PELANGI DI LANGIT BANGKA (KISAH RIO) 30

1.3K 33 2
                                        

#34 BERJUMPA SAHABAT LAMA
"ada apa sebenarnya ini nak, kenapa kamu mau kembali lagi kesini, apakah kamu ada masalah, bukannya selama ini kamu sudah tenang di palembang bersama keluarga kamu yang sesungguhnya, kamu tau sendiri bagaimana kalau tinggal di sini, soalnya emak tak punya apa apa, emak takut nanti kamu yang sudah terbiasa dengan kemewahan jadi menderita disini.."

ujar emak murung. namun aku bisa merasakan kalau sebenarnya emak masih menyayangiku seperti dulu.

"mak, aku tak masalah tanpa kemewahan, aku kangen masa masa aku masih tinggal sama sama emak disini, kalau emak mengijinkan aku mau kembali lagi kesini mak, apa emak keberatan karena sekarang aku sudah dewasa, aku bisa kok bantu bantu emak seperti dulu...aku sayang sama emak.."

rasanya sedih sekali saat mengatakan ini, mengapa aku harus bagaikan orang asing saat ini.

"kalau emak sih tak pernah keberatan kalau kamu mau balik kesini, cuma emak tak menyangka kalau kamu mau tinggal disini lagi, emak senang mendengarnya, cuma itu tadi yang bikin emak kuatir, bagaimana dengan mama kamu nak, apakah ia sudah mengijinkan kamu tinggal disini..?"

tanya emak agak ragu, apakah emak takut kalau mama akan datang dan membuat masalah lagi disini, kalau itu yang jadi masalahnya aku bisa memahami ketakutan emak, karena aku sendiri pun sudah tau bagaimana sikap mama.

"aku diusir dari rumah mak, mama tak mengijinkan aku tinggal dirumah lagi, jadi aku memutuskan kembali kesini, sebenarnya papa menyuruhku tinggal dengannya, tapi aku memilih pulang kesini karena aku ingin tinggal bersama emak, mama sendiri tak tau kalau aku pulang ke bangka mak.."

aku menjelaskan pada emak dan berharap emak mau mengerti. nampaknya emak agak kebingungan juga mendengarnya.

"kalau memang begitu tinggalah disini lagi, pintu rumah ini selalu terbuka bagi kamu anakku, karena bagi emak kamu tetap anak emak, yang setiap hari emak rindukan.. selamat datang kembali nak..."

seiring kata kata emak itu, hujan turun dengan derasnya bagaikan langsung dikucurkan dari langit. aku memeluk emak erat erat. emak membelai rambutku. sementara itu papa, yuk tina dan yuk yanti hanya memandang kami dengan terharu.

"oh ya rio, bagaimana dengan kuliah kamu, apakah sekarang kamu sudah jadi seorang sarjana, wah selamat ya dek... ayuk sangat bangga sekali sama kamu... akhirnya ada juga yang jadi sarjana di keluarga kita.."

yuk tina nyeletuk senang. mendengar itu aku jadi terdiam, aku belum jadi sarjana, aku berhenti kuliah begitu saja.

"aku belum selesai kuliah yuk, aku berhenti.."

jawabku apa adanya.

"kok berhenti dek, sayang sekali kalau begitu, padahal ayuk kira kamu pulang karena kuliah kamu sudah selesai, kenapa kamu tak menyelesaikannya dulu sebelum pulang.."

suara yuk tina bernada kecewa. aku tak tau harus bagaimana, mungkin mereka akan mendengar hal lain yang akan membuat mereka makin kecewa, kalau hanya masalah kuliah itu bukan masalah besar karena aku masih bisa melanjutkan di bangka, aku yakin papa mau membiayaiku untuk itu, tapi kalau aku ceritakan apa yang menyebabkan mama membenciku, aku tak yakin kalau mereka akan menerimanya dengan lapang dada.

"ayuk tenang sajalah, kuliah kan bisa dimana saja, lagian kan aku masih bisa kuliah di bangka.. aku pasti akan kuliah lagi yuk, cuma saat sekarang ini aku mau tenang dulu, aku janji akan membuat kalian bangga.."

"iya, rio kam masih bisa kuliah disini, aku akan mengurusnya nanti, yang penting sekarang dia bisa menenangkan pikirannya dulu, kasihan dia sedang banyak beban pikiran.."

papa membantuku untuk menjelaskan. aku lihat wajah yuk tina kembali cerah.

"oh ya nyaris lupa bikin minuman buat kalian.. tunggu sebentar ya.."

yuk yanti nyengir sendiri sambil pergi ke dapur.

kami melanjutkan melepas kangen sembari menunggu hujan reda. yuk tina menyuguhkan kopi panas dan sepiring kue nagasari, kue yang sangat aku sukai, kue yang biasa aku makan dari aku masih kecil, rupanya emak masih membuat kue itu.

"tak tau ada angin apa semalam emak jadi pengen banget bikin kue nagasari, ternyata kamu datang nak, kamu pasti suka kan, seingat emak itulah kue kesukaan kamu dari dulu, tapi mungkin sekarang kamu sudah banyak makan yang enak enak.. jadi kamu tak suka lagi kue kampung kayak itu.."

emak memandangi kue itu bagaikan sedang menerawang masa lalu. mungkin emak sedang mengenang saat saat dulu yang pernah kami lalui bersama dengan bahagia.

"tentu saja rio masih suka mak, kadang kalau rio makan kue itu pasti emak yang langsung rio pikirkan.."

"kamu sekarang sudah begitu dewasa, makin putih sekarang, tadi emak nyaris pangling liat kamu..seakan tak percaya rasanya kamu ada di sini, setiap hari emak selalu berdoa untuk kamu agar kamu selalu dilindungi yang maha kuasa, emak juga berharap sekali bisa bertemu kamu lagi, namun emak tak menyangka setelah sekian lama doa emak dikabulkan Allah..."

"aku minta maaf mak baru bisa kembali sekarang, kadang aku memang mau pulang ke bangka, tapi aku mau menunggu setelah aku berhasil, namun ternyata hanya tinggal impian saja.."

aku mendesah.. memang kadang kenyataan tak seindah apa yang diimpikan.

"kamu bilang lagi ada masalah, memangnya apa masalah kamu nak, sepertinya berat kalau sampai mama kamu mengusirmu dari rumah, apakah kamu memakai obat obatan terlarang, soalnya emak liat kamu sangat pucat sekali seperti habis sakit.."

emak belum tau dengan bahuku yang luka karena masih aku tutupi dengan jaket, memang sih agak sulit untuk menggerakan tangan karena sekarang sudah agak bengkak mungkin lagi tahap penyembuhan.

"nggak kok mak, bukan itu masalahnya, rio juga nggak doyan sama obat obatan terlarang, nanti rio akan ceritakan.."

"ya sudah, tuh dimakan kue nya.. dik alvin juga silahkan diminum kopinya, maaf hanya ala kadarnya saja soalnya terlalu mendadak.."

emak menawari papa dengan ramah, papa mengambil cangkir diatas meja dan meminum isinya sedikit.

"kalian pasti belum makan ya, yanti lagi masak di dapur, tadi emak sudah masak sih, tapi tak banyak karena tak menyangka kalian akan datang kemari, tak apa kan kalau mak tinggal sebentar, lagian hujan masih deras kalian belum bisa kemana mana, emak mau masak yang banyak buat kamu dan papamu.."

"nggak usah repot repot kak, saya juga belum terlalu lapar kok, cuma kalau memang kakak masih ada yang mau dikerjakan tak masalah kok, saya bisa ngobrol sama rio.."

ujar papa dengan pengertian.

sementara menunggu emak dan ayuk ayukku menyiapkan makanan untuk kami, aku dan papa membahas bagaimana rencana untuk aku ke depannya nanti. rencananya papa menyuruh aku melanjutkan kuliahku di bangka saja, papa berjanji akan mengurus semuanya untukku.

papa juga mengatakan kalau kartu yang aku pegang bisa aku gunakan uangnya untuk kebutuhanku serta membantu emakku, papa tak keberatan karena papa memang ingin melakukan sesuatu yang bermanfaat untukku.

aku mengobrol dengan papa hingga emak memanggil untuk makan siang. aku mengajak papa ke dapur, aku melihat dapur yang sekarang sedikit agak besar ketimbang dulunya. meja dan kursi makan dari kayu telah berganti satu set kursi plastik warna putih dan meja kayu yang lebih baru.

tercium aroma yang sangat lezat, aku sudah tak sabar lagi mencicipi masakan emak yang sudah lama tak kurasakan. papa juga seperti antusias memandang isi diatas meja, masakan emak memang agak pedas ketimbang masakan bik tin di palembang.

emak masak sayur kacang panjang di lempah darat dengan cacahan ikan pari panggang, sambal terasi dengan lalapan ketimun, pepaya muda di rebus, daun singkong rebus dan juga ada udang di lempah kuning asam pedas.

aku dan papa makan dengan lahap hingga nambah lagi nasinya hingga dua piring. aku berdiri dari kursi dengan perut kenyang dan kepedasan, sudah lama aku tak makan sepuas ini.

kami berkumpul lagi diruang tamu dan mengobrol sambil menunggu hujan reda. emak banyak bercerita pada papa tentang masa kecilku, aku kadang tertawa karena malu, papa begitu antusias mendengarnya. diam diam aku memandangi wajah emak, ada guratan dan kerutan kerutan pada wajahnya yang sekarang.

saat hujan sudah reda, hari sudah agak sore. papa menelpon lagi temannya untuk minta di jemput lagi, kata papa besok dia mau balik lagi ke palembang.

"kapan papa mau ke sini lagi, kok cepat sekali pulangnya, nginap disini aja pa..."

"kapan kapan saja rio, soalnya besok banyak kerjaan.. papa janji kalau tak ada halangan minggu depan kesini lagi, jaga diri baik baik ya, jaga kesehatan kamu.."

papa menasehatiku sambil berdiri karena mobil yang menjemputnya sudah datang. aku mengantar papa sampai ke depan rumah. setelah papa pergi aku kembali masuk ke dalam bersama emak dan ayukku.

"kamar kamu sudah di beresin sama yanti tadi, emak memang sengaja tak memakai kamar itu karena emak berharap kamu akan kembali lagi kesini, semua barang barang kamu masih utuh di dalamnya, cuma mungkin kasurnya sudah jelek, nanti emak akan ke pasar untuk cari ganti yang agak bagus.."

"nggak apa apa mak, pakai kasur itu juga tak masalah mak, yang penting masih bisa tidur rio sudah sangat bersukur sekali.."

aku duduk di samping emak dan merapat, ingin bermanja lagi seperti dulu, kedua ayukku tersenyum melihat tingkahku.

"idiihh itu kan emakku, nggak malu ya nempel nempel gitu..!"

yuk tina menggodaku.

"enak aja.. ini emakku, biarin aja aku mau peluk emak juga, kan kangen sudah lama nggak ketemu emak.

"nggak usah dekat gitu nak, emak masih bau, belum mandi..tuh bau kamu harum sekali, pakai parfum apa sih.. emak suka sekali baunya.."

emak agak risih, aku jadi sedih kenapa emak masih saja agak sungkan padahal aku kan anaknya juga, emak tak tau kalau aku sangat kengen sekali dengan keringat emak, dulu waktu masih kecil aku sering menempel di punggung emak saat ia sedang memasak hanya untuk mencium keringat emak.

"oh ya mak aku bawa oleh oleh untuk emak juga loh.."

kataku baru ingat saking asiknya kangen kangenan.

"yaa... masak cuma untuk emak saja, untuk ayuk nggak ada dong..?"

yuk yanti pura pura protes membuat aku tertawa melihatnya, soalnya lucu melihat ia agak cemberut gitu,

"tenang aja yuk semuanya pasti kebagian, kalian pasti suka.."

aku berdiri mengambil barang barangku yang tadi ditaruh di sudut ruang tamu. banyak sekali hingga bertumpuk.

"ini untuk emak.."

kataku sambil membuka dus yang agak besar mengeluarkan bungkusan berisi beberapa gaun muslimah yang semalam aku beli di butik, baju yang sangat indah warna biru muda pucat dihiasi bordiran dari bahan sutera halus.

mata emak terbelalak seolah tak percaya gaun sebagus itu adalah miliknya.

"bagus sekali nak, pasti mahal ya.."

emak menyentuh gaun gaun itu dengan gemetaran. aku tau seumur hidup mama mungkin belum pernah memegang gaun seperti ini apalagi memilikinya.

"dibuka aja mak, siapa tau ada yang kurang pas nanti kita bawa ke tukang jahit untuk di rombak.."

dengan gemetaran emak membuka bungkusan plastik dan membentangkan gaun itu.

"ini masih ada mak, rio sengaja membeli beberapa untuk emak biar kalau ke pesta jadi lebih cantik.."

aku menyusun tumpukan gaun ke atas lantai di depan emak.

"subhanallah bagus bagusnya nak... kamu pasti menghabiskan banyak uang membelinya, emak tau ini sangat mahal sekali.."

ada kain songket juga mak, rio juga beli beberapa bahan pakaian untuk emak.."

aku senang sekali melihat emak yang nampaknya sangat bahagia, rasanya begitu terharu aku bisa membuat emak senang.

"oh ya untuk yuk tina dan yuk yanti juga ada kok.. ini yang dikotak.."

aku memberikan sebuah kotak pada yuk yanti dan satunya untuk yuk tina.

"makasih banyak ya dek.."

hampir serempak yuk tina dan yuk yanti mengatakannya. tanpa menunggu lagi mereka membuka kotak itu untuk melihat isinya.

mata yuk tina langsung terbelalak melihat sebuah baju pesta yang indah berwarna tosca, tubuh yuk tina yang proporsional pasti akan sangat cocok sekali memakainya. tak hanya gaun aku juga belikan jam tangan dan parfum juga aksesori untuk yuk tina dan yuk yanti.

"banyak sekali dek, astaga rasanya ayuk tak percaya.."

yuk yanti terbata bata.

"di kotak satunya aku bawakan juga oleh oleh untuk anak ayuk, oh ya dimana dia yuk kok aku nggak liat..?"

"tasi pagi adik suami ayuk mengambilnya, katanya neneknya kangen, nanti malam juga ia dijemput sama bapaknya.."

yuk yanti menjelaskan.

"suami ayuk kerja di mana yuk..?"

"bang hendri kerja sendiri buka tambang timah inkovensional coba coba join sama temannya dek, masih baru merintis sih, doakan saja semoga berhasil ya dek.."

harap yuk yanti. aku mengangguk sambil tersenyum pada yuk yanti.

"ayuk juga sudah kerja sekarang dek, sekertaris di sebuah SPBU, baru satu tahun sih.."

kata yuk yanti seolah tak sabar ingin megatakannya dari tadi.

"oh ya, selamat ya yuk, jadi sekarang emak tak perlu jualan lagi.."

"iya dek, tapi emak tuh.. udah di bilangin gak usah lagi bikin jualan masih aja bikin..padahal kan ayuk selalu kasih uang gaji untuk emak, belum lagi suami yuk yanti juga ikut bantu bantu, kita tak sesusah dulu dek walaupun kita juga belum terlalu senang, alhamdulillah selalu ada saja rejeki.."

jelas yuk tina panjang lebar.

"namanya juga sudah jadi kebiasaan, entah kenapa kalau tak bikin kue rasanya kasihan sama langganan kita yang udah biasa beli sama kita kadang bertanya kalau emak tak bikin kue.."

timpal emak sambil tetap mengagumi gaun gaun yang aku belikan untuknya.

"ya asalkan emak tak keliling kampung jualan kayak dulu.."

aku menatap emak.

"tidak nak, sekarang sudah ada yang jualin saban pagi keliling kampung, yang sudah biasa sering beli langsung dirumah, kadang ada yang pesan juga untuk acara arisan.."

emak menambahkan.

"hampir maghrib sekarang, aku mau mandi dulu ya.."

"iya dek, kita sholat bareng hari ini... ayuk kangen kita kumpul seperti ini, sebentar lagi bang hendri pulang, ayuk mau siapkan makan dulu ya.."

yuk yanti beranjak sambil membawa oleh oleh untuknya ke dalam kamar. aku masuk ke kamarku, tempat tidurku dulu masih berdiri di dalam, kasur dialasi seprei biasa namun rapi, di dinding bahkan masih ada tas dan seragam SMP yang dulu diberikan sama erwan dan mamanya. erwan.. iya aku baru ingat sekarang, apa kabar dia, apakah sekarang dia masih ada di sini ataukah sudah kuliah ke jawa. aku kangen dengan erwan sahabatku yang sangat baik hati.

apakah rumahnya masih ditempat yang lama, aku juga tak bisa memastikan karena bapaknya adalah pebisnis, bisa jadi mereka sudah pindah, tapi bisa jadi juga ia masih disini, siapa yang bisa menduganya. besok aku akanpergi ke rumahnya untuk memastikan ada dimana dia sekarang, aku sangat ingin bertemu dengannya, sahabat sejati yang aku punya. yang telah banyak memberikan aku pengalaman yang berharga tentang arti persahabatan yang tulus, yang memberi tanpa pamrih dan menyayangi setulus hati.

aku membongkar tas dan mengambil handuk, aku susun baju bajuku ke dalam lemari lamaku, aku tersenyum sendiri melihat baju bajuku yang lama masih ada didalamnya. ternyata emak sangat menjaga semua barang yang aku miliki, ternyata emak memang sangat menyayangiku hingga ia menjaga semuanya yang aku punya.

aku tak ingin mengecewakan emak lagi, apapun yang terjadi aku tak akan lagi meninggalkan emak, aku bisa saja punya ibu lebih dari satu bahkan sepuluh atau seribu sekalipun, namun kasih sayang emak tak bisa hilang begitu saja dalam hatiku.

mama adalah ibu kandungku, aku tak mau durhaka. namun kalau aku tetap bersama mama, pastinya kami tak akan bisa akur lagi karena mama akan banyak mengatur aku sekarang, bukan aku bermaksud untuk tak mau mendengarkan mama, tapi aku takkan bisa menuruti keinginan mama, untuk merubah hati bukan lah masalah yang mudah.

aku mandi dan wudhu setelah itu kami sholat maghrib bersama, sesuatu yang langka kalau dirumah mama. tadi aku sudah berkenalan dengan bang hendri suami yuk tina, orangnya simpatik dan lumayan tampan cuma kulitnya agak cokelat mungkin karena pekerjaannya di tambang yang setiap hari terpanggang matahari.

bang hendri terlihat sangat menyayangi emak, ia tadi membawa martabak untuk emak, aku sangat bersukur sekali yuk yanti dapat suami yang seperti itu, tak perlu lah yang terlalu kaya, asalkan ia mau berusaha dan kerja keras, soal rejeki Allah bisa mengaturnya, hal yang paling penting ia mau menyayangi keluarga isterinya seperti ia menyayangi keluarganya sendiri dan ia juga taat beragama, jadi ia akan banyak rasa takut.

selesai sholat kami makan malam bersama, makan malam yang hangat dan kental dengan keakraban keluarga, meski tanpa lauk yang berlimpah aku makan sangat banyak, apalagi emak dan ayuk ayukku tak bosan bosannya menyuruh aku nambah, mungkin mereka mengira aku tak dapat makanan yang layak selama di palembang.

yuk yanti membuatkan kami kopi sementara emak menggoreng ketela rambat. yuk tina membereskan meja makan dan bang hendri pergi menjemput anaknya dirumah orangtuanya.

aku membantu emak memotong ketela rambat meskipun emak melarangnya, sudah lama sekali aku tak mengerjakan pekerjaan seperti ini, memang terlihat kurang berarti namun nilai emosionalnya sangat terasa bagiku.

bang hendri pulang dengan anaknya yang m asih kecil, usianya baru 5 tahun kalau aku mengira dari postur tubuhnya. mirip sekali dengan bapaknya seperti takut tak diakui orangtuanya. aku bermain main dengan keponakanku itu, sangat menyenangkan rasanya, membuat aku teringat dengan wenny adikku yang di palembang, usia wenny baru tiga tahun lebih. dan sama lucunya meskipun lebih banyak diasuh oleh baby sitter, ia sangat akrab denganku.

malam ini langit cerah setelah seharian dari siang diguyuri oleh hujan, bintang berkelap kelip indahnya dinaungi oleh bulan sabit redup. aku bersama emak dan ayukku duduk di depan teras rumah sambil bercerita tentang masa lalu yang indah.

rasanya kenangan itu ada di depan mataku, emak bercerita tentang masa kecilku saat aku masih bayi dan di tinggal mama, baru kali ini aku mendengar yang lengkapnya, rupanya dulu sewaktu tinggal dirumah ini, mama kerap membuat emak kesal karena mama bersikap bagai seorang ratu, mama jarang sekali mau membantu emak mengerjakan tugas rumah yang menumpuk, belum lagi waktu itu anak anak emak masih kecil kecil dan aku masih bayi yang tak mengerti apa apa. aku dapat membayangkan betapa repotnya emak. itu terkadang membuat mereka sesekali bertengkar, apalagi mama tau kalau emak sangat menyayangiku, ia sering menjadikan aku sebagai senjata, ia mengancam akan membawaku pergi, mendengar itu semua aku jadi malu, kenapa mama sampai bersikap demikian.

setelah malam mulai larut kami masuk ke dalam, emak sudah mengantuk, besok yuk tina juga mau kerja, yuk yanti mau menyiapkan sarapan buat suaminya. aku masuk ke kamar, mengenang kembali cerita emak tadi tentang mama membuat aku jadi malu hati sendiri, kenapa mama harus seperti itu, apakah tak ada yang bisa membuatnya memahami kalau hidup bukanlah hanya sekedar mengikuti kata hati, banyak hal yang harus kita pertimbangkan apalagi kalau sudah menyangkut orang lain.

selama delapan tajun lebih aku bersamanya aku bisa mengerti dengan sifat mama. aku tau kadang aku tak setuju namun aku abaikan karena ia adalah mamaku, namun entah kenapa ia membenciku sekarang hanya karena aku mencintai seorang lelaki, apakah mama tak tau apa yang aku rasakan dalam hatiku.

*******




aku bangun karena mendengar kesibukan dari arah dapur, suara dandang dan panci yang sedang di gosok dengan abu memenuhi suasana pagi ini. aku melirik ke dinding, masih sangat subuh sekali baru jam empat kurang sepuluh menit. aku beranjak dari tempat tidur dan merapikan seprei. ku buka jendela agar sejuknya udara pagi yang segar bisa masuk ke dalam kamar agar tak terlalu pengap.

lalu aku keluar kamar dan pergi ke dapur. emak sedang memilih padi pada beras sementara yang mencuci tadi ternyata yuk yanti.

"loh sudah bangun nak, kalau masih ngantuk ya tidur saja dulu, sekarang masih subuh, emak bisa bangunkan kamu kalau mau sholat subuh.."

emak menaruh tampah berisi beras diatas meja.

"tak apa apa mak, tadi malam kan aku tidur cepat, jadi bisa bangun lebih cepat juga.. sudah lama aku tak tidur dibawah jam sebelas, soalnya kalau di palembang biasanya aku tidur kisaran jam satu atau dua dinihari.."

jawabku sambil menarik kursi dan duduk di samping emak.

"nyenyak tidurnya semalam nak?"

"nyenyak mak, soalnya tanpa AC pun sudah dingin, jadi aku bisa tidur dengan nyaman.. mau masak apa mak kok pagi amat milih berasnya.."

"biasalah nak, kalau pagi suami ayukmu kan mau kerja dan harus sarapan, waktu kamu tak ada emak menganggap ia adalah pengganti kamu.. rasanya emak tak percaya sampai detik ini kalau kamu sudah pulang kembali kesini, sempat emak mengira ini hanyalah mimpi hingga tadi emak takut untuk bangun karena bagi emak ini adalah mimpi yang sangat indah.. lalu emak turun dari tempat tidur dan melihat ke kamarmu, emak melihat kamu masih tidur dan kamu ada, rasanya emak sangat bahagia sekali, Allah memang maha kuasa dan penyayang, ia sangat baik sekali pada emak, sekarang emak punya tiga jagoan dirumah ini.. hendri, kamu dan reza.. emak merasa beruntung memiliki kalian semua, itu membuat emak merasa bagaikan orang paling kaya di dunia.."

emak bicara sambil memilih kembali beras yang ada dalam tampah, beras biasa yang masih banyak padi dan batu kerikil.

"rio juga sangat bahagia mak, rasanya bagaikan mimpi semua ini, bisa berkumpul lagi dengan keluarga, bersama emak, rasanya tak dapat di nilai dengan apapun.."

"kalau saja kamu tau emak selalu memikirkan kamu, sering emak bermimpi kamu pulang menemui emak, dan emak menangis setelah mnyadari kalau itu hanyalah mimpi.. sampai emak merasa kamu sudah tak mungkin lagi kembali, emak takut kamu berubah, bukannya palembang itu kota yang keras, banyak hal tak baik disana dan bisa saja kamu terpengaruh pergaulan yang salah, tapi sekarang emak senang karena apa yang emak kuatirkan tak beralasan.."

emak menarik nafas dengan lega.

"tak semudah itu mak, meskipun aku tinggal di kota, tapi aku masih berteman dengan yang wajar kok.."

"sudah hampir setengah lima sekarang, kamu tak mandi dulu, kan sudah hampir subuh.."

emak mengingatkanku.

"iya mak kalau begitu aku mandi dulu ya.."

aku berdiri lalu mencium kening emak, tak menyangka kalau aku akan menciumnya emak hanya menggeleng gelengkan kepalanya.

habis subuh aku berjalan pagi mengitari kampungku, suasana yang sejuk dan langit masih gelap membuat aku menyilangkan tangan di dada untuk mengurangi rasa dingin. aku melewati rumah rian, rumah yang dulu bisa dikatakan mewah sekarang jadi biasa di pandanganku karena sekarang aku lihat ada beberapa rumah baru yang lebih bagus.

aku jadi ingat kembali masa masa aku bersamanya disini.. dulu mamanya langganan tetap kue ku, aku tak yakin kalau mamanya masih ungat denganku karena aku hanya beberapa kali ketemu mamanya dulu dan kami pun tak banyak bicara, yang paling jelas adalah kenangan saat aku terjatuh waktu lagi jualan mama rian lah yang menolongku.

aku pandangi rumahnya yang sekarang catnya sudah agak pudar, cat yang masih sama dengan waktu aku tinggalkan dulu. memang nasib manusia tak bisa di tebak karena sudah diatur oleh yang diatas, orang yang banyak uang tak selamanya terus banyak uang demikian juga yang susah belum tentu akan tetap susah, makanya jangan pernah memandang orang karena harta, bisa jadi harta yang diagung agungkan itu akan lenyap kalau Allah mau mengambilnya.

harum tanah basah dan rerumputan menerpa penciumanku, kakiku agak basah terkena embun yang menempel pada rumput yang aku injak. aku melewati rumah dodi, apa kabar ia sekarang, biasanya jam segini ia sudah bangun, apakah sekarang ia sudah menikah atau malah ia sudah takada lagi disini.

rumahnya masih seperti dulu, masih ada pohon jambunya, aku jadi teringat dengan kucing yang dulu aku titipkan padanya apakah sekarang kucing itu masih ada atau sudah mati, soalnya kan sudah delapan tahun.

aku lihat gerobak bakso bapaknya masih bertengger di halaman rumahnya, dulu bapak dodi sering jualan bakso disekolah kami.

semoga saja aku bisa bertemu dengan anak itu, seperti apakah dia sekarang. aku memasuki pagar rumahnya yang terbuat dari banbu bersusun, ku dengar suara nyanyian, lagu menghitung hari dinyanyikan oleh suara laki laki, tak salah lagi itu adalah suara dodi.

aku mengendap endap menghampiri asal suara itu, ternyata di sumur dodi sedang berjongkok sepertinya lagi nyuci. tapi apakah aku tak salah liat, kok rambutnya panjang serta di gelung keatas, aku jadi ragu bisa saja itu bukan dodi, tapi suaranya itu benar benar dodi, karena kurang yakin aku hampiri dia dan ku sapa.

"assalamualaikum, pagi..."

"eh bebek monyong.. mak lampir gundul..."

ternyata tak salah lagi itu memang dodi, tapi kok berubah sekali penampilannya, kenapa dia sekarang jadi kayak perempuan gini, memang sih bakatnya sudah dari dulu, namun aku tak menyangka kalau akan ia kembangkan seperti ini.

dodi berdiri dengan kesal lalu menoleh matanya langsung terbelalak.

"tidak..tidak...aku hanya salah liat..nggak mungkin.."

dodi mengucek ngucek matanya lalu melihatku lagi dan mengucek lagi dan akhirnya kembali bengong.

"woi.. kenapa sih kamu itu?"

aku menegur dodi dengan sebal, kenapa juga anak satu ini jadi parah kayak gini. selain latahnya yang tak sembuh sembuh, ia juga jadi agak telmi sekarang. parah!!!

"ya pak cari siapa, maaf jam segini aku tak terima bokingan, kalau terus memaksa tak masalah tapi aku menerapkan tarif premium, 4000 rupiah permenit..."

dodi tersenyum lebar padaku matanya berbinar binar.

"boleh, tapi aku kuliti hidup hidup, terus aku panggang dan kasih makan bebek satu kampung ya..huuu tarif solar juga aku masih mikir seribu kali, apa kabar teman..?"

aku merangkul dodi lalu menyalaminya.

"kabar baik rio.."

suara dodi agak bergetar.

"lagi nyuci ya, kok pagi amat..?"

"iya, nyuci celana dalam habis kena mens.."

jawab dodi asal, aku langsung menggeplak kepalanya.

"aduh... monyot, monyot kepalaku kena apa.."

latah dodi kumat lagi.

"ditanya serius malah ngeyel, pagi amat kamu udah nyuci.."

"iya sori cuma bercanda, habisnya aku benar benar kaget dan tak menyangka kamu datang, aku gugup dan kalau bercanda aku jadi lebih tenang, kapan kamu datang rio..kok nggak kasih kabar?"

tanya dodi mulai serius.

"kemarin siang dod, maaf baru kesini sekarang soalnya kemarin hujan.."

"berapa hari rencananya, rio aku kangen sekali sama kamu.."

tiba tiba dodi langsung memelukku.

"hei..aku kan belum mati, ayolah kawan..santai aja, aku sekarang sudah memutuskan kembali kesini dan kita kan bisa ketemu setiap hari.."

aku mengusap punggung dodi.

"benarkah itu rio, aku tak menyangka kamu masih ingat saja sama aku, padahal kamu sekarang kan sudah berbeda, kamu benar benar tampan rio, aku rela menggadaikan semua handuk yang aku punya asalkan mendapatkan hatimu.."

dodi mulai lagi ngeyelnya.

"sembarangan, emangnya aku ini apaan bisa ditukar sama handuk.."

"kan aku lagi nyuci handuk handukku, sekarang aku buka usaha salon, walaupun masih kecil kecilan tapi lumayanlah daripada menganggur.."

"jadi kamu lagi nyuci handuk salon, rajin sekali, emangnya kamu belum punuya karyawan ya..?"

"mana mampu aku menggaji karyawan, salonnya aja masih merintis, ya usaha kecil kecilan rio... kamu mau lihat salonku nggak?"

tanya dodi seperti berharap aku menjawab mau.

"iya dod, memangnya kamu sudah selesai nyuci handuknya.."

"belum sih, tapi udah hampir kelar kok.. ayo kita ke depan.."

dodi menyeretku dengan tak sabar. aku mengikuti dodi ke halaman depan rumahnya. memang ada satu bangunan mungil yang berjendela kaca besar bertuliskan "DODI SALON". aku diajaknya masuk ke ruangan salon mungil itu. cuma ada dua kaca cermin dan kursi.

"aku ikut program kursus gratis di BLK rio, disana aku dapat pelatihan tentang salon, selesai kursus aku dikasih modal untuk buka salon sendiri.."

dodi menjelaskan dengan semangat.

"ya sukurlah kalau begitu dod, kamu dapat menyalurkan bakatmu, bagaimana dengan langgananmu banyak nggak..?"

"alhamdulillah ada lah kalau langanan, dari situlah aku bisa membantu keluarga, bapakku sudah agak tua, jadi kalau kerja terlalu berat aku suka tak tega, bapak sering mengeluh sakit punggung kalau dorong gerobak terlalu jauh rio.."

ujar dodi getir.

"yang penting kamu bisa cari duit dengan cara halal dari keringat sendiri, aku yakin asalkan kita ikhlas, usaha apapun akan berkah.."

kataku sambil memandangi seluruh isi salonnya. ada kursi khusus keramas, steamer, catok dan hair dryer standar. lumayanlah untuk sebuah salon yang baru di rintis.

"kamu tunggu sebentar ya, aku mau buat kopi dulu, sudah lama kan kamu nggak minum kopi buatanku.."

terburu buru dodi berdiri lagi.

"sudahlah dod, nggak usah repot repot, kamu kan lagi sibuk juga.."

"tak apa apa rio, aku senang kok, jangan kemana mana ya, aku akan kembali setelah pesan pesan berikut ini.."

dodi meninggalkanku.

ada rasa terharu saat melihat dodi yang harus berjuang, tapi aku juga bangga padanya sekarang ia bisa mandiri dengan usaha sendiri, bahkan ia bisa membantu keluarganya.

segala hal pasti diawali dengan langkah kecil dulu sebelum akhirnya menjadi besar, aku yakin salon dodi akan berkembang karena dodi sangat mencintai pekerjaannya ini. aku ingat dulu dodi sering eksperimen menggunting rambutku, memang tak terlalu rapi sih tapi cukup lumayan untuk ukuran seorang anak SMP yang baru coba coba, hitung hitung simbiosis mutualisme, aku bisa berhemat biaya potong rambut dan dodi bisa belajar gunting rambut walaupun aku di jadikan kelinci percobaan.

"ini kopinya rio, maaf nggak ada kue, soalnya jam segini warung belum buka.."

dodi masuk kembali ke salon dengan membawa baki berisi dua gelas kopi lalu ia letakkan diatas meja kasir yang sederhana dari kayu yang mirip dengan meja di sekolah dasar.

jadi sekarang kamu tinggal sama emak angkat kamu lagi ya, aku sering ketemu emak kamu kalau lagi ke toko, ayuk kamu si tina kan sering datang ke salon ku kalau lagi ada acara dan ia butuh di rias.."

dodi memberitahuku seakan berita itu sangat penting untuk diketahui.

"oh begitu ya, dod ak juga mau tanya sama kamu.. apakah kamu masih sering melihat erwan, soalnya kan kamu juga sudah aku kenalin padanya kan.."

tanyaku dengan tak sabar pada dodi.

"iya sih awalnya setelah kamu pergi itu.. erwan dan rian ada beberapa kali mengajak aku jalan jalan, tapi setelah itu mereka mulai jarang menemuiku, ya mungkin mereka sibuk... kamu tau rio, semenjak kamu pergi, rasanya aku sangat kesepian.. aku bahkan sempat menangis kalau ingat kamu, soalnya cuma kamu sahabat yang aku punya... aku jadi tak bersemangat lagi, kadang kalau aku duduk di belakang rumahku yang jadi tempat favorit kita, aku jadi teringat sama kamu dan kembali sedih lagi..akhirnya aku jarang mau duduk disitu lagi.."

dodi menerawang mengenang masa lalunya.

"nggak segitunya juga kali dod.."

"sumpah rio, aku nggak bohong..aku serius, kamu kan tau sendiri selama ini hanya kamu yang bisa menerimaku sebagai teman kamu dengan tulus, anak anak yang lain suka mengata ngataiku anak tukang bakso lah..banci lah, akhirnya aku jadi minder sendiri.."

dodi mengangkat gelas dan menggeser lebih dekat ke depanku.

"terimakasih dod, aku senang kalau kamu masih ingat juga denganku, aku sempat mengira kamu sudah ada dimana, soalnya kebiasan anak bangka kan bangga kalau lulus smu kuliah di luar daerah.."

"kuliah apaan rio, untuk makan aja keluargaku masih kembang kempis... mampu lah kalau kuliah alias kuli payah.."

dodi kembali bercanda. aku merasakan ada yang berubah dari dodi yang sekarang, aku lihat ia agak ceplas ceplos dan tak begitu minder lagi.

"ha ha ha kamu bisa aja dod, iya sih kuliah memang penting, tapi bukan keharusan yang mutlak, rejeki kan sudah diatur oleh yang diatas, kita hanya bisa berdoa dan berusaha, kalau memang belum ada rejeki jangan menyerah.. yang penting kita bisa cari uang dengan jalan yang halal, ketimbang kita sekolah tinggi tinggi dari hasil orangtua korupsi, belum lagi kalau kerja juga jadi pegawai harus nyogok, selain berdosa besar, kita juga sudah merampas hak orang lain yang seharusnya kerja.. tapi dunia sudah mulai berubah, kebangaan jadi nomor satu ketimbang harga diri.. jadi pegawai pemerintah adalah tujuan utama dari orang orang yang hanya mau cari aman saja karena mereka tak perlu terlalu kreatif dalam bekerja, cukup kasih uang sekian juta mereka dapat posisi, masa depan terjamin dengan berbagai tunjangan sementara mereka tak sadar kalau setiap hari gaji mereka itu akan di hitung tuhan sebagai pencurian seumur hidup..."

aku menguraikan pendapatku pada dodi.

"benar juga katamu rio, aku juga sering mendengar tentang hal itu, apakah memang begitu prosedurnya ya, aku sendiri bingung, hidup memang rumit, seakan hanya orang yang mampu yang bisa mengenyam kemapanan hingga turun temurun, sekali kita terjebak dalam kesusahan akan sulit bagi kita untuk bangkit. sekarang orang kaya selalu mengandalkan kemudahan tanpa perduli dengan hak orang lain, dengan uang mereka membeli apapun termasuk pekerjaan.."

dodi ikut ikutan mengeluh.

"makanya sekarang kejujuran sangat mahal sekali karena banyak orang tua yang mengajari anaknya untuk tidak jujur.. walaupun itu tanpa mereka sadari karena ingin anaknya berhasil, tak heran masa kini banyak mencetak mental penjahat.."

aku melanjutkan.

"terus terang mendengar penjelasan kamu aku jadi berbesar hati sekarang, jalan yang aku tempuh tak merugikan orang lain, aku bahkan banyak membantu orang agar bisa tampil menarik,.."

ujar dodi bersemangat.

"iya dod, pokoknya jangan pernah menyerah, jadikan mimpimu bukan hanya mimpi... aku yakin kamu dapat mewujudkannya.."

"terimakasih rio, aku akan selalu ingat kata katamu, yang penting sekarang kamu telah ada lagi disini dan aku jadi ada teman lagi..."

dodi tak dapat menyembunyikan perasaannya. aku senang dodi bisa seperti ini, hanya satu yang masih mengganjal di hatiku, kenapa ia sampai merubah penampilan jadi kayak sekarang, aku kangen dengan dodi yang dulu yang masih sebagai lelaki bukan dengan dandanan wanita.

"dod kayaknya udah mulai terang, dan kopiku juga sudah habis, aku mau pulang kerumah dulu ya, aku tak mau emak sampai kuatir soalnya kan aku baru pulang ke bangka.. nanti aku akan main kesini lagi.. kalau sempat mampirlah kerumahku.."

aku pamit pulang sama dodi. ia mengantarku sampai depan rumahnya dan baru masuk lagi ke dalam setelah aku berbelok di tikungan.


**********

PELANGI DI LANGIT BANGKA (KISAH RIO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang