambil. Di layar sudah keluar gambar games saint seiya Walhasil selama hampir satu jam aku dan erwan main games itu Erwan mengajariku dengan sabar hingga aku benar benar bisa memainkan games itu dengan lancar. Satu jam lebih kami main games, aku tentu saja kalah karena erwan lebih gesit.
"ke dapur yuk Perutku lapar nih Kamu pasti lapar juga kan?". Ajak Erwan sembari mematikan televisi dan sega Aku menggelengkan kepala menolak ajakan erwan Meskipun lapar, aku malu makan disini, karena aku baru sekali main kesini Lagian emak juga menganjurkan agar aku makan dirumah.
"makasih er Aku masih kenyang, makanlah dulu kalau kamu lapar, nggak apa apa kok aku bisa nunggu dikamar". Jawabku pura pura membusungkan perut biar kelihatan kalau aku tak lapar. Erwan nampaknya sedikit kecewa aku menolak tawarannya.
"kalau gitu aku juga nanti aja makannya Aku juga belum terlalu lapar amat kok!"
"loh tadi kamu bilang udah lapar Makan aja lah Ngapain ditunda tunda"
"habis kamu nggak mau temani aku Jadi males!". Erwan cemberut, wajahnya jadi lucu kalau seperti itu Aku tertawa sambil memukul pelan pahanya yang terbuka karena ia memakai celana pendek.
"iya deh, aku temani aja ya Aku nggak usah makan"
"oke Yuk kedapur sekarang". Erwan melompat dari tempat tidur, lalu menarik tanganku setengah berlari keluar dari dalam kamarnya. Diruang tengah rumahnya, aku berpapasan dengan mama erwan, Ia sedang mengupas buah apel sambil duduk didepan televisi. Saat melihat aku mamanya erwan langsung tersenyum.
"ini ya temanmu yang kamu ceritakan itu?". Mamanya bertanya pada erwan sementara tangannya masih terus mengupas buah apel, sambil memotong motongnya seukuran dadu kedalam piring.
"iya ma Namanya rio, dia sebangku denganku dikelas"
Aku menghampiri mama erwan lalu menyalaminya sambil mencium tangannya Emak selalu mengajarkan aku untuk mencium tangan orang yang lebih tua kalau bersalaman.
"eh rio, udah makan belum? Erwan ajak rio makan sana Mama tadi masak perkedel daging, sama goreng sosis loh". Mama erwan menawariku makan, ternyata mama erwan memang ramah seperti yang erwan bilang.
"makasih tante Tapi rio udah makan tadi dirumah". Lagi lagi aku menolak, aku benar benar merasa malu kalau makan disini, aku takut sekali kalau aku malah akan mengotori rumah mereka, pasti disini itu makannya teratur seperti yang ada di film film Aku takut tak bisa memegang garpu dengan benar Karena dirumah aku sudah terbiasa makan cuma dengan tangan tanpa sendok
"makan sedikit aja rio Nggak usah malu malu Ntar nyesel loh nggak nyicipin sosis goreng buatan tante Udah sana langsung aja kedapur bareng erwan". Paksa mama erwan seakan akan beliau bisa membaca apa yang ada dalam pikiranku.
"yuk rio, kita ke dapur langsung Ntar keburu sore, nggak jadi lagi makannya disini!". Erwan menyeret aku agar mengikutinya, sepertinya ia sudah tak sabar lagi menghadapi tingkahku yang sok malu malu kucing Dalam hati aku penasaran juga, bagaimana sih rasanya sosis itu, kalau aku lihat gambarnya didalam majalah, kayaknya enak banget deh Hehehe akhirnya kesampaian juga makan sosis.
Dapur rumah erwan tak kalah bagusnya dengan ruangan yang lain didalam rumah ini, Tertata begitu apik. Meja makan yang berbentuk oval, terbuat dari kaca tebal dikelilingi enam buah kursi makan berlapis busa dengan kain berwarna putih, sesuai dengan lampu kaca yang menjuntai dari langit langit rumahnya berbentuk anggur tepat diatas meja makan. Kulkas yang besar sekali berwarna putih disudut ruangan Semua serba putih, termasuk cat tembok dapur itu.
"hei! Jangan bengong aja dong, ayo duduk Ntar mulutnya kemasukan lalat tuh". Erwan mengagetkanku Agak tersipu aku duduk dikursi makan empuk ini, Lauk dan nasi udah ada dimeja semua, dalam wadah porselen bertutup kaca, waaahhh........ Banyak sekali lauk nya Ada bermacam macam Sepertinya enak enak semua, susah payah aku menahan agar air liurku tak mengalir Aroma yang tercium olehku begitu enak.
"tunggu bentar ya, aku ngambil piring dulu". Erwan pergi ke sebuah ruangan yang lebih kecil, ia membuka laci dibawah tungku kompor gas, rupanya ada rak piring dalam laci itu, gila Aku baru tahu kalau piring makan itu bisa disusun dalam laci seperti itu, keren juga Membuat dapur lebih rapi. Erwan kembali dengan membawa dua buah piring bersih Ia memberikan satu padaku.
"tuh nasinya ada dalam rice cooker itu". Erwan menunjuk ke arah belakangku, aku menoleh, ternyata rice cooker nya ada dibelakangku tepat diatas meja samping kulkas Aku mengambil nasi sedikit, malu lah kalau keliatan kayak orang kelaparan. Erwan mengambil nasi setelah aku selesai, kemudian kami duduk dikursi makan. Erwan membuka tutup kaca satu persatu kemudian menyuruhku mengambil lauk yang aku suka.
"banyak banyak ya rio Pokoknya makan itu yang bener jangan takut takut Nanti kamu nggak kenyang Kalau di rumahku jangan takut kelaparan hehehe mamaku selalu menyediakan makanan yang banyak kok Teman teman kakakku juga sering kok makan dirumahku". Jelas erwan sambil mengambil sepotong besar sosis yang gemuk Dilumuri bumbu yang membuat aku menelan ludah.
Aku mengambil daging rendang, lalu sayur dan terakhir aku mengambil sepotong sosis. Sedangkan erwan aku lihat piringnya sudah penuh dengan lauk, nasinya cuma sedikit saja, tetapi lauknya mengelilingi nasi itu. Kalau itu sih kelihatan seperti nasinya itu yang jadi lauknya. Kalau dirumahku, nasinya satu piring tapi lauknya bisa disembunyikan dalam nasi.
Aku senyum senyum sendiri membandingkan hal itu. Aku membayangkan andai emak punya banyak uang pasti juga seperti mama erwan. Buktinya walaupun uang kami tak banyak tapi emakku selalu berusaha untuk masak enak untuk kami. Saat makan sosis ini aku jadi ingat emak, ingin rasanya aku masukkan dalam kantong bajuku agar aku bisa membawa pulang, lalu aku makan bersama emak Memikirkan hal ini tiba tiba sosis yang aku makan terasa hambar. Aku tak bisa makan enak enak sementara emak dirumah makan seadanya. Padahal tiap emak ke kondangan pasti selalu ingat untuk membawakan aku kue kalau ia pulang.
Emak tak pernah lupa padaku, Aku menghentikan menggigit sosis yang ada di tanganku. Nafsu makanku telah hilang.
"kenapa rio, sosisnya nggak enak ya?". Tanya erwan dengan heran melihatku berhenti makan.
"iya wan Aku jadi ingat emak ku dirumah Wan Boleh nggak sosis ini aku bawa pulang saja?". Aku bertanya sambil menatap sosis yang ada di piringku. Erwan terdiam sejenak memandangku Kemudian ia tersenyum lebar.
"makan aja dulu yang itu sampai habis, nanti aku suruh mbok yati bungkus yang masih baru untuk kamu bawa pulang Masa sih kamu mau bawa sosis bekas kamu gigit untuk emakmu". Kata erwan agak geli melihatku. Aku tahu erwan pasti heran denganku.
"nanti mamamu marah wan!"
"nggak mungkin lah mama marah Lagian sosis ini banyak kok Kadang kalau nggak habis pasti dibawa pulang sama mbok yati"
"makasih ya wan kamu baik banget". Kataku dengan terharu, senang sekali punya teman seperti erwan.
"iya Sekarang kamu makan lah sampai habis, ambil lagi lauknya yang banyak, pokoknya nggak usah malu malu lah kalau disini, papaku nggak bakalan bangkrut cuma gara gara sosis kok Hehehe". Aku kembali melanjutkan makan, hingga habis semua isi dalam piringku Perutku betul betul kenyang. Selesai makan erwan menaruh piring ke tempat cuci piring, aku membantu menutup kembali mangkok porselen berisi lauk lauk dengan tutup kaca itu. Erwan memanggil pembantunya kemudian menyuruh membungkus beberapa sosis untuk aku bawa pulang nanti.
"kekamar lagi yuk!". ajak erwan setelah selesai membereskan peralatan makan kami tadi, aku mengangguk lalu mengikutinya berjalan kembali kekamar. Di ruang tengah, mama erwan sedang menyusun bunga dalam vas beling, ia tersenyum saat melihat aku.
"udah makannya rio, nah gitu dong, nggak perlu malu disini". mama erwan menghentikan menyelesaikan menata bunga.
"udah tante, makasih banyak ya sosis gorengnya benar benar lezat". jawabku agak malu, erwan mengangguk padaku.
"papa kapan pulang ma, katanya hari ini udah dirumah tapi kok sampai sekarang belum ada?". erwan bertanya pada mamanya.
"cuaca di jakarta agak buruk, jadi pesawat nya delay, tadi papamu telpon, ia bilang mungkin agak malam baru nyampe".
"oh gitu ya ma Pantas aja belum nyampe".
Aku diam mendengarkan pembicaraan mereka, erwan menoleh padaku kemudian mengajak aku ke kamarnya.
"aku ke kamar erwan dulu ya tante". kataku pada mama erwan, namun beliau menahanku.
"duduk dulu disini, tante mau ngobrol sebentar, nggak apa apa kan?". Aku terdiam, loh kenapa mama erwan mengajak ngobrol, memangnya apa yang mau ia bicarakan, tapi aku menganggukan kepala demi kesopanan. Aku duduk dikursi dekat mama erwan Menunggu mama erwan memulai pembicaraan, karena aku bukan anak yang supel, aku betul betul malu.
"kata erwan kamu pintar ya?". mama erwan membuka pembicaraan.
"biasa aja kok tante Nggak pintar pintar amat". aku terkejut juga karena mama erwan mengatakan ini.
"semenjak berteman denganmu, prestasi erwan di sekolah menjadi lumayan, menurut erwan karena ada kamu yang selalu membantunya kalau ada pelajaran yang agak sulit untuk ia mengerti". mama erwan tersenyum ramah padaku Aku jadi serba salah, sebenarnya aku senang juga karena erwan memujiku didepan mamanya.
"erwan bisa aja, ia terlalu memuji, wajar aja lah tan sesama teman itu kan wajib saling membantu, apalagi erwan teman sebangku". aku mencoba merendah.
"masih berjualan sebelum sekolah ya?".
"masih tante Membantu emak lah, kasihan kalau emak yang harus keliling".
"bagus, tante salut padamu, walaupun kamu berjualan tapi tak mengganggu prestasimu di sekolah".
"emak selalu mengingatkan aku untuk selalu belajar, kata beliau kalau aku ingin merubah nasib, perlu kerja keras dan harus pintar!". aku menjawab dengan mantap, petuah dari emak selalu aku ingat dan tanamkan dalam hati, bagiku emak adalah kebanggaanku Walaupun emak bukan perempuan kantoran yang selalu berpenampilan rapi, namun bagiku emak tak kalah dengan mereka, perjuangan emak membesarkan kami dengan tiap tiap tetes keringat kesedihan dan kelelahan karena harus berjuang sendirian, lebih mulia dari perjuangan mencari uang sampai melalaikan rumah tangga Uang memang penting tapi bukanlah segala galanya.
"rio ini ma selalu mendapat peringkat tiga besar, beruntung loh erwan berteman dengan rio!". puji erwan membuat aku malu
"eh mama hampir lupa, erwan tolong ambil bungkusan diatas meja rias mama". perintah mama erwan.
"iya ma, sebentar". erwan berdiri lalu berjalan menuju ke kamar mamanya, Aku duduk menunggu erwan sambil terus mengobrol dengan mamanya. "dirumah kamu berapa bersaudara rio?".
"tiga tante, aku anak bungsu, kedua kakakku perempuan masih sekolah di smu, papa sudah meninggal sejak aku masih kecil". aku menjelaskan, mama erwan mengangguk angguk. Erwan kembali dari kamar mamanya sambil membawa kotak yang terbungkus plastik besar sekali Lalu memberikan pada mamanya. "ini ma!". mama erwan mengambil bungkusan yang diberikan erwan, lalu memberikan kepadaku.
"ini untuk kamu rio". ujar mama erwan membuat aku terhenyak kaget Benar benar tak aku sangka, apa yang di berikan mama erwan Aku agak ragu memandang mama erwan, kemudian aku melihat erwan, ia cuma tersenyum lebar, sepertinya ia sudah tahu apa isi bungkusan itu.
"ambil aja rio, nggak usah ragu Sebenarnya sudah dari kemarin kemarin mama menyuruh aku mengajakmu kesini untuk memberikan itu Tapi kamu selalu ada alasan menolak". jelas erwan membuatku tambah bingung, namun aku ambil juga bungkusan itu sambil tak lupa mengucapkan terima kasih. "terimakasih banyak tante".
"sama sama rio, tante juga berterima kasih, kamu udah membantu erwan selama ini, semoga aja kamu suka, erwan sendiri loh yang milihin itu".
"buka aja dulu rio". desak erwan seperti tak sabar menyuruhku melihat apa isi dalam bungkusan itu. Sedikit gemetaran aku buka plastik hitam ini, sebuah kotak sepatu, jantungku langsung berdebar debar. Aku keluarkan sepasang sepatu berwarna hitam yang bagus sekali, serasa tak percaya aku menyentuh kulit sepatu itu, halus sekali Tak pernah aku membayangkan mendapatkan sepatu sebagus ini. Dalam kotak sepatu itu masih ada dua pasang kaus kaki yang masih baru berwarna putih.
"te..terima k..kasih Tante Erwan". mulutku terbata bata mengucapkan terima kasih, aku betul betul terharu, betapa baiknya mereka Meskipun berkelebihan harta, namun mereka masih sempat berbagi. Erwan dan mamanya tersenyum melihat aku yang canggung.
"tuh masih ada lagi kok rio Coba buka lagi". perintah erwan sambil tertawa senang. Aku letakkan sepatu didalam kotak, lalu aku keluarkan kotak dari dalam plastik bungkusan, dibawahnya ada baju seragam sekolah dan celana yang baru Serta sebuah tas dan ikat pinggang yang masih tergulung Rapi.
Semakin gemetaran tanganku memegangnya. Aku keluarkan seragam yang masih baru itu, lalu tas hitam dan ikat pinggang hitam dengan perasaan haru, betapa baik mereka, Meskipun berkelebihan harta, namun mereka masih sempat berbagi.
Erwan dan mamanya tersenyum melihat aku yang canggung. Aku letakkan sepatu didalam kotak, lalu aku keluarkan kotak dari dalam plastik bungkusan, dibawahnya ada baju seragam sekolah dan celana yang baru Serta sebuah tas dan ikat pinggang yang masih tergulung Rapi. Semakin gemetaran tanganku memegangnya.
Aku keluarkan seragam yang masih baru itu, lalu tas hitam dan ikat pinggang hitam dengan perasaan haru, betapa baik mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELANGI DI LANGIT BANGKA (KISAH RIO)
RomanceBUKAN KARANGAN GUE, CERITA YANG SANGAT BAGUS BY KANG EDMUND