PELANGI DI LANGIT BANGKA (KISAH RIO) 41

1.8K 39 1
                                    

MAMA, TIARA, DAN ANNA

menunggu adalah satu hal yang sangat tak aku sukai aku rasa banyak orang yang sama pendapatnya denganku. dari semalam aku menunggu kabar dari erwan tentang kelanjutan masalahnya dengan anna namun tak juga kunjung datang, aku sudah mencoba menelponnya tapi tak juga diangkat malah sms yang rasanya sudah puluhan itu tak satupun juga yang di balasnya. aku sangat gelisah sekali. aku kuatir erwan mendapat masalah lagi. anna sangat keras sikapnya. bahkan dulu ia sempat curiga kalau aku dan erwan ada hubungan meskipun itu sudah kami sangkal. sekarang apa yang ia tugduhkan itu terbukti, entah bagaimana reaksinya.

berkali kali aku bolak balik putar kanan kiri sambil baring di tempat tidur karena bermacam pikiran yang berkecamuk serta rasa kuatir yang semakin menjadi jadi. aku bermimpi sangat buruk. mimpi yang membuat aku jadi semakin resah. dalam mimpiku erwan dan anna bertengkar hebat dan anna sangat marah sekali padaku hingga ia mengatakan tentang hubungan kami pada siapa saja yang ia kenal. aku benar benar dihantui kegelisahan sekarang.

aku turun dari tempat tidur, masih sangat pagi, langitpun masih gelap. wajar saja karena masih jam 4 pagi sekarang ini. aku keluar dari kamar. lebih baik aku mandi saja agar aku bisa menyejukkan kepalaku. aku meraih handuk yang tergantung di tali jemuran yang ada di didinding bagian luar kamar mandi. lalu aku masuk kamar mandi dan mengguyur tubuhku dengan air, rasanya sangat dingin sekali hingga membuat badanku menggigil gemetaran, tapi tetap aku paksakan juga. aku menyabuni badanku secara merata dan menggosoknya dengan sikat sabut kelapa. setelah itu aku membilasnya hingga bersih. selesai mandi aku mengeringkan tubuhku dengan handuk.

aku membbuka pintu kamar mandi dan agak kaget juga saat aku lihat bang hendri sedang berdiri di depan pintu kamar mandi.

"eh abang, udah lama nunggu ya?"

tanyaku sambil mengatasi kekagetanku.bang hendri tersenyum simpul dan menjawab.

"abng kitra tadi emak yang ada di dalam, nggak kok barusan abang terbangun karena mau kencing, kalau begitu abang masuk dulu ya udah kebelet nih."

jawab bang hendri sambil terburu buru masuk kek kamar mandi dan menutup pintunya. aku hanya tersenyum melihat bang hendri. aku senang yuk yanti punya suami seperti bang hendri. ia sangat sayang dengan keluarga ini dan ia juga seorang pekerja keras. beberapa bagian rumah yang dulu sudah bobrok bang hendri juga yang merenovasinya, kata yuk yanti bang hendri dengan teman temannya yang memperbaiki sendiri rumah ini, mulai dari membangun dindingnya hingga mengganti atap seng karatan dulu dengan asbes yang baru.

aku ke kamar dan berpakaian. pas aku keluar dari kamar emak juga keluar dari kamarnya.

"tumben emak baru bangun mak, nyenyek tidurnya semalam?"

"alhamdulillah nyenyak nak, oh ya sudah adzan belum?"

tanya emak. aku menggeleng.

"belum mak, sebentar lagi kayaknya.

"syukurlah kalau begitu, emak mau kedapur dulu ya, mau mandi dan wudhu.

"iya mak."

emak meninggalkan aku untuk pergi ke kamar mandi. sementara itu aku ke sumur belakang menimba air. sumur yang ada di belakang rumahku terletak tepat pada sisi belakang kamar mandi. bang hendri memasang drum yang sudah di potong setengah lalu diletakkan diatas kayu yang setinggi dinding sumur, dari drum itu dipasangi pipa paralon ukuran sedang yang langsung dialirkan ke bak kamar mandi, jadi untuk mengisi air dari dalam bak kamar mandi aku tak perlu repot repot menenteng ember keluar masuk rumah yang hanya akan membuat lantai menjadi becek. aku hanya perlu mengisi air kedalam drum lalu secara otomatis airnya akan berpindah ke bak yang ada di dalam kamar mandi.

terdengar suara adzan. aku mengambil wudhu setelah mengisi drum hingga penuh, karena masih sangat pagi dan dingin jadi aku tak berkeringat. selesai wudhu aku masuk kedalam rumah dan sholat berjamaah bersama emak, yuk yanti, yuk tina dan bang hendri yang menjadi imamnya. selesai sholat aku mencium tangan emak.

aku melipat sajadah, lalu meletakannya diatas bufet kayu diruang tengah.

"mak aku mau jalan pagi dulu ya, sekalian mau lihat suasana lapangan pagi hari.

"pakai mobil ya?"

tanya emak.

"ya nggak lah mak, masak sih olahraga pakai mobil, itu namanya mejeng mak, aku jalan kaki kok.

"baiklah, tapi hati hati ya jangan terlalu di tengah jalan larinya, banyak motor jam segini, orang orang jualan dan belanja kepasar."

emak mengingatkanku.

":iya mak, aku mau ganti baju dulu."

emak mengangguk, aku ke kamar untuk mengganti bajuku dengan baju kaus tanpa lengan dan celana training pendek. aku memakai sepatu lalu keluar rumah. dengan berlari pelan aku menuju ke lapangan merdeka, tempat yang sangat ramai kalau pagi seperti ini karena orang yang berjalan pagi bisasanya berkumpul disana. dulu waktu aku masih kecil masih sangat jelas kenanganku sering jalan pagi. apalagi kalau bulan puasa rasanya sangat menyenangkan sekali melihat keramaiannya yang tak biasa. apalagi kalau pagi minggu.

dulu kalau pagi pagi habis sahur dan sholat subuh pasti erwan kerumahku untuk mengajaka aku jalan pagi, kami duduk di bawah pohon pinang yang tumbuh di sekeliling lapangan merdeka sambil melihat kerumunan orang orang yang bersantai.

aku berjalan melewati rumah rian, rumah yang nampak sepi. tapi lampu yang ada di bagian ruang makan telah menyala. aku bisa melihat bayangan mama rian yang sedang berdiri di depan meja, nampaknya mama rian sedang mengelap meja makan.

aku jadi ingat dulu aku sering lewat depan rumah rian, berharap ia sedang berada di depan dan memanggilku. kalau ia kebetulan ada dan menyapaku rasanya aku sangat bahagia, tanpa tahu apa yang membuat aku sangat bahagia itu, aku sedih sekarang aku dan rian bagaikan musuh yang saling menyakiti satu sama lain. andaikan saja dulu tak ada hubungan yang lebih dari sahabat antara kami berdua mungkin hubungan kami akan baik baik saja. mungkin saat ini ia akan sering sms atau menelpon aku, meskipun sekarang kami sudah tak lagi berhubungan ada kala rasa rindu hadir terhadapnya. bukan rindu yang aku rasakan padanya seperti waktu aku masih snagat menyayanginya dulu, tapi rindu akan kebersamaan sahabat.

waktu telah berlalu tanpa terasa dan meninggalkan banyak sekali kenangan indah, kenangan yang hanya bisa dikenang saja tak mungkin bisa diputar kembali. apa kabar rian sekarang di palembang, aku yakin saat ini ia sangat kuatir sekali. karena apa yang telah ia lakukan pada erwan itu adalah tindakan kriminal. rian juga pasti tahu kalau erwan tak mati karena ia pasti akan mencari jalan untuk tahu. andaikan saja rian tak punya sisi psikopat pada dirinya mungkin saat ini aku dan dia masih bisa bersama. tapi ada hikmah yang aku dapatkan dari semua itu. aku bisa dekat lagi dengan erwan bahkan sekarang aku dan erwan adalah kekasih. aku akan menyayangi erwan sebisaku. aku tak mau lagi mengulangi kegagalanku dengan rian dan om sebastian dulu,..

tanpa terasa aku telah sampai di lapangan merdeka, tak begitu banyak orang yang nongkrong karena ini pagi rabu. orang orang mungkin malas untuk keluar karena rutinitas kerja dan sekolah. memang bisasanya kalau bukan bulan ramadhan atau hari libur suasana pagi di lapangan ini tak terlalu ramai, hanya orang yang benar benar rajin berolahrahga saja yang setia kesini. karena agak lelah jarak antara lapangan merdeka dan rumahku yang hampir 7 km aku duduk di trotoar yang berfungsi sebagai pembatas lapangan dengan jalan.

aku memesan susu kedelai hangat dan gorengan, aku duduk memandangi orang yang hilir mudik sambil makan gorengan. aku merasakan ada sebuah tangan yang menempel di bahuku.

"rio..."

suara seseorang yang rasanya aku kenal menyapaku. aku menoleh dan tersenyum lebar saat menyadari siapa yang memanggilku itu.

"hai.. niko.. kamu jalan pagi juga?"

tanyaku dengan senang. aku sungguh tak menduga akan bertemu niko disini. aku merasa kalau niko adalah orang yang menyenangkan. wajahnya sangat ramah. ia sealalu tersenyum kalau sedang berbicara. kalau aku tebak ia mungkin ada keturunan cina, karena kulitnya sangat putih dan mulus. rambutnya lurus walau tak disisir tetapi nampak selalu rapi. matanya agak sipit mengingatkan aku dengan ferdy hasan.

"sama siapa kamu, kok duduk sendirian.. boleh aku duduk disini?"

tanya niko dengan sopan.

"tentu saja nik, siapa saja kan ada hak duduk disini karena tempat ini belum aku beli, soalnya nggak mampu sih"

kelakarku, niko tertawa renyah menanggapi candaku ini. lalu ia duduk di sampingku. tercium bau parfum yang sangat enak sekali. parfum yang aku tahu harganya tak murah, mengingatkanku dengan parfumku yang ada beberapa botol di kamarku di palembang yang tak aku bawa.

"tumben aku bertemu kamu disini, soalnya tiap pagi aku kesini tapi tak pernah berjumpa kamu."

kata niko dengan akrab seolah kami sudah bertahun tahun jadi teman baik.

"iya, aku juga nggak nyangka akan ketemu kamu disini, tadi aku kepikiran begitu saja tiba tiba jadi pengen kesini.

"erwan mana, kok nggak sama kamu?"

tanya niko ingin tahu.

"erwan dirumah nik, aku telpon dari semalam tapi nggak diangkat. mungkin ia sedang sibuk."

"erwan memang selalu sibuk, padahal kami dulu teman sekelas di smu. sekarang kan ia sudah kerja. jadi tak bisa terlalu sering jalan jalan. kalau aku sih usaha sendiri jadi walaupun tak datang ke tempat kerja nggak bakalan ada yang marah.

"oh ya kamu usaha di bidang percetakan ya nik, bagaimana bisnis percetakan disini apakah cukup menjanjikan?"

tanyaku benar benar ingin tahu.

"alhamdulillah lancar, sekarang sedang banyak orderan yang harus dikerjakan. oh ya kalau mau lihat kamu boleh kok datang ke percetakanku, yaah tempatnya sih masih kecil. maklum baru dirintis."

kata niko merendah. aku tertawa.

"ya hebat dong nik, kamu masih muda tapi sudah ada usaha sendiri, kalau aku sih masih nganggur sampai sekarang dan kuliah juga belum selesai.

"oh yaaa? lalu seakrang kegiatannya apa?"

"pengacara nik, pengangguran banyak acara..."

"ya dari pada nggak ada acara sama sekali malah bikin stress."

niko menanggapi candaku. aku tertawa senang. niko memang orang yang menyenangkan.

"eh sana kamu pesen minuman sama kue, aku yang traktir!"

aku langsung menawarinya setelah aku ingat kalau sekarang aku sedang memegang gelas berisi susu kedelai atau kalau orang disini bilang teu fu sui.

"kali ini aku aja yang traktir kamu oke, sebagai tanda perkenalan"

niko memandangku dengn lucu, ia tersenyum namun bibirnya ia katupkan. sungguh bikin gemas saja.

"boleh deh, tapi lain kali aku mau traktir kamu kalau kamu ada waktu.!"

aku memaksa. aku senang berteman dengan niko. ia terlihat baik dan periang, aku mau ngobrol banyak dengannya.

"wah mau banget dong rio, aku pasti selalu ada waktu hehehe..."

niko tertawa renyah

"oke nanti aku kabari, rasanya malam sabtu ini bisa deh, sambil aku ngajak erwan, dan kamu boleh bawa teman atau pacar kamu!"

"aku jomblo, nggak punya pacar rio, doakan saja ada yang mau sama aku ya"

lagi lagi niko bercanda. apa ia tak menyadari kalau wajahnya itu benar benar tampan. wajah yang biasanya dimiliki seorang model. posturnya yang jangkung membuat ia terlihat pantas mengenakan baju yang ia pakai sekarang walaupu n itu hanya sebuah baju olahraga sederhana.

"hahaha sok merendah kamu padahal m aksud kamu kan mau mendengar aku bilang, nggak niko.. kamu itu ganteng, nggak jelak jadi banyak yang mau sama kamu!"

"huaaahahahah... bukan aku yang bilang ya, kamu yang mengakuinya sendiri aku cuma menegaskan saja!"

mau tak mau aku jadi tertawa lagi.

"bagaimana kalau kamu tak ada kegiatan hari ini aku jemput kamu, aku mau mengajakmu kepercetakanku. nanti kita lanjutkan mengobrol lebih banyak disana..!"

"wah, apa tak mengganggu kamu bro, bukannya kamu bilang tadi kamu lagi banyak orderan, kalau ada aku kan nanti pekerjaan kamu jadi terbengkalai."

aku sangat berminat tapi aku juga tak enak kalau malah akan membuat niko repot.

"ya nggak lah, kan yang ngerjain bukan aku saja, ada beberapa orang yang kerja buat bantu aku disana, jadi tak masalah kok kalau kamu mau datang, siapa tahu kamu berminat sekalian belajar, kalau kamu mau kan nanti kamu bisa bergabung untuk membantu aku"

sungguh tawaran yang tak terduga, aku jadi penasaran mau melihat bagaimana orang di percetakan bekerja.

"yah, kalau memang kira kira tak bikin kamu repot sih aku mau nik, jam berapa kamu mau ke kantor?"

"biasanya jam delapan, nanti kita pulang sama sama saja bagaimana, aku akan jemput kamu pada jam makan siang, soalnya aku sekalian mau tahu alamat kamu"

"oh, boleh nik kalau kamu tak keberatan, sekarang kamu minum dulu teu fu sui nya nanti keburu dihinggapi lalat, habis itu kita pulang soalnya sekarang sudah jam tujuh lewat, jangan sampai kamu terlambat, tak enak sama karyawan kamu, masak bosnya datang kesiangan."

"ya nggak segitu lah rio, aku kan bukan bos"

niko merendah.

"minimal lah kamu itu calon bos, hehehehe"

"amin... semoga saja"

niko meminum susu kedelainya hingga habis lalu makan beberapa potong goreng pisang, setelah itu ia membayar semuanya termasuk yang aku pesan tadi. niko mengajakku ke motornya yang ia parkir tak jauh dari tempat kami duduk.

niko mengantarku sampai depan rumah. setelah menurunkanku ia langsung pamit.

"maaf ya aku belum bisa mampir sekarang soalnya sudah setengah tujuh lewat, aku harus buru buru, jangan lupa nanti siang aku jemput, kamu siap siap ya jangan kemana mana. oh ya bisa minta nomor kamu nggak?"

"boleh nik"

aku menyebutkan sederet angka, niko memakai hp biasa yang layarnya masih monokrom bukan keluaran yang terbaru, nampaknya pola hidupnya lumayan sederhana, aku jadi malu sendiri karena rumahku yang biasa tapi hp ku lebih bagus dari hp nya niko. setelah menyimpan nomorku niko langsung pergi. aku berbalik dan masuk kerumah.

"siapa itu nak?"

tanya emak yang sedang menyapu halaman depan.

"teman erwan mak, tadi ketemu di lapangan".

"ohh tinggal dimana?"

tanya emak lagi.

"aku baru dua kali bertemu dia mak, belum pernah kerumahnya, jadi aku belum tahu rumahnya"

"masih kuliah ya?"

"sudah kerja, punya usaha sendiri mak."

"hebat ya, masih muda tapi sudah punya usaha sendiri, oh ya emak tadi sudah buatkan nasi goreng buat kamu. buruan sarapan nanti nasinya keburu dingin jadi nggak enak lagi"

"iya mak, aku makan dulu ya, oh ya yuk tina sudah pergi ke kantor ya?"

"sudah tadi tommy yang jemput, oh ya nak emak hampir lupa bilang sama kamu, kamu belum tahu kan kalau yuk tina akan segera dilamar tommy dan rencananya mereka akan menikah bulan september ini sebelum ramadhan.."

deggghh...!!!!!!!!!
jantungku terasa mau jatuh. aku mengurungkan niat masuk ke dalam rumah dan berbalik lagi melihat kearah emak.

"yuk tina mau menikah mak?"

aku mendesis tak percaya. mengapa semua ini mendadak sekali. padahal kak tommy dan yuk tina baru jadian kenapa mereka memutuskan menikah begini cepatnya.

"tommy, di pindahkan lagi ke bandung dan ia mau menikah sebelum ia pindah ke bandung, jadi ayukmu akan ikut sama tommy ke bandung nak, lagian mereka kan sudah lama kenal, terpisah karena tommy kuliah... yaaa kalau jodoh tak akan lari kemana."

emak terdengar sangat bahagia, namun tidak denganku. kalau yuk tina akan menikahi kakaknya rian. itu artinya aku akan berjumpa dengan rian dalam waktu dekat ini. tak mungkin rian tak pulang menghadiri pernikahan kakaknya itu karena mereka berdua sangat dekat sebagai abang dan adik. lututuku kembali lemas.






nafsu makan ku jadi hilang, dari tadi aku hanya memainkan sendok yang aku pegang, biasanya nasi goreng yang enak buatan emak mampu membuat aku makan sampai dua piring tapi sekarang hanya dua sendok saja aku tak berminat lagi. hatiku jadi kacau sejak mendengar yuk tina dan kak tommy mau menikah dalam waktu yang dekat ini. ap yang harus aku lakukan untuk menghindari rian, mau tak mau kami nanti akan bersama sebagai keluarga pengantin. tak ada keluargaku yang tahu mengenai masalah aku dan rian karena aku tak cerita. aku tak mau mereka kuatir apalagi yuk tina yang sangat mencintai kak tommy. aku takut merusak kebahagiaan yuk tina.

sementara aku juga belum mendapat kabar apa apa dari erwan rasanya ini sangat lah membuat aku hampir gila. ada apa dengan erwan, ataukah aku harus kerumahnya untuk melihat bagaimana keadaaannya dari pada hatiku terus terusan dilanda gelisah yang tak menentu.

"loh...kok melamun bukannya makan.?"

emak yang baru masuk ke dapur menegurku. buru buru aku pegang lagi sendok dan pura pura makan.

"lagi mikirin apa nak, sepertinya dari tadi kamu seperti orang yang bingung apalagi saat kamu dengar emak bilang kalau ayuk kamu mau menikah tampaknya kamu tak senang... ada apa ini?"

tanya emak sambil menarik kursi yang ada di sampingku dan duduk. aku menggeleng dengan tak bersemangat.

"tak apa apa mak, aku hanya gelisah mikirin erwan. kenapa ya dari kemarin ia tak kasih kabar?"

"oh ya, bagaimana dengan rencana lamaran erwan, batal kan?

"iya mak, keluarga erwan sudah bisa mengerti sekarang, dan kami juga tak ada kendala lagi. tapi sejak semalam aku menunggu kabar dari erwan tak ada juga... semalam kan ia tetap datang kerumah anna untuk membatalkan lamaran itu."

jawabku murung sambil melihat emak.

"kamu jangan terlalu banyak piiran nak, doakan saja semoga tak ada yang terjadi, emak tak bisa melakukan apa apa untuk hal ini. sebagai orang tua emak ingin kamu dapatkan kebahagiaan kamu. emak sudah tua tak ada lagi hal yang penting selain kalian anank anak emak."

"maaf ya mak aku hanya bisa buat emak susah saja"

"kita ini keluarga nak, semua kita hadapi bersama.. emak ingin kalian jadi orang yang tegar dan berguna, emak memang tak bisa memberikan kalian kemewahan, tapi kasih sayang emak pada kalian sangat besar nak, hanya kalian tujuan hidup emak"

mataku jadi berkaca kaca mendengarnya. emak tak pernah berubah. andaikan mama bisa seperti emak, tentu aku akan sangat bahagia. tapi mama sangat berbeda. banyak tujuan dalam hidup mama. kekerasan hidup yang menurutnya selalu menghantuinya dari dulu itu, menjadikan ia jadi keras hati dan banyak target.

"kamu sudahi makannya, kalau nggak selera jangan habiskan nak, emak mau ke belakang dulu, nampaknya ubi jalar yang emak tanam sudah ada umbinya. emak mau bikin klepon."

kata emak sambil berdiri. aku mengangguk pada emak. lalu emak pergi ke belakang rumah sambil membawa parang karatan yang tak ada lagi pemegangnya. atau kami sering menyebutnya parang puteng.

akhirnya aku berhasil juga menghabiskan nasi goreng hingga habis, aku memang tak terbiasa menyisakan makanan dalam piring karena aku tahu betapa susahnya mencari uang untuk beli makanan. setelah menaruh piring kotor ke tempat cuci piring aku mencuci tangan, lalu duduk di depan teras rumah sambil cari angin. aku lihat rumput liar sudah mulai tumbuh di pekarangan. aku ke belakang mengambil cangkul lalu aku bersihkan rumput rumput itu. selesai membersihkan pekarangan aku ke belakang rumah menemui emak.

"sudah selesai mak gali ubi nya?

tanyaku sambil mendekati emak yang sedang berjongkok sambil membersihkan sisa sisa batang ubi yang menjalar hingga jadi satu tumpukan.

"sudah nak, kamu bisa tolong emak pilih batang yang masih bagus bikin gundukan di tanah itu lalu kita tanam lagi batang batang ini."

kata emak sambil mengangkat baskom ukuran sedang yang didalamnya dipenuhi umbi yang masih bercampur tanah. warnanya biru nyaris keunguan. pasti manis sekali kalau direbus.

"iya mak, biar aku saja yang mengerjakannya. emak masuk saja ke dalam."

"kalau begitu emak mau nyuci ubi ini ke sumur"

emak berdiri mengangkat baskom berisi ubi dan membawanya kesumur. aku memilih milih bekas batang rambat yang masih bagus lalu aku potong sepanjang kira kira 30cm kemudian aku kumpulkan. setelah itu aku mencangkuli tanah tempat umbi tadi tumbuh. aku bikin gundukan beberapa baris. setelah siap aku tanami kembali batang ubi jalar itu dengan memberinya jarak. hampir dua jam lebih aku menyelesaikannya. aku msuk kerumah dan menggantung cangkul di bilah dinding. kemudian aku mencuci tangan dikamar mandi. aku mandi karena hari ini aku ada janji sama niko, ia akan menjemputku untuk mengajakku ke percetakannya. sekarang sudah jam sebelas jadi aku masih ada waktu. selesai mandi dan berpakaian, aku memeriksa bensin di mobil apakah masih cukup untuk jalan jalan. ternyata masih bersisa sedikit. aku ke spbu dan mengisi bensin sampai penuh.

************


hampir jam satu niko datang kerumah. aku mengajaknya masuk dan mengenalkan pada emak. setelah berbasa basi sebentar ia langsung mengajakku kepercetakannya. aku mengikutinya dari belakang. aku membawa kendaraan sendiri karena siapa tahu aku harus pulang dulu sedangkan ia masih sibuk. aku tak mau merepotkannya untuk mkengantarku pulang. sekitar 20 menit aku sampai juga di percetakannya. sebuah rumah yang cukup besar dengan halaman yang luas. tadi aku kira pecetakannya itu sebuah ruko atau kantor. tapi suasananya cukup menyenangkan juga karena teduh. niko memarkir motornya di garasi. aku memarkir mobilku di pekarangan ditempat yang agak teduh. lalu aku turun dari mobil.

"ini dulunya rumah kami waktu aku masih smp rio, tapi kami pindah ke daerah yang agak tenang, soalnya mamaku tak suka dengan suasana yang berisik di daerah ini."

niko menjelaskan tanpa aku tanya.

"dari pada kosong lebih baik aku manfaatkan untuk buka usaha, papa sih berniat untuk menjualnya. tapi kata mama lebih baik aku yang menggunakannya."

ia menambahkan.

"aku salut sama kamu nik, kamu sepertinya orang yang mandiri. memangnya kamu ada berapa saudara?"

tanyaku dambil berjalan disampingnya.

"cuma dua bersaudara rio, aku anak bungsu. kakakku masih kuliah di jogja."

"perempuan apa laki laki?"

"perempuan yo"

"wah jadi rumah kamu sepi dong sekarang?"

"iya, mama sering nyuruh aku pacaran biar aku cepat nikah. kata mama ia mau rumah kami ramai kembali, tapi aku belum mau pacaran yo, aku masih mau kerja dan kumpul uang dulu. kalau sudah mapan baru aku bersiap membangun rumah tangga, oh ya kamu sudah ada pacar?"

tanya niko ingin tahu.

"belum juga sama dengan kamu, aku tak mau direpotkan dengan masalah pacaran yang kadang memusingkan kepala."

aku tak mungkin mengatakan padanya kalau aku sudah punya pacar dan yang jadi pacarku itu adalah temannya juga yaitu erwan. aku baru kenal dengan niko dan aku juga tak tahu apakah ia bisa menerima seorang teman yang penyuka sejenis.

"masuk rio, jangan malu malu. disini yang kerja hampir semuanya sepantaran kita."

kata niko sambil masuk ke dalam ruangan yang berfungsi sebagai tempat menerima pelanggan. aku masuk mengikutinya dan mengamati sekeliling ruangan. ada dua meja komputer di samping jendela kiri. rak rak berisi contoh kertas dan macam macam undangan serta kartu nama dan pernak pernik percetakan tertata dengan rapi. seorang gadis yang aku taksir berusia kisaran delapanbelas tahun duduk di depan komputer terlihat sedang sibuk memelototi layar sementara jari jemarinya dengan lincah menari diatas keyboard.

"itu titin sekertarisku, ia sudah tiga bulan kerja disini, anaknya rajin.. tak rugi pekerjakan dia disini."

niko mempromosikan sekertarisnya itu. mendengar namanya disebut titin sejenak mengalihkan pandangannya dari komputer dan melihat kearah kami. ia tersenyum dengan ramah.

"ini temanku tin, namanya rio baru datang dari palembang.!"

niko memperkenalkan aku pada titin.

"saya titin, selamat datang kak.. oh ya pak niko tadi ada yang cari bapak... katanya dari kantor jamsostek. mereka mau pesan kop surat serta pamflet. lumayan banyak pak. aku bilang kesini lagi nanti kalau bapak sudah datang. soalnya aku tak tahu apakah mesin yang bapak pesan itu kapan datangnya. mesin kita sekarang ini tak memungkinkan untuk mencetak pesanan mereka."

"terimakasih tin, oh ya untuk ke seribu kalinya aku katakan jangan panggil aku bapak ya, umurku kan baru 24 tahun. apakah aku ada tampang bapak bapak?"

"iya pak..."

jawab titin tersenyum malu. wajahnya memerah. terlihat sekali kalau ia sangat mengagumin niko. aku berani bertaruh kalau titin menyukai niko. sambil mengangkat bahu niko meninggalkan titin dan menarik tanganku agar mengikutinya.

"titin itu aneh sudah aku bilang jangan panggil aku bapak tapi masih saja memanggilku dengan sebutan bapak buat aku merasa tua saja."

kata niko dengan sebal.










Niko mengajak aku berkeliling di percetakannya yang memang tak terlalu besar namun sangat potensial sekali untuk maju karena aau lihat yang kerja rata rata giat. Dan kata niko ini juga baru setahun lebih, aku jadi makin kagum padanya. Hampir dua jam aku berkeliling rasanya agak capek juga mana mendengar suara mesin ofset yang berisik membuat kupingku jadi berdengung.


Baru saja aku mau duduk tiba tiba handphoneku berdering, aku sangat senang sekali aku berharap itu dari erwan. Dengan tak sabar aku merogoh saku celanaku dan mengambil hape. Namun yang terpampang di layar nomor yang sama sekali aku tak kenal. apakah mungkin erwan ganti nomor karena mau menghindari anna. Dengan cepat aku terima telponnya.

"assalamualaikum, benar ini kamu rio?"

suara yang mendayu dayu, bukan suara erwan namun suara wanita. Aku sadar siapa yang menelponku saat ini.

"iya anna ada apa?"

aku menguat nguatkan diri untuk menjawab. Suara anna bagaikan suara orang yang habis menangis karena terdengar agak parau.

"aku mau bertemu kamu hari ini bisa nggak yo, penting sekali masalahnya ada yang mau aku bicarakan sama kamu!"

kata anna dengan ketus. Aku terhenyak. Aku tahu saat seperti ini akan tiba, anna akan menuntut penjelasan dariku. Mau tak mau aku harus bisa menjawabnya. Aku tak mau menghindar lagi. Kalau memang sudah terlanjur anna tahu, sekarang aku hanya bisa mengakui semuanya. Anna harus bisa menerima kalau cinta itu tak selamanya harus terikat dalam kebersamaan untuk memiliki secara utuh sampai mati.

"bisa, kamu mau bertemu dimana?"

kataku sok tenang, niko yang sedang duduk di depanku memandangku dengan raut bertanya tanya. Aku mengangguk padanya.

"aku akan kerumahmu sekarang, kamu ada dirumah kan?"

anna mau bertemu aku dirumahku, itu tak mungkin. Aku tak tahu bagaimana anna sekarang, kalau memang ia bisa bicarakan ini dengan baik baik tak akan jadi masalah tapi andaikan dia ngamuk ngamuk, itu akan membuat emak susah hati.

"jangan dirumahku anna, kita bertemu diluar saja, sekarang aku lagi di tempat teman. Bagaimana kita bertemu di..."

aku menyebutkan sebuah tempat, yang cukup tenang untuk kami membahas masalah ini. Masalah mencintai lelaki yang sama. Anna menyetujui. Lalu ia menutup telpon. Aku mengantongi hape ku lalu menghmpiri niko.

"maaf ya nik, aku harus pergi sekarang, ada sedikit urusan. Terimakasih ya sudah mengajak aku kesini... maaf kalau aku merepotkan"

niko berdiri dan tersenyum lebar.

"tak apa apa rio, aku malah senang kamu mau datang ke sini... lain kali kesini lagi ya. Kita ngobrol lagi. Oh ya boleh kan lain kali aku datang kerumahmu rio?"

"tentu saja nik, boleh sekali.. kamu tinggal telpon saja kalau mau kerumah nik, aku pamit dulu ya.. lain kali kita sambung lagi"

"oke rio.. hati hati di jalan!"

entah kenapa aku merasa ada yang agak aneh dari tatapan mata niko, namun aku tak begitu yakin. Aku berjalan menuju ke mobil. Niko mengikutiku hingga di pintu mobil.

"aku jalan dulu nik!"

kataku sambil menutup pintu. Lalu membuka kacanya.

"eh.. rio, kalau kamu tak sibuk besok malam aku mau main kerumahmu"

kata niko sambil membungkuk. Aku berpikir sesaat.

"nanti kalau aku ada dirumah aku bisa telpon kamu, soalnya aku banyak urusan akhir akhir ini dan aku tak tahu apa aku dirumah besok nik!"

kataku agak tak enak hati.

"tak apa apa rio, kalau kamu ada dirumah kamu kabari aku saja, soalnya aku bete tak tahu mau kemana!"

niko sepertinya agak berharap itu membuat aku merasa tak tega.

"baiklah, aku pasti akan kabari kamu.. yuk nik aku jalan dulu.!"

niko mengangguk. Aku menginjak gas perlahan.





Anna sudah duduk menungguku di pondok pinggir pantai. Ia menatap laut seolah sedang melamun. Bahkan ia pun tak menyadari aku yang berjalan menghampirinya. Saat aku memanggilnya dengan ragu ia agak terkejut dan menoleh dengan cepat.

"maaf kalau aku agak terlambat anna, kamu sudah lama menunggu ya?"

tanyaku sambil duduk didekatnya namun tetap menjaga jarak. Anna tak menjawab tapi ia langsung berdiri dan berjalan mendekatiku. Tanpa aku duga ia menempelengku dengan sangat keras. Pipiku terasa panas bagaikan terbakar. Tak cukup hanya sekali namun tiga kali ia menamparku. Aku pasrah tak melawan. Untung saja pantai sepi dan nampaknya beberpa orang yang sedang bersantai pun terlalu asik hingga tak melihat anna sedang menamparku.

"kamu boleh tampar aku sepuasnya anna, tapi itu tak akan mengubah apa apa.. ini bukan hanya kemauanku saja tapi erwan juga!"

kataku tenang.

"kamu jahat rio, kamu hancurkan hubunganku, kamu rusak mimpiku, kamu memang bajingan!"

anna berteriak dengan kalap sambil memukul tubuhku dengan tangannya, tak begitu sakit. Aku bisa mengerti dengan yang ia lakukan. Mungkin semua orang yang mengalami kejadian seperti yang dialami anna akan bereaksi yangsama.

"kamu puas bisa tertawa diatas kesusahanku, kamu tau kalau kamu telah hancurkan semuanya, kamu membuat aku malu!"

anna masih saja berteriak bagaikan orang yang kesurupan. Rasanya kalau aku coba menenangkannya itu akan percuma saja.

"kamu pikir aku sengaja kan melakukannya, kamu tak tahu apa apa mengenai hal ini!"

kataku dengan pasrah.

"kamu jangan coba membela diri rio, kamu itu tak lebih dari orang yang tak tahu malu, apa kamu sudah tak laku lagi ya sampai kamu merebuit kekasih orang, dasar tak punya harga diri!"

maki anna berapi api.

"kamu boleh menyebut aku apa saja, kamu bisa memaki aku sepuasmu anna, kamu berhak melakukannya!"

"jangan sok rio, kamu kira dengan kamu mengatakan itu aku akan simpati padamu, jangan harap! Saat ini orang yang paling aku benci adalah kamu, kalau saja membunuh tak dihukum aku pastikan aku sudah bunuh kamu saat ini juga, homo sialan!"

aku rasa aku tak perlu menambah kemarahan anna dengan mengatakan apa yang sebenaranya terjadi, kalau erwan lah yang memaksa aku untuk menjadi kekasihnya, tapi buat apa. Takkan ada gunanya juga karena nampaknya anna bukan menyalahkan erwan tapi aku.

"kamu harus terima kenyataannya, kamu paksakan juga untuk berhubungan dengan erwan, itu percuma karena erwan tak akan bisa mencintaimu anna, kamu harus mengerti itu"

"apa...? , enak saja kamu minta aku mengerti kamu, sementara kamu dengan seenaknya menghancurkan semua yang aku telah bangun, yang telah aku perjuangkann, kamu merebut orang yang paling aku kasihi, oke kamu gay, tapi jangan kamu merusak erwan, cukup kamu saja yang masuk ke neraka jangan kamu menyeret dia juga. Apa kamu tak punya hati. Hehhh... aku yakin kamu memang tak punya hati. Mana ada pendosa yang punya hati...!"

anna mengeluarkan kemarahannya dengan kata kata yang tak pantas. Dan itu tak henti hentinya. Ia memang benar benar tak terima erwan meninggalkannya. Aku sebenarnya kasihan pada anna karena memang dialah korbannya. Tapi harus bagaimana lagi kalau erwan tak mencintainya. Daripada ia akan mengalami siksaan kalau terus memaksa menikah dengan erwan yang jelas jelas tak mencintainya.

"aku tak akan pernah melupakan apa yang kamu perbuat padaku rio, jangan harap aku akan memaafkanmu. Aku bersumpah akan membencimu seumur hidupku, aku sangat membencimu, bahagialah kamu sekarang, puas kamu sudah membuat aku menanggung malu, tapi aku akan pastikan kamu akan dapat balasan dari apa yang kamu perbuat ini. Aku doakan hidupmu tak akan pernah tenang rio, akau harap kamu rasakan yang lebih sakit dari yang aku rasakan sekarang. Aku tak akan berhenti berdoa siang dan malam!"

"silahkan kalau kamu mau berdoa yang buruk anna, kamu bisa lakukan apa saja, tapi kamu tak akan bisa membunuh perasaanku pada erwan demikian juga sebaliknya. Jadi sekarang aku minta kamu terima ini semua baik kamu suka maupun tidak. Ini adalah pilihan erwan, aku akui aku sangat mencintai erwan dan kalau ia tak mencintaiku aku tak masalah, tapi erwan memilih aku karena memang ia tak bisa mencintai kamu walaupun selama ini ia bersama kamu, pacaran sama kamu, ini lebih baik anna, kamu tak bisa memaksa apa yang kamu mau harus terjadi. Semua manusia punya perasaan demikian juga dengan erwan. Kamu bisa memaki aku bahkan membunuhku tapi itu belum tentu akan membuat erwan jadi mencintaimu!"

rasanya aku tak tahan lagi berada disini, tadinya aku kira anna mau bicara baik baik untuk membahas masalah ini, tetapi rupanya ia sangat emosi. Aku baru tahu kalau anna sudah marah kata katanya tak terkontrol dan cenderung seperti orang yang tak bermartabat.

"kamu jangan merasa diatas angin ya rio, jangan kamu kira dengan erwan menyukai kamu maka kamu lah raja di dunia ini, kamu jangan mengira kalau aku akan menerima semua ini dengan berdiam diri dan pasrah. Jangan kamu merasa kalau aku orang yang lemah. Kamu belum lama mengenalku rio, kamu tak tahu apa yang bisa aku lakukan untuk membuat kamu menyesal dengan yang telah kamu lakukan . Aku pastikan ini. Kamu ingat kata kataku ini. Aku bersumpah!"

tanpa memperdulikan beberapa orang yang mulai menyadari kalau antara aku dan anna ada yang tak beres mulai menghampiri kami untuk mencari tahu. Aku tak mau kalau kami jadi tontonan. Aku harus segera menyeret anna pergi dari sini.

"anna, jaga ucapanmu itu, apa kamu tak malu sekarang orang orang sedang menonton kita an!"

kataku agak panik.

"hoooo perduli apa aku dengan malu yo, sudah kebal rasanya aku dengan kata malu, dari kemarin aku sudah dipermalukan, kalau hari ini aku merasa malu untuk hal seperti ini tak akan ada pengaruhnya, sudah habis maluku sekarang. Biar saja semua orang tahu apa yang aku rasakan, biarkan mereka tahu siapa kamu itu sebenarnya!"

anna tak perduli. Ia sudah seperti orang yang kehilangan pikiran. Begitu sayangnya ia pada erwan hingga ia melakukan hal ini, ia mengesampingkan harga dirinya walaupun banyak orang yang tak dikenal menonton dan mendengar pertengkaran kami. Aku harus mengambil tindakan sendiri. Tanpa memperdulikan anna, aku berlari menerobos begitu saja dari kerumunan belasan orang yang memandang kami dengan pikiran yang sulit ditafsirkan. Tanpa memperdulikan teriakan anna yang memanggilku aku masuk ke mobil lalu meninggalkan pantai secepat mobilku bisa membawaku pergi.







Aku menghempaskan tubuhku yang lelah diatas kasur, jantungku masih berdebar debar kalau teringat kejadian barusan, aku sama sekali tak menyangka kalau anna akan bereaksi seperti ini, pantas saja selama ini erwan agak takut untuk meninggalkan anna, rupanya erwan sudah tahu bagaimana karakter anna. tadi aku seperti bukan berhadapan dengan anna yang selama ini aku kenal. Ia sangat berbeda. Bagaikan orang yang kehilangan kesadaran.

Aku tak bisa bayangkan kalau anna masih belum puas membuat perhitungan denganku, bagaimana kalau ia sampai datang kerumah ini dan mengamuk lagi seperti singa betina. Aku kuatir nanti emak akan bertambah susah hatinya. Apa yang harus aku lakukan untuk menghentikan anna, rasanya kalau melihat apa yang ia katakan tadi ia tak akan segan segan untuk membuat aku susah. Aku harus cari cara agar anna bisa tenang dan menerima keputusan erwan. Akuvtak mau sampai masalah ini melebar kemana mana hingga membuat keluargaku ikut terlibat.

Aku harus menemui erwan sekarang juga. Aku tak bisa membung waktu lagi. Kami akan hadapi masalah ini bersama. Aku bangkit dari tempat tidur dengan tergesa lalu setengah berlari aku keluar kamar. Emak yang baru saja masuk kerumah sambil membawa kantong plastik berisi beras menghentikan langkahnya dan memandangku dengan heran.

"mau kemana nak, kok keliahatannya kamu panik gitu?"

tanya emak dengan kuatir. Aku bingung harus menjawab apa. haruskah aku katakan pada emak kalau tadi anna marah marah padaku. Aku takut emak jadi gelisah.

"aku mau kerumah erwan mak, ada sesuatu yang penting yang mau aku bicarakan padanya.

"memangnya ada masalah apa yo, kalian sedang ada kesulitan ya, wajah kamu pucat nak, kamu seperti orang yang ketakutan!"

emak rupanya dapat menebak kegelisahanku.

"iya mak, tapi aku tak bisa katakan sekarang karena aku harus segera ketemu erwan"

"ingat nak, jangan lagi bikin masalah, emak mau kamu hidup tenang, apapun masalah yang sedang kamu hadapi ini harus kamu sikapi dengan hati hati!"

nasehat emak, sepertinya beliau tak mau menekanku untuk memberitahunya apa masalahku.

"terimakasih mak, aku pamit dulu ya mak"

"iya nak, hati hati di jalan... kamu jangan ngebut!"

aku meninggalkan emak lalu keluar rumah dengan langkah cepat. Aku masuk kedalam mobil, menyalakan mesin lalu menginjak gas. Baru saja aku keluar dari pekarangan rumah, ada mobil yang berpapasan denganku baru mau masuk pekarangan rumahku. Dari kacanya yang terbuka tiara melambai padaku memberi isyarat agar aku berhenti. Aku terpaksa memutar setir dan kembali masuk ke pekarangan rumah.

Aku turun dari mobil lalu menghampiri tiara yang sedang keluar dari mobilnya. Baru saja aku mau bicara sama tiara, pintu sebelahnya terbuka dan seseorang keluar. Tenggorokanku langsung kering begitu tahu siapa yang baru keluar itu.

"rio.. mama mau bicara sama kamu nak!"

aku menatap mama tertegun tak percaya dengan apa yang barusan aku dengar. Mama memanggil aku nak. Sementara tiara yang sedang berdiri di samping mama wajahnya berbinar menatapku.











"Mama. ...tiara, kalian berdua.. .. bagaimana bisa? Apa yang kalian berdua lakukan, bagaimana. ....?"

Aku bagaikan kehilangan kata kata saking tak menyangka kalau mama dan tiara akan datang bersama sama seperti sekarang ini. Apakah yang sebenarnya terjadi. Bagaimana mungkin mereka berdua bisa sedekat ini.

"Jangan terkejut rio, aku tahu kamu pasti heran, aku bisa jelaskan..... tapi boleh kami masuk sekarang, soalnya diluar sini panas..! "

Tiara tersenyum lebar seakan bisa menebak pikiranku.

"Oh..... iya, maaf aku nyaris lupa! Maaf silakan masuk! "

Kataku buru buru sambil masuk kedalam rumah agar mereka bisa ikut masuk. Aku duduk diruang tamu dan mengajak mereka duduk juga.

"kamu mau kemana rio, maaf kalau aku datang tanpa kasih kabar dulu!"

kata tiara dengan nada agak meminta maaf. Aku mengangguk dengan kikuk. Bertemu lagi dengan mama dirumahku membuat aku tak tahu harus bagaimana.ini adalah hal yang sungguh tak aku duga sama sekali.

"kami tak mengganggu kan, mama mau bicara sama kamu tapi lebih baik kita bicara ditempat lain saja jangan disini"

sela mama sambil tersenyum. Aku tak tahu apakah harus membalas senyum mama atau tidak karena aku masih bingung.

"kalau kamu tak sibuk kita ke restoran saja sambil makan kak!"

tawar tiara masih dengan wajah yang berbinar senang. Aku rasa tiara memang sengaja melakukan ini karena ia mau aku dan mama berbaikan kembali.

"baiklah, kita ke restoran saja..."

jawabku tanpa semangat, biarlah masalah erwan aku bisa datang nanti malam saja kerumahnya. Masih banyak waktu. Inilah saat aku harus bicara sama mama mumpung ia sudah tak marah lagi padaku.

Aku mengikuti mama dan tiara. Saat aku mau masuk ke mobilku mama mencegahku. Kata mama aku ikut dengan mobil mereka saja. Sepanjang jalan mama dan tiara yang duduk di belakang mengobrol dengan asik. Sementara aku sendirian di depan seolah sopir yang sedang mengantarkan majikan. Nampaknya tiara sudah berhasil mengambil hati mama hingga menyukainya. Aku bisa pastikan kalau tiara pasti sudah mengatakan pada mama kalau kami berdua pacaran. Sebenarnya aku kurang suka dengan cara tiara karena ini sama saja dengan membohongi mama. Tapi disisi lain aku juga harus berterimakasih karena ia pasti melakukan itu bukan dengan tujuan yang buruk.

Aku menghentikan mobil disebuah restoran yang terletak di tengah kota. Aku bingung harus ke restoran mana jadi saat aku melihat restoran pertama yang kami lewati aku memutuskan berhenti saja. Aku turun dari mobil dan bersama tiara dan mama memasuki restoran. Aku memesan makanan walaupun aku tak begitu lapar.


"kamu baik baik saja kan Rio?"

tanya mama dengan perhatian. Aku hanya mengangguk. Aku masih canggung untuk terlalu akrab karena sudah berbulan bulan dimusuhi mama. Namun mama nampaknya cukup mengerti. Ia hanya tersenyum lagi.

"Mama minta maaf rio, selama ini Mama bersikap tak adil padamu. Harusnya mama bisa sedikit lebih mengerti kamu Rio, Mama hanya tak siap mengetahui kalau kamu..."

kata kata mama terhenti, nampaknya ia ragu untuk melanjutkannya.

"Karena Aku Gay kan Ma, Mama merasa kecewa karena Aku bukan anak yang Mama harapkan. Aku tak bisa menjadi seperti yang Mama inginkan."

kataku datar. Mama diam lalu memandang tiara.

"mama mengerti kalau kamu mau berusaha berubah, tiara sudah cerita semua pada mama nak, kamu beruntung sekali kenal dengan tiara.... ia bisa mengerti keadaan kamu. Mama berharap kamu dan dia bisa menjadi kekasih. Kamu berikan dia kesempatan dan mama akan berikan kamu kesempatan juga"

"maksud mama?"

"mama rasa sudah cukup jelas kan, mama katakan mama akan berikan kamu kesempatan untuk berubah, kamu pikirkan sendiri tak perlu mama jelaskan panjang lebar, yang pasti kamu jangan sia-siakan tiara yang sudah bisa menerima kamu, mama ingin kamu pakai otakmu itu jangan hanya memikirkan kesenangan sendiri.. tak akan ada gadis seperti tiara yang lain. Jadi mama berharap kamu mau pertimbangkan."

Aku tahu Mama sangat berharap sekali, namun aku bingung apakah aku bisa mengikuti keinginan mama, sebenarnya ini sudah merupakan kemajuan yang sangat baik. mama sudah mau bicara denganku, mama sudah memaafkan aku. Rasanya aku bisa menduga kalau ini tak mudah bagi mama.

"kamu tahu nak, yang paling mama inginkan saat ini adalah menimang cucu dari anak kandung mama sendiri, mama rasanya tak bisa berhenti memikirkan itu. Mungkin selama ini mama sudah bersikap keterlaluan tapi sekarang mama sudah ada harapan, mama yakin kamu bisa melakukannya. Apa susahnya memberikan kesempatan pada tiara.."

aku termenung menatap gelas minuman yang masih penuh yang tak sempat aku sentuh. Aku bingung sekali. Aku takut berjanji pada mama karena aku tahu kalau mama akan menagihnya padahal aku belum yakin apa aku mampu untuk membuat diriku jatuh cinta pada tiara..

"kak rio, aku tak bermaksud lancang aku minta maaf, aku hanya ingin kak rio dan mama kakak kembali seperti dulu kak, aku akan berusaha membantu kakak apapun yang terjadi.. jadi kakak jangan salah mengartikan maksudku"

sambung tiara dengan tak enak hati. Aku mengangguk pada tiara, tak ada alasan untuk marah, tiara bagaikan satu keajaiban yang datang dalam hidupku. Ia membuat mama mau bicara lagi dengan ku dan aku rasa tak ada orang lain yang bisa melakukan hal yang seperti itu.

"tak apa apa dek, kakak mengerti"

jawabku agar tiara tak merasa canggung.

"dan satu lagi rio sebelum kita makan, mama ingin katakan kalau mama berharap kamu kembali ke palembang kerumah kita, kamu selesaikan dulu kuliahmu, kalaupun nanti kamu mau balik ke bangka mama tak akan menghalangi!"

aku terhenyak mendengarnya. Kalau aku pulang ke palembang rasanya tak mungkin, Aku malu sama Papa. Laagipula aku mau menghindari om Sebastian dan Rian. Bagaimana jadinya kalau aku bertemu lagi dengan mereka. Aku tak berani membayangkan hal itu.

Bagai mengerti dengan apa yang aku pikirkan mama berkata...


"soal papamu jangan kuatir rio, ia tak pernah lagi menyinggung masalah itu, ia bisa mengerti semuanya karena sebastian juga sudah jelaskan semua kalau ia yang membuat kamu jadi seperti itu, sekarang om kamu hampir tak pernah lagi datang kerumah kita. Mungkin ia malu karena perbuatannya sendiri. Jadi kamu mau kan pulang?"

tanya mama agak berharap. Aku menggelengkan kepala.

"maaf ma aku tak bisa lagi balik ke palembang, bukan hanya itu masalahku ma, jadi aku aku tak mau lagi tinggal di palembang.!"

kataku tegas.

"memangnya kenapa?"

mama sangat heran.

"pokoknya aku tak bisa lagi kesana ma, aku akan selesaikan kuliah disini saja, biarlah aku tinggal bersama emak di sini."

"apa kamu merasa mama tak baik bagi kamu ya?"

suara mama terdengar sedih.

"bukan itu ma, aku menyayangi mama, aku menyayangi keluarga kita dan aku juga kangen sama wenny adikku. Tapi aku tak bisa lagi kembali ke palembang ma, aku benar benar tak bisa dan aku tak akan katakan pada mama apa alasanku."

"kamu memang keras kepala rio, apa sih susahnya kembali ke palembang, toh kamu juga akan tinggal sama mama juga, apa kamu masih kecewa sama mama, mama tahu mama memang sudah bersikap yang tak menyenangkan bagimu, tapi mama sudah menyadarinya, bisakah kita melupakan masalah yang sudah berlalu itu dan membuka lembaran baru lagi bersama sama seperti dulu, mama janji akan turuti apapun keinginanmu!"

kata mama dengan berapi-api.

"bukan mama yang jadi penyebabnya, kalaupun aku nanti ke palembang tapi bukan berarti aku mau tinggal disana lagi ma.."

aku tetap bersikukuh. Mama menggeleng letih namun ia tak berkata apa apa lagi untuk memaksa aku mengikutinya.

"lebih baik kita makan dulu tante, nanti masalah ini tante bahas lagi kalau kak rio sudah tenang."

sambung tiara. Aku mengangguk pada tiara. Aku memang sedang tak konsen untuk membahas masalah ini. Pikiranku masih saja terbawa pada kejadian dengan anna. Mana Erwan juga aku tak tahu bagaimana kabarnya sejak malam lamaran itu

"iya nanti saja kita bahas lagi nanti makanan kita malah kebutru dingin."

kata mama sambil mengambil sendok yang tertutup kertas tissue.






Setelah selesai makan, aku bilang sama mama kalau aku mau pulang karena masih ada urusan yang mau aku selesaikan, tapi tak aku sangka saat kami keluar dari restoran kami bertemu dengan anna dan mamanya. Aku tak keburu lagi untuk menghindar. Saat melihat aku anna langsung menghampiri kami dengan langkah yang cepat. Tiara sepertinya tahu tentang masalah antara anna, aku dan erwan langsung menghampiri anna dan menyapanya. Aku lihat tiara sedang berusaha mengajak anna menjauhi kami, namun anna bagaikan tak perduli. Ia mengatakan sesuatu pada mamanya dan mamanya melihat padaku dengan pandangan agak mencela. Aku berdoa dalam hati semoga saja anna tak membahas masalah kami di depan mama. Namun ternyata apa yang aku takutkan itu terjadi juga.

"wah... enak sekali ya kamu rio, seperti orang yang tak punya perasaan masih bisa kamu bersantai dan tenang bagai tak ada masalah, malah enak enakan makan di restoran!"

aku sangat benci sekali mendengarnya, seolah anna menganggap aku yang sangat bersalah dengan kegagalan hubungannnya dengan Erwan.

"ada apa rio, siapa perempuan ini?"

tanya mama dengan heran, nampaknya mama juga kurang senang dengan sikap anna yang kurang ajar.

"memangnya tanter siapa?"

kata anna dengan suara yang agak ketus. Mama jadi mendelik. Aku menarik tangan mama untuk mengajakna menjauh dari anna. Namun anna menghadangku.

""saya mamanya rio, kamu siapa?"

tanya mama dengan nada tak ramah.

"oh... baguslah kalau begitu, jadi tante ibunya rio, tolong tante ajari anak tante ini agar jangan menghancurkan hubungan orang lain!"

judes sekali anna, tak ada sedikitpun rasa hormatnya pada orangtua. Seolah ia menganggap mama sama bersalahnya dengan aku.

"anna kamu jangan keterlaluan!"

bentak tiara, baru sekali ini aku melihat tiara bicara dengan nada yang keras seperti itu.

"kamu jangan ikut campurt tiara. Atau kamu juga mau aku musuhi!".

"Anna kenapa sih kamu jadi seperti ini, kamu yang aku kenal dulu tak begini An!"

tanya Tiara agak melunak. Namun Anna tak perduli dengan pertanyaan Tiara ia tetap melanjutkan kemarahannya padaku. Beberapa kata yang sangat tak pantas ia ucapkan bagaikan oang yang tak punya urat malu. Bahkan mama saja sampai berjengit mendengarnya.

"Gila anak ini tak punya sopan santun ya!!'

semprot mama kesal.

"Tante jangan ikut campur. Tanya sama anak Tante apa yang sudah Ia lakukan padaku, baru tante boleh menghinaku!"

"Terus terang saya tak perduli apa yang sudah ia lakukan padamu... tapi tak heran apapun yang ia lakukan padamu tante rasa sangat pantas melihat dari tingkahmu yang kurang ajar itu!"

"memang buah jatuh tak jauh dari pohon. Bagaimana anak begitu juga ibunya!"

Tiba tiba Mama Annna ikut membela Anna.

"Oh ya, siapa kalian bisa menilai kami seperti itu?"

Kata Mama dengan mencela, seolah ia sedang menghadapi orang tak penting yang membuat dirinya merasa terganggu.

"Saya mamanya anna, saya tak suka dengan cara kalian yang telah menyakiti anak saya!"

"memangnya apa yang sudah kami lakukan sampai anak anda yang kurang ajar itu merasa sakit hati?"

tanya mama terdengar bosan.

"anda harus tahu nyonya yang terhormat kalau anak anda itu yang menyebabakan pernikahan anak saya jadi batal, ia sudah meracuni pikiran tunangan anak saya hingga menjadi penyuka sejenis!"

cukup kuat suara mama anna untuk di dengar oleh beberapa orang yang sedang berjalan diteras restoran, ada yang melihat kami ingin tahu apa yang sedang terjadi, namun mama nampaknya menyadari situasi ini. Ia menarik tanganku tanpa memperdulikan lagi anna dan mamanya. Tapi anna dan mamanya tetap mengikuti kami. Dari kuatnya pegangan mama aku merasa mama sudah bisa memahami apa yang erjadi dan mama juga marah. Aku takut sekali karena baru saja mama mau bicara dan memaafkanku tapi harus rusak lagi semua gara gara bertemu anna dan mamanya.

"kalian jangan menghindar, aku tak akan pernah bisa terima penghinaan ini, saya bukan binatang yang bisa kalian perlakukan sekehendak hati!"

anna nnyaris menjerit, namun tiara dengan sigap menarik anna. Tanpa terduga anna mendorong tiara hingga jatuh. Beberapa orang yang semula tak tahu namun karena Anna yang terlalu ribut, akhirnya menyadari juga kalau sedang ada pertengkaran di depan restoran. Beberapa orang yang sedang asik makan beranjak dengan cepat menghampiri kami untuk mengetahui apa yang sedang terjadi.

"kamu jangan ikut campur tiara, aku kasihan sama kamu! mengharapkan cinta dari orang yang tak mungkin bisa mencintai kamu!"

anna mengejek tiara yang terduduk. Tiara mengaduh nampaknya ia kesakitan. Tapi anna tak perduli. Aku bergegas menolong tiara memapahnya berdiri. Tiara menatap anna dengan kesal.

"oh, kamu kira aku tak kasihan sama kamu, jangan cuma bisa mengatai orang lain anna, kamu lebih parah dari aku. Apa kamu kira erwan mau sama kamu. Toh kenyataannya dia lebih memilih rio. Dan aku tak bersikap seperti kamu. Kamu tahu kalau kamu itu kayak orang yang sudah gila!"

tantang tiara tanpa rasa takut. Mendengar apa yang tiara katakan tadi membuat anna jadi semakin emosi.

"beraninya kamu bicara seperti itu padaku...!"

lengking anna tak terima. Ia menghambur untuk menyerang tiara namun tiara tanpa rasa takut menantang anna. Aku dan mama jadi kelabakan memisahkan mereka. Mama menghadang anna sedangkan aku memegang tiara erat-erat.

"minggir tante, kalau tidak jangan salahkan aku kalau tante yang aku tampar!"

anna semakin kurang ajar. Tanpa aku duga mama menjambak rambut anna dan menghempaskannya ke lantai.

"eee..e kamu hati hati ya bicara sama orang lain, kamu kira saya siapa haaa? Lancang sekali mulut kamu dasar perempuan tak tahu malu.!.., kelakuan kamu sangat kelewatan. Jangan salahkan saya kalau saya berbuat kasar.!"

kata mama denagan suara bergetar. Anna tak kenal dengan mama. Ia tak tahu sedang berhadapan dengan siapa. Mama anna yang berdiri tak jauh dari anna tampak tak terima melihat anaknya dipukul mamanya pun segera mendorong mama. Namun tenaga mama terlalu kuat untuk dilawan mama tiara yang bertubuh agak gemuk dan tak terlalu tinggi. Mama tak bergeming.

"kami tak terima ini, kalian akan kami tuntut!"

kata mama anna berapi api. Mama hanya melengos seolah ancaman dari mama anna tak membuatnya gentar.

"silahkan saja anda tuntut. Banyak saksi mata disini yang tahu kalau kalian yang lebih dahulu cari masalah. Ohh ya! saya tunggu tuntutan kalian. Saya tak takut..!"

mama menghampiri tiara dan mengajaknya pergi. Kepalaku terasa sangat pusing.

"rio! Kamu mau tunggu apa lagi. Ayo kita pulang sekarang.!"

tegur mama sambil menarik tanganku. Anna dan mamanya memandang kepergian kami dengan wajah yang masih menyiratkan kemarahan.





"ma.... aku minta maaf, aku tak bermaksud membuat mama malu tadi"

suaraku bergetar karena tak enak hati pada mama.

"sekarang tolong kamu ceritakan apa masalahnya, mama cuma kesal saja dengan gadis yang kurang ajar itu, baru sekali ini mama bertemu dengan gadis yang tak tahu malu seperti tadi.

Nampaknya mama masih marah karena ditantang gadis yang masih muda seperti anna. Aku juga tak tahu harus menghentikan anna bagaimana lagi karena aku merasa sangat terpojok, aku malu bertengkar dengan wanita dan ini sudah uintuk yang kedua kali.

"aku.. aku takut kalau mama akan marah kalau mendengar apa yang sebenarnya terjadi."

kataku dengan segan. Namun mama menjewer kupingku dengan tak sabar.

"aduh.... ma sakit!"

aku terkejut, kupingku terasa panas.

"kamu jangan rahasiakan apa apa lagi dari mama, apa lagi kejutan yang kamu berikan buat mama, rasanya mama sudah tak akan heran lagi, kamu mengambil tungangan gadis itu ya? Apa pengalaman kamu dengan sebastian dan tante kamu itu tak ada sama sekali bekasnya buat kamu!"

"tante tolong jangan marahi rio, ia juga kebingungan menghadapi masalah ini"

ujar tiara hati hati namun mama tak menggubrisnya.

"kenapa sih rio kamu suka membuat masalah, apa tak ada lagi orang lain yang bisa membuat kamu tertarik, apa kamu mau menjalani hidup yang selalu penuh dengan masalah seperti ini, sampai kapan kamu akan menyadari perbuatan kamu. Kamu jangan menyangka mama tadi membela kamu karena mama setuju dengan apa yang kamu lakukan, mama hanya tak terima kalau anak mama dihina di depan umum. Lagipula gadis itu memang benar benar kurang ajar, ia menantang mama. Ia pikir mama ini siapanya dia!"

mama bersungut sungut masih kesal.

"aku juga tak mau masalah yang seperti ini ma, aku dan erwan udah lama berteman, dari sejak aku masih kecil, aku menyukai dia dan dia juga menyukaiku. Erwan merasa kalau ia terpaksa bertunangan dengan anna karena ia tak mencintai anna, maksud erwan menninggalkan anna juga baik, ia tak mau kalau nantinya anna makin tersiksa karena menikah dengan lelaki yang tak mencintainya sama sekali...."


aku menepikan mobil di tempat yang agak teduh lalu aku ceritkan pada mama semuanya, tentang hubunganku dengan erwan tanpa ada yang terlewati. Mama mendengarkan tanpa menyela namun beberapa kali ia mengusap dadanya dan mendesah bagaikan orang yang sedang terkena sesak nafas. Setelah aku menyelesaikan ceritaku mama hanya diam beberapa saat lalu ia menarik nafas lagi seolah di dalam mobil ini kekurangan oksigen. Aku menunggu reaksi mama dengan cemas. Apakah mama akan marah lagi padaku. Aku hanya bisa berharap kalau itu tak terjadi.

"kenapa begini rumit rio, mama capek rasanya, apa yang mama harus lakukan. Rasanya mama tak tahu lagi harus bagaimana. Mama marah pun percuma. Kamu sepertinya tak akan mendengarkan mama, kamu terlalu mengikuti kata hati, padahal mama sangat berharap kamu mau menimbang perasaan orang lain, perasaan keluargamu, perasaan mama, dan juga emakmu, apa kamu tak malu kalau kejadian ini sampai diketahui banyak orang, kamu tak kasihan sama emakmu yang akan digunjing orang-orang?"


suara mama begitu sedih, aku terdiam. Aku tak bisa menjawab karena mama tak marah. Aku sadar kalau aku memang bersalah. Tapi aku juga tak menghendaki hal yhang seperti ini terjadi, aku ingin bahagia apakah itu salah. Aku mencintai seseorang, kenapa harus selalu jadi masalah. Kenapa tak bisa tenang mencintai orang yang aku sukai.

"tolong lah nak, mama sangat menyayangimu, tolonglah kamu berubah demi mama, apa kamu mau seumur hidup kamu hanya akan menanggung beban yang kamu sendiri tak tahu kapan akan berakhir, berkorbanlah sedikit, kamu buka matamu, tiara ada untuk kamu, ia mau mengerti dengan keadaan kamu apakah itu kurang bagimu?"

air mata mengalir dari pelupuk mata mama yang aku lihat agak cekung, aku menunduk. Rasa bersalah menyergap dalam batinku.

"aku menyayangi erwan ma"

kataku lemah menahan airmata yang nyaris tumpah. Tiara tertunduk.

"apakah erwan juga menyayangimu?"

tanya mama tanpa melihatku.

"iya ma, ia sangat menyayangiku"

bibirku bergetar.

"mama mau bertemu degan erwan!"

aku menatap mama dengan heran, rasanya aku tak percaya dengan apa yang aku dengar. Mama mau bertemu dengan erwan, apa yang mau mama lakukan?

"buat apa ma?"

tanyaku terbata-bata.

"pokoknya mama mau bertemu dengan dia, kita harus luruskan kesalahpahaman ini, mama tak mau kamu mendapat masalah!"

kata mama dengan tegas. Keringat dingin menglir di pelipisku. Aku tak tahu bagaiman cara menolak permintaan mama.

"sekarang antar mama kerumah fairuz, nanti malam ajak erwan bertemu mama, kita bicarakan masalah ini dengannya. Kamu jangan mengelak lagi. Pokoknya semuanya harus kita selesaikan. Setelah itu kamu harus ikut mama ke palembang. Nampaknya tinggal disini membuat kamu semakin parah!"

kata mama tanpa dapat ditawar tawar lagi. Sementara tiara hanya diam dan menatapku dengan pandangan yang sedih. Sepertinya aku tak bisa menentang mama lagi. Aku tak mau bermasalah lagi dengan mama. Apakah aku harus meninggalkan erwan lagi, sementara hatiku sudah sangat mencintainya. Mungkin tak akan ada yang bisa memahami perasaanku ini, tak akan pernah ada.



Aku mengantar mama kerumah kak fairuz, aku tak turun dari mobil. Setelah mama masuk ke dalam aku menginjak gas perlahan meninggalkan rumah kak fairuz.

"aku minta maaf kak, aku tak bermaksud membuat hidup kakak jadi kacau, aku menyesal kalau ini malah membuat kakak jadi semakin bermasalah"

kata tiara agak takut.

"sudahlah tiara semua sudah terlanjur, kamu tak salah kok, semua ini salah kakak juga. Cuma kakak tak menduga kalau anna akan berlaku sejauh itu, kenapa sih ia tak bisa terima kalau erwan tak jadi tunangan dengannya, kakakjuga tak pernah menyuruh erwan melakukan itu. Tapi nampaknya ia menyalahkan kakak"

"ya namanya juga orang yang sedang jatuh cinta kak, ketika kekasih yang sangat ia harapkan menjadi pendampingnya itu pergi meninggalkan dia, tentu saja ia akan marah dan sakit hati. Sifat manusia memang tak bisa ditebak, ada yang pemaaf, ada yang pendendam. Makanya kakak juga mesti berpikir sebelum membuat keputusan yangmenyangkut hidup orang lain juga."

tiara menasehatiku tanpa ada kesan unuk menggurui sama sekali. Itu semua atas dasar rasa perdulinya. Aku menatap mata tiara. Nampaknya ia juga sangat tersiksa dengan keadaan ini.

"kakak minta maaf, tak seharusnya kamu masuk terlalu jauh dalam masalah kakak, sekarang kamu bermasalah dengan anna, padahal kalian itu sahabat."

kataku putus asa.


"jangan pikirkan itu kak, aku yakin aku bisa mengajak anna bicara baik baik, aku juga tak akan memaksa kakak, kalau memang kakak tak akan pernah bisa menerimaku. Aku akan mundur kak, tapi aku akan selalu jadi sahabat bagi kakak, aku tak akan membuat kakak merasa tak nyaman lagi."

"rasanya susah dek, mama sudah mengenalmu. Aku tahu mama pasti akan terus memaksa kakak berpacaran denganmu. Bukankah tadi apa yang mama katakan sudah jelas. Ia akan mengajak kakak ke palembang lagi agar kakak tak lagi dekat dengan erwan. Mama mau kakak hanya dengan adek. Itu membuat kakak bingung, kakak tak mau kalau kejadian erwan dan anna terjadi pada kita!"

kataku sambil terus menatap jalanan yang masih ramai. Pikiranku tak tenang.

"aku bukan anna, kakak jangan kuatir... aku sudah tahu kakak apa adanya dan aku juga tak akan menuntut apa apa dari kakak, aku hanya mencintai orang yang tak mencintaiku, itu saja kok dan itu bukan masalah yang besar, aku yakin bisa mengatasinya nanti"

tiara berusaha tegar.

"mungkin hanya waktu yang bisa menjawab semua ini, semua sudah ada yangmengatur dek, kalau memang nanti kita berjodoh kaka tak akan berusaha lari. Kakak juga tak mau menjalani hidup yang selalu penuh dengan masalah."

kami telah sampai dirumah tiara. Aku berhenti di depan rumahnya. Tiara tak langsung turun.

"kak, jangan membenciku.."

tiara terdengar bagai mau menangis. Aku tersenyum padanya walau berat.

"tak ada alasan membencimu tiara, jangan kuatir..."

"yakin lah setiap masalah akan ada jalan keluar kak, kalau begitu aku masuk kedalam dulu ya, hati hati dijalan!"

kata tiara sambilmembuka pintu dan turun dari mobil. Aku memandangi tiara yang berjalan dengan lesu kerumahnya. Setelah ia menutup pintu aku meninggalkan rumahnya. Aku tak langsung pulang kerumah,. Tapi aku berbelok menuju kerumah erwan. Aku harus menemuinya sekarang.

PELANGI DI LANGIT BANGKA (KISAH RIO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang