PELANGI DI LANGIT BANGKA (KISAH RIO) 28

1.1K 24 3
                                    

#32 TAK ADA YANG ABADI
Aku tersentak kaget tak menyangka kalau aku bakalan mengenai bagian itunya rian, mungkin karena rasa kesakitan yang terlalu, rian langsung tersungkur hingga jatuh sambil mengaduh aduh. Aku mendekati rian dengan panik, aku sekarang malah jadi kuatir sama rian, aku tak mau kalau ia sampai mati karena aku. Jangan sampai itu terjadi karena aku belum siap kalau sampai kena penjara karena membunuh.

"rian kamu tak apa apa..?"
Aku membungkuk sambil memegangi rian.

"tak apa apa kepalamu..!"
Rian masih saja ketus walaupun saat ini dia sedang kesakitan.

"maaf yan, bukan maksudku membuatmu jadi begini..."
Dengan gemetaran dan sisa keberanian yang aku miliki aku mencoba memeriksa luka pada bagian yang tadi aku hujam. Namun rian dengan kasar menepis tanganku.

"pergi atau aku bunuh kamu sekarang rio.. pergi..!!!"

Rian membentakku setelah itu meringis lagi. Aku bisa saja pergi sekarang, namun darah yang keluar dari rian sangat banyak, aku takut ia bakalan mati kehabisan darah.
Dengan hati hati aku menyentuh lagi luka rian, kali ini ia tak melawan, namun mukanya benar benar pucat sekarang, rian juga terlihat makin lemas karena darah yang tak berhenti juga mengalir dari tadi.


"aku minta maaf rian... aku tak bermaksud menyakitimu... aku tak sengaja.."


"kamu jahat rio... kamu menghianatiku..."

Suara rian berubah sengau. Ia menggigit bibir menahan kesakitan, aku berdoa dalam hati semoga tak terlalu parah lukanya, meskipun aku juga sedang terluka namun aku tak hiraukan lagi, aku hanya memikirkan nasib rian.
Aku mengangkat tubuh rian dan memapahnya ke mobil. Aku baru ingat tadi kuncinya terjatuh .


"rian kamu jangan mati dulu.. aku mau cari kunci sebentar, kita harus kerumah sakit
sebelum kamu kehabisan banyak darah."


"kuncinya ada di saku bajuku rio... tadi aku pungut sewaktu jatuh,.."

Rian terduduk disisi mobil. Tanpa menunggu lagi aku merogoh saku kemeja rian dan menemukan kunci yang aku mau. Bergegas aku membuka pintunya lalu menolong rian masuk. Aku menyalakan mesin lalu meninggalkan tempat terkutuk ini. Kejadian ini tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.
Sambil menyetir sesekali aku melihat ke rian, darah masih merembes lewat celana katun yang ia pakai. Sekilas dari celana yang robek terkena pisau aku melihat luka yang cukup membuat aku nyaris bergidik, kemaluan rian nyaris terpotong setengah, aku tadi memang benar benar panik, waktu mengibaskan pisau, aku memejamkan mata. Jadi aku tak mengira kalau yang kena bagian yang paling vital darinya.


"kenapa kamu melihatku seperti itu, kamu sudah puas kan sekarang..."

Rian berdesis sambil melirikku setengah terpejam.


"kenapa kamu mau membunuhku, kenapa rian..?"
aku menangis karena sedih yang aku rasakan, orang yang selama ini begitu aku sayangi tega mau menghabisi nyawaku. Padahal aku telah banyak berkorban demi dirinya, apakah semua itu tak ada artinya bagi rian.


"aku sangat mencintaimu rio... kamu tak tau itu.. kamu tak tau.."


"aku juga sangat mencintaimu, kalau kamu mencintaiku kenapa kamu mau aku mati..?"


"aku lelah, aku tak mau melihat kamu dengan orang lain.. kamu tak menimbang perasaanku, kamu lupakan janji kita.. kamu dua kali menghianatiku.."

Setelah mengatakan itu rian langsung pingsan. Untung saja aku telah dekat dari rumah sakit, tanpa berpikir lagi aku melajukan mobil lebih cepat dan memasuki pagar rumah sakit. untung saja ada beberapa perawat yang sigap membantuku saat melihat aku kesulitan membopong rian turun dari mobil.

rian segera dibawa ke UGD dan aku juga ikut dirawat untuk mengobati luka pada bahuku.

aku menunggui rian dengan cemas, aku tak berhenti berdoa untuknya. aku benar benar kalut sekarang, tak ada yang dapat menggambarkan perasaan yang aku rasakan saat ini, betapa banyak beban masalah yang harus aku tanggung tak henti hentinya, mungkin memang aku sudah tak ada alasan untuk tinggal lebih lama lagi disini, aku tak dapat lagi bertahan kalau begini caranya.

mungkin sudah saatnya aku kembali ke asalku dimana tempat yang lebih damai yang memberikan perasaan damai dan tenang, aku harus membuat keputusan bagi diriku sendiri. ternyata hidup dengan ibu kandung tak selamanya lebih tenteram. aku merindukan saat saat yang bahagia dulu semasih bersama emak.

kalau semua ini sudah selesai aku tak akan menunggu lama lagi disini, aku akan kembali ke bangka. aku akan mencari emakku dan bersimpuh dikakinya.

sudah bermenit menit hingga berganti jam aku menunggu rian dengan cemas. aku tak punya cukup uang untuk membayar biaya rumah sakit ini, meminta sama mama tak mungkin untuk saat ini, aku tak tau harus cari uang kemana.

pinjam sama teman juga hampir tak ada gunanya, otakku benar benar buntu. bahuku terasa nyeri, sekarang baru terasa sakitnya. tiba tiba aku teringat dengan papaalvin. kenapa aku sampai lupa padanya, aku bisa minta tolong padanya, bukannya papa pernah berkata akan memberikan apa saja yang aku minta selama ia mampu.

aku harus telpon dia sekarang, aku yakin ia punya uang. tapi aku juga tak mau kalau ia sampai tau dengan kejadian ini. apa alasan yang harus aku berikan padanya agar ia tak curiga.

aku akan kerumah papa sekarang, semoga saja ia ada dirumah, karena hanya dialah yang dapat aku harapkan sekarang ini, semoga saja ia ada di rumah. tapi sekarang masih jam tiga pagi. aku juga tak enak kalau mengganggu papa sepagi ini, itu hanya akan membuat ia jadi curiga, terpaksa aku harus menunggu sampai besok.

kalau papa menanyakan tentang bahuku yang di perban aku juga harus mencari alasan untuk itu.

suster menghampiriku untuk konfirmasi operasi untuk rian, lukanya ternyata cukup parah, tanpa berpikir panjang lagi aku menyetujui agar dilakukan operasi secepatnya bagi rian. aku tak mau terjadi apa apa sama dia, semua adalah salahku juga hingga rian jadi begini. kalau bukan karena sakit hatinya padaku tak mungkin ia akann berbuat nekat seperti itu. aku yang bertanggung jawab atas semuanya yang terjadi. aku sudah dapat pelajaran berharga dari sikapku. aku tak membenci rian sedikitpun. saat ini aku hanya mau menyelesaikan masalahku satu persatu.

aku menandatangani segala berkas yang harus aku tandatangani agar operasi dapat segera di laksanakan. aku tak memikirkan lagi dompet yang sudah tiris, itu bisa di pikirkan nanti.

aku menunggu lagi dengan gelisah, aku mau bertemu rian dan memastikan kalau keadaannya baik baik saja. aku hanya berdoa dan berharap yang terburuk pergi jauh jauh, sudah cukup masalahku, aku tak sanggup lagi kalau harus bertambah lagi.

"rio lagi ngapain kamu..?"

suara kak fairuz mengagetkanku, aku baru sadar kalau aku telah membawa rian kerumah sakit yang sama dengan tempat papa dirawat, aku jadi kelabakan. bagaimana aku harus menjelaskan sama kak fairuz, kenapa aku jadi begini bodohnya karena panik.

"a... aku.. menunggui teman.. iya,.. aku menunggui teman..!"

jawabku asal karena bingung bagaimana harus bohong, aku takkan bisa terus berbohong karena kak fairuz akan segera tau karena ia tiap hari disini menunggui papa. ia akan sering bertemu denganku.

"kenapa kamu tak pulang kerumah dek.. siapa yang kamu tunggui..?"

kak fairuz ingin tau.ia menatapku tajam seolah curiga karena tadi aku menjawab dengan gugup.

"aku belum berani pulang kak, aku malu sama mama dan keluarga yang lain,.."

aku menunduk menghindari mata kak fairuz yang seolah ingin mengulitiku.

"terus kamu jaga siapa disini..?"

"rian kak.."

"kenapa dia, sakit apa..?"

desak kak faruz keheranan.

"dia lagi di operasi.. dia.."

"kenapa dia rio, apa yang terjadi.. apa kalian kecelakaan, tuh tangan kamu kenapa pula sampai kena perban seperti itu.. benar ya kalian kecelakaan?"

tanya kak fairuz jadi panik, aku tau walaupun dia bukan kakak kandungku sama juga seperti kak faisal, namun kak fairuz menyayangiku seperti juga kak faisal dulunya.

"bukan kak..."

aku menahan lagi airmataku agar jangan sampai turun, aku harus kuat, aku akan jujur pada kak fairuz sekarang, aku akan ceritakan semuanya pada dia.

"kenapa dek, katakan pada kakak ada apa, apa yang terjadi sama kamu dan rian, kakak tau pasti ada yang kamu sembunyikan, ceritakan saja sama kakak,.. kamu tau kakak bisa dipercaya, jangan menyimpan sendiri segala beban kamu.."

kak fairuz menentuh pundakku lalu duduk disampingku, akhirnya aku tak dapat lagi menahan sesak yang aku tahan dari tadi. seiring airmataku tumpah, tumpah pulalah pengakuanku, aku menceritakan segala detil kejadian yang barusan aku alami, bagaimana aku bertahan hingga saat ini aku masih hidup dan akhirnya rian yang jadi korbannya.

kak fairuz diam mendengar aku bercerita dengan serius, sesekali ia mengusap mukanya.

"kamu masih mau membantu dia sementara tadi dia mau membunuhmu, makanya dari awal kakak sudah peringatkan kamu, jangan berhubungan sama rian, dia itu tak baik.. kamu masih ungat kan kalau kakak bilang ada yang lain dari anak itu, sekarang kamu yang kena sendiri akibatnya..!"

kak fairuz nampaknya sangat kesal sekali.

"memang kak, tapi akulah yang menyebabkan dia melakukan ini kak, aku juga tak bisa cuci tangan, sekarang aku telah dapat pelajaran dari semuanya..."

aku memandang wajah kak fairuz sekilas lalu menunduk lagi.

"kalau sampai dia tadi membunuhmu, kakak bersumpah akan membunuhnya dengan tangan kakak sendiri...!"

ujar kak fairuz berapi api.

"sekarang apa yang akan kamu lakukan dek, mama kamu marah sekali sama kamu, kakak sudah cerita semua sama mama kakak, beliau menanyai kamu terus.. mama kuatir memikirkan kamu dek.."

"kakak cerita sama mama kakak, kenapa kak... aku malu sama tante lina.."

"tak apa apa dek, kakak kenal siapa mama.. orangnya cukup demokratis kok.. ia malahan marah sekali setelah tau reaksi mama kamu, mama suruh kakak kasih tau kamu kalau mama menyuruh kamu menemuinya di hotel, mama mau bicara sama kamu.."

kak faruz tersenyum padaku seolah dengan itu ia ingin mengatakan kalau aku tak perlu terlalu kuatir.

"nanti kak kalau rian udah bisa ditangani aku akan ke hotel."

aku berusaha tersenyum meski terasa begitu beratnya.

"oh ya, pasti adek butuh uang sekarang, kakak tau adek pasti tak pegang uang.. tunggu kakak mau ngambil uang dulu ke ATM.."

kak fairuz berdiri.

"nggak usah kak, aku sudah terlalu merepotkan kakak, lagipula kakak pasti lebih membutuhkan uang itu, kakak kan baru menikah pasti butuh banyak uang.

aku menolak karena merasa tak enak hati.

"tak apa apa dek, itulah gunanya seorang kakak....dari pernikahan kemarin kan kakak lumayan dapat banyak uang, lagipula kakak juga nggak bisa kasih terlalu banyak juga, kalau masalah uang untuk biaya operasi rian nanti kakak cari cara bagaimana mendapatkannya."

kak fairuz meninggalkanku tanpa menunggu aku menjawab. aku memandangi kak fairuz hingga ia keluar dari lorong rumah sakit menuju ke mesin ATM.


tak lama kemudian kak fairuz kembali dan memberikan sejumlah uang padaku, aku tak menghitungnya lagi karena aku bisa melihat jumlahnya lumayan lah untuk aku bertahan selama tak tinggal dirumah.

"makasih kak, aku janji akan ganti semuanya nanti.."

kataku sambil mengambil dompet di kantong lalu memasukan uang itu dalam dompet.

"jangan dipikirkan dulu, kamu juga jangan lupa jenguk papa.. tadi papa sudah agak mendingan..."

"aku malu sama papa kak, aku takut kalau ia melihatku malah sakit jantungnya kumat lagi, aku ingin menunggu semua lebih tenang, daripada akan terjadi hal yang fatal dan aku semakin dibenci mama.."

aku mendesah, aku kenal sekali dengan mama... ia bukan tipe pemaaf, aku sudah membuat dia kecewa, entah apa yang akan ia lakukan setelah papa sembuh.

"papa pasti memaafkan kamu dek, mungkin saat itu papa lagi shock aja, siapa gak kaget dek liat hal yang gituan, jangan kan adek sama om sebastian, sama cewek juga mungkin papa jantungan..."

kak fairuz berasumsi sendiri, namun aku sendiri tak yakin apa mungkin papa akan memaafkan aku, sedangkan kesalahan yang aku buat sudah sangat besarnya. apalah kekuatanku hanya sebagai anak tiri papa harlan tak mungkin ia akan melupakan begitu saja.

"semoga kak, kalau begitu aku mau melihat kondisi rian dulu kak, aku juga belum mengabarkan keluarganya karena ku bingung bagaimana cara menjelaskan semua kejadian ini.. kakak bantu aku berdoa semoga semuanya akan baik baik saja..."


"iya dek, kakak pasti berdoa... satu pesan kakak, jauhi dia setelah ini dek, jangan uat masalah lagi... demilian juga dengan om sebastian, sekarang adek harus tau rumah tangganya sedang kacau, kakak dengar ia dan tante sukma mau bercerai..."

ternyata kak fairuz juga sudah tau mengenai masalah itu, aku yakin tak lama lagi tante laras dan kerabat yang lain juga akan tau, mengapa harus begini jadinya. aku benar benar telah merusak segalanya. memang tak ada lagi alasan bagiku untuk tetap tinggal, aku akan pergi. meskipun kuliahku belum selesai, aku hanya bisa merencanakan sesuatu, pada akhirnya hanya tuhan yang berkuasa menentukan, aku hanya akan kembali sebagai rio yang dulu yang tak bisa di andalkan apa apa.

"katanya mau lihat rian, tapi kok malah melamun.."

kak fairuz menegurku.

"iya kak, aku tinggal dulu ya.."

aku pamit pada kak fairuz. ia tersenyum dan mengangguk.

ternyata rian sudah di pindahkan di kamar perawatan, operasinya sudah selesai. menurut dokter segalanya sudah bisa diatasi, hanya kemungkinan buruk yang dapat terjadi adalah rian mungkin saja bisa impoten setelah ia pulih nanti.

aku tak dapat membayangkan sampai itu terjadi, aku akan menyesal seumur hidupku, walaupun aku menyaayanginya, aku masih berpikir pada waktunya nanti ia akan menikah dan punya anak, kalau ia sampai impoten hal itu tak akan pernah terwujud, rian telah kehilangan masa depannya.

aku masuk ke kamar rian setelah dapat ijin dari dokter, rian masih terbaring dan terlihat pucat. aku menghampirinya perlahan.

"kenapa kamu selamatkan aku..seharusnya kamu biarkan aku mati.."

ujar rian dingin tanpa melihatku, matanya terpaku menatap langit langit.

"aku mminta maaf yan, aku tak mungkin membiarkanmu..."

"kamu puas kan sekarang, kamu bisa mentertawakanku..."

"jangan bicara seperti itu yan, aku tak sedikitpun terlintas untuk mentertawakanmu.."

aku mendesah, batinku terasa sakit melihat keadaan rian yang seperti ini, sekarang ia terbaring tanpa daya, itu semua karena kebodohanku. tak henti hentinya aku menyesali.

aku mendekat ke rian sambil menarik kursi dan duduk dekatnya, rian menoleh ke arah lain menghindariku.

"aku tau kamu marah sekali padaku, kesalahanku tak mungkin kamu maafkan, apa yang harus aku lakukan agar kamu bisa membayar semua ini..."

aku bertanya dengan menguatkan hati. airmataku jatuh bergulir tanpa kusadari.

"kamu boleh saja minta maaf, tapi hatiku telah kamu sakiti seperti ini rio, kamu yang aku sayangi, tapi kamu juga yang membuat aku menderita, kamu tak sedikitpun menghargai aku, kamu seenaknya mempermainkan aku.."

jawab rian masih terus melihat kearah dinding. ia tak mau melihatku. ingin rasanya aku menyentuhnya, namun aku merasa tak pantas lagi. aku memang mimpi buruk baginya.

"masih sakit yan,,?"

"rasa sakit ini tak seberapa dengan sakit hatiku rio... kapan kamu dapat menghargai aku, kamu hanya memikirkan diri sendiri.."

suara rian jadi makin serak. aku tau rian pasti sedang menangis. aku memberanikan diri menyentuh pundaknya. rian tak bergeming, tak juga menepisnya.

"aku hanya mau memastikan kalau kamu baik baik saja rian.."

mendadak rian menoleh dan menatapku dengan sangar.

"aku tak akan pernah baik baik saja setelah ini, aku yakin kamu pasti tau... atau kamu memang sengaja tak mau tau...apa yang telah kamu lakukan padaku tak akan aku lupakan rio... aku tak akan pernah lupakan sampai mati..."

"kamu mau membunuhku lagi, kamu mau melakukannya lagi, apakah kamu yakin akan puas kalau aku sudah mati.. kamu akan menikmati saat kamu membunuhku, apakah itu yang dinamakan cinta..kamu bukan cinta rian, tapi kamu hanya mau menguasaiku, kalau kamu sadar selama ini mungkin aku takkan pernah meninggalkanmu, kamu ingat kembali, kapan kamu membuat aku merasa benar benar nyaman bersamamu... tiada hari yang kita lalui tanpa bertengkar, kamu hanya ramah kalau lagi diatas ranjang saja, apakah yang kamu mau aku terus terusan diatas ranjang bersamamu agar aku bisa merasakan kasih sayangmu setiap saat, apa artinya itu semua... itukah cinta menurutmu..?"

kata kata itu meluncur begitu saja tanpa dapat aku kendalikan. aku tak perduli lagi andaikan rian mau marah sekalipun, aku sudah tak dapat lagi memendamnya lebih lama, rian tak sadar juga apa kesalahannya. ia hanya bisa menyalahkan aku, apa ia tak tau kalau saja ia dapat memberikan rasa nyaman padaku mana mungkin aku bisa meninggalkannya. rian tak juga berubah.


"kamu tak pernah mengatakannya selama ini, aku sudah berusaha memberikan yang terbaik, tapi kamu juga sering membuat aku cemburu.."

rian sudah agak melunak.

"apakah aku bersalah kalau ada yang menyukaiku, tapi aku tak lantas membalasnya kan, begitupun yang aku rasakan kalau ada yang mencoba mendekati kamu yan, tapi aku tahan... aku mempercayaimu, aku yakin kamu tak akan membuatku kecewa... tapi rasa cinta tak cukup yan, kamu juga harus memberikan pengertianmu, bukan hanya ingin aku memperhatikanmu tiap waktu, aku manusia yang butuh bergaul, aku tak bisa hanya bersamamu terus, kadang ada masalah keluarga yang tak dapat aku ceritakan padamu, aku tau kamu sedang banyak masalah dan aku tak mau menambah beban pikiranmu.."

rian diam seribu bahasa ta menjawab, sesekali ia meringis. sepertinya pengaruh obat bius sudah hampir hilang. aku mencoba memeriksa bagian tubuh rian yang tadi di operasi. rian tak menolak. aku menyingkap kain yang menutuoi tubuhnya sebatas pinggang. rian tak memakai apa apa dibalik baju rumah sakit itu. bagaikan seorang anak yang habis di khitan kemaluannya terbungkus perban dan pelontos. aku menyentuhnya dengan hati hati.

"rio.. jangan tinggalkan aku.."

rian mendesah.

"apakah kamu bisa merasakan aku memegangnya?"

tanyaku ingin tau.

"tentu saja, lebih lama lagi kamu pegang, aku jamin kalau lukanya akan kembali terbuka yo.."

rian masih saja bisa melucu disaat seperti ini. aku tersenyum dan menjauhkan tanganku dari area yang begitu akrab denganku selama ini.

"aku sudah berjanji itu hanya untukmu rio, tapi kamu merusaknya.. kamu tak perlu lagi itu kan.. kamu sudah ada yang baru.."

ujar rian dengan nada getir.

"jangan bicarakan itu dulu, yang penting sekarang kamu harus sembuh.."

aku mengusap rambut rian dengan sabar, aku tak perlu meladeninya untuk bertengkar, saat ini hanyalah kesehatan rian yang paling penting. aku berdiri bersiap untuk pergi.

"kamu mau kemana rio, jangan tinggalkan aku, tak ada yang menemaniku disini..."

rian beringsut. aku segera menahannya.

"kamu jangan terlalu banyak gerak yan, nanti luka bekas operasinya terbuka lagi, apa kamu mau dioperasi ulang, nanti punya kamu beneran putus loh kalau dokter kesal...!"

"biarin aja... kamu sudah tak perduli juga padaku, mana janjimu dulu tak akan meninggalkan aku...?"

tuntut rian gelisah.

"aku hanya mau menemui papa yan, aku mau pinjam uang sama papa untuk biaya pengobatan kita..."

"aku lagi lagi menyusahkan kamu rio, kenapa tak kau biarkan saja aku mati, jadi kamu tak perlu pusing, aku juga lebih tenang.."

ujar rian asal.

"siapa bilang kalau mati kamu akan tenang, apa kamu tak tau apa hukuman mati bunuh diri setelah berusaha membunuh orang lain.. kau pikir kau akan disambut malaikat dengan penuh sukacita di surga dan kamu bisa duduk tenang sambil ngopi meljhat aku disini... kalau kamu masih hidup artinya tuhan masih punya rencana lain untuk kamu, jadi sukurilah keadaan.. uang bisa diusahakan.. nyawa tak ada gantinya..."

aku menasehati rian, ia tak menjawab lagi.

"dan tolong jangan buat hal gila lagi, aku yakin kamu sudah dapat pelajaran berharga dari semua ini.. tunggu aku sebentar saja, aku pasti kesini lagi.. jangan bandel, turuti apa yang perawat sarankan.."

aku mengultimatum rian sebelum meninggalkannya.

"iya tapi jangan lama lama ya.."

rian merengek bagai anak kecil. aku hanya tersenyum melihatnya.



*******

PELANGI DI LANGIT BANGKA (KISAH RIO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang