PELANGI DI LANGIT BANGKA (KISAH RIO) 31

1.2K 26 0
                                    

#35 PERMINTAAN ERWAN
aku bangun karena merasakan tanganku agak perih, karena takut emak menanyakan masalah luka yang ada pada bahuku maka aku melepaskan kain kasa yang membalutnya. aku menghindari tak memakai baju didepan keluargaku karena aku tak mau mereka melihat lukaku, mungkin karena tak aku obati lagi jadinya agak bengkak.

aku takut kalau sampai luka ini jadi infeksi tentu akan menyakitkan. sebisa mungkin aku tahan. aku beranjak dari tempat tidur lalu ke dapur, masih sangat larut sekarang baru jam setengah tiga pagi.

seisi rumah masih tidur, aku mengambil minum di dapur, setelah minum aku duduk di depan teras. aku merenungi kembali semua kejadian yang belakangan ini aku alami, apa yang terjadi di palembang setelah aku pergi, apakah mama merasa kehilangan, ataukah tante laras dan keluarganya sudah tau mengenai masalahku, aku kangen sekali dengan teman temanku terutama koko. aku pun kangen dengan rian, rasanya setelah aku pergi, mereka jadi lebih berarti, aku tak dapat menghubungi mereka dalam waktu dekat karena aku tak mau sampai mama dapat melacak keberadaanku.

aku hanya terpekur menatap langit, tadi aku telah bertemu erwan sahabatku dari aku masih SMP, selain fisik tak ada yang berubah dengannya, aku senang sekali tadi, pertemuan yang tak disangka sangka, aku pikir tak akan jumpa dengannya disini, ternyata dia sudah bekerja.

harus berapa lama aku melarikan diri dari masalah, tapi jujur aku tak tau apa yang harus aku lakukan untuk memperbaiki kesalahanku, tante sukma yang paling menderita karena om sebastian adalah suaminya, aku tak tau kenapa om sebastian menikah kalau ia merasa terpaksa, tante sukma berhak marah karena ia telah menyerahkan masa depannya sama om sebastian. perempuan mana yang tak shock mengetaahui suaminya selingkuh terlepas itu pada pria atau wanita.

aku hanya berharap om sebastian tak melakukan tindakan bodoh dengan menceraikan tante sukma, karena walaupun ia bercerai aku tak akan mau lagi kembali padanya. aku sudah dua kali menjalin hubungan yang terlarang dan sudah dua kali pula aku mendapatkan hukuman karena itu. sepertinya aku harus meninggalkan dunia semu ini, aku harus lebih realistis.

biarlah rahasia ini aku simpan sendiri, emak jangan tau karena kau tak mau membuat beban pikiran bagi emak.

tanpa terasa aku sudah duduk di depan teras selama satu jam. terdengar suara emak berjalan, rupanya emak sudah bangun, memang kebiasaan emak selalu bangun pagi.

"pagi sekali bangun nak, lagi mikirin apa..?"

tanya emak agak heran karena melihat aku duduk sendirian sepagi ini.

"nggak mak, cuma terbangun lebih awal saja, mau tidur lagi nggak bisa.."

kataku sambil berdiri dan masuk ke dalam rumah mengikuti emak ke dapur. biasanya emak bangun sepagi ini karena mau menyusun kue yang akan dibawa untuk dijual. sebenarnya aku tak tega emak masih jualan seperti ini, tapi emak tak akan mau kalau disuruh berhenti bikin kue, soalnya emak sudah terbiasa. jadi lebih baik aku membiarkan emak melakukan hal yang menyenangkan baginya itu, yang penting sekarang emak tak bawa sendiri kuenya keliling kampung.

aku duduk sambil memandangi emak yang dengan cekatan menyusun kue kue ke dalam tampah. biasanya jam lima kurang ada yang mengambilnya. dan sore mengembalikan tampah yang sudah kosong.

tak terasa sudah hampir siang, kesibukan kembali lagi dirumah ini. yuk yanti yang mencuci piring serta membereskan rumah, yuk tina membantu sekedarnya karena ia harus bersiap siap berangkat kerja, reza bermain dengan papanya sambil makan kue dan ia hambur hamburkan serpihannya ke lantai, biasalah anak kecil memang suka begitu kalau makan. ada keharuan saat aku menyadari aku masih diijinkan menikmati saat saat seperti ini.

aku tak kemana mana hingga sore hari, waktu aku habiskan dirumah saja menemani emak serta bermain main dengan reza. sekitar jam empat erwan datang menjemputku seperti yang kemarin dia janjikan.

aku diajak jalan jalan mengitari kota pangkalpinang lalu kami berhenti di lapangan merdeka untuk menonton pertandingan bola antar kecamatan. erwan memesan es krim dan bakso.

"rencananya malam ini kamu mau kemana?"

tanya erwan sambil meletakkan mangkuk bakso yang sudah kosong di sampingnya.

"nggak ada rencana sih, emangnya ada apa wan?"

"aku mau ngajak kamu kerumah cewekku, sekalian mau ngenalin kamu sama cewekku itu, orangnya ramah kok kamu jangan kuatir lah, namanya anna, sekarang kerja sebagai teller di bank swasta, dia ada teman yang cantik, aku ingin kamu kenalan sama temannya itu..."

erwan terlihat bersemangat.

"aku malu lah wan, aku kan pengangguran nggak kayak kamu yang udah kerja, lagian kalau cewek yang udah kerja kan standardnya dalam milih cowok udah beda, nggak sembarangan.."

bagaimana kau harus mengatakan pada erwan kalau aku belum pernah pacaran sama cewek sekalipun dan aku juga tak tau apakah aku punya hasrat.

"pokoknya jangan takut lah, aku yakin temannya anna langsung suka liat kamu, mungkin kamu tak menyadari kalau kamu sangat tampan rio, setiap perempuan kalau liat kamu tak akan lagi mukur kamu kerja atau tidak.."

kata erwan berlebihan hingga membuat aku jadi malu.

"asal aja kalau ngomong, mana mungkin lah wan, aku ini masih sadar diri kok wan.."

"kamu itu masih aja kayak dulu rio, kamu sekarang sudah beda, kamu buka orang biasa..cuma kamu aja yang memilih lebih sederhana.. aku tau dari rian kalau orangtua kamu itu luar biasa kayanya, kamu hidup bagaikan seorang pangeran dalam istana..masih saja mau memungkiri, ha...ha..ha... aku bisa membayangkan akan sangat mirip cerita dalam film, seorang yang kaya raya menyamar jadi orang biasa untuk mencari cinta sejati..".

erwan melebih lebihkan.

"makin ngaco aja kamu.. udahlah mending bahas yang lain aja, kamu tadi bilang sudah punya pacar, sudah sejak berapa lama kalian pacaran..?"

"kenalnya sih udah dari SMU, tapi jadiannya sih baru setahun kurang lah, nggak nyangka juga sih dia yang bakalan jadi pacarku, soalnya waktu sekolah dulu sekalipun tak pernah aku dan dia saling sapa..."

"semoga hubungan kalian langgeng wan.."

"makasih rio..."

erwan tersenyum senang memperlihatkan barisan giginya yang rapi dan putih, entah mengapa aku jadi sangat suka dengan senyuman erwan.

kamu lapar nggak rio...?"

"nggak wan, kan barusan makan bakso, pulang sekarang yuk, udah hampir maghrib nih.."

kataku sambil berdiri.

"kan baru jam setengah enam rio, buru buru amat..".

"nggak baik maghrib di luar, kalau mau jalan lagi kan bisa malam.."

"oke deh, aku antar kamu sekarang, tapi janan lupa nanti malam kamu siap siap aku mau ngajak jalan.."

kata erwan sambil berjalan menuju ke tempat dia memarkir mobilnya.


**********



baru saja aku turun dari mobil, emak langsung menyongsongku di depan rumah.

"akhirnya kamu pulang juga, ada yang nyariin kamu, sudah dari tadi dia menunggu.."

"siapa mak..?"

tayaku agak heran.

"katanya saudara kamu dari palembang..buruan masuk kamu temui dulu, kasihan dia sudah lama menunggu"

masih dengan rasa penasaran aku masuk ke dalam untuk melihat siapa yang mencariku. aku langsung terdiam saat tau siapa yang emak maksudkan tadi. ternyata om sebastian.

bagaimana dia bisa tau kalau aku ada di sini, siapa yang mengatakan padanya, bagaimana dia bisa tau kalau rumahku ada disini, berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikiranku.

"hai rio.."

om sebastian langsung berdiri saat melihatku. aku tak menjawab hanya diam memandangi om sebastian dengan jantung agak berdebar.

"kok diam saja, kamu tak suka ya melihat om datang..?"

pertanyaan yang sangat tak perlu ia tanyakan, seharusnya dia tau kalau aku saat ini sedang menghindar darinya, kenapa ia masih memaksakan diri untuk mencariku hingga sampai kesini, padahal baru dua hari aku meninggalkan palembang.

"buat apa om datang kemari, bukannya sudah aku katakan jangan ganggu aku lagi.."

kataku dengan pelan takut emak mendengarnya, emak pasti marah kalau ada anaknya yang tak ramah dengan tamu baik siapapun tamunya.

"jangan begitu rio...bukannya om sudah bilang kalau om tak akan pernah membiarkan kamu sendiri yang menanggung semua ini.."

"tak perlu om, aku bisa jaga diri... urus saja isteri om itu, tak lama lagi ia pasti akan melahirkan, jangan hanya memikirkan ego saja..."

aku membeku, sebenarnya ada rasa kasihan juga sama om sebastian, ia sudah datang jauh jauh menemuiku tapi mendapat sambutan yang tak ramah.

"kamu pikir om hanya memikirkan ego, siapa yang memikirkan ego, kamu pikir cuma kamu yang dapat masalah, coba kamu pikirkan bagaimana dengan om seandainya nanti om bercerai dengan tante kamu, apa kamu pikir om tak mempertimbangkan akibatnya, semuanya itu sudah ada dalam pikiran om, andaikan nanti kami bersama terus akan banyak pertengkaran dan kecurigaan karena om sudah di cap sebagai seorang gay yang beristri, apalagi om adalah seorang polisi, yang harus menjaga semua sikap... apa kamu tau resiko yang om ambil, semua itu akan sanggup om hadapi asalkan ada kamu bersama om.."

kata om sebastian dengan agak memaksa, ia tak sedikitpun memelankan suaranya hingga aku kuatir kalau emak mendengarnya, untuk mengajaknya bicara diluar tak memungkinkan karena sekarang sudah jam enam, bagaimana aku mengatasinya.

"om aku mau mandi dulu, nanti kita bahas lagi.."

"baiklah rio, kalau begitu om pergi dulu ya, nanti jam setengah delapan om kesini lagi.."

om sebastian berdiri, aku memanggil emak karena om sebastian mau pamit. ia mencium tangan emak hingga membuat emak sedikit heran.

"sopan sekali dia rio, hormat sama orang tua, sudah jarang anak jaman sekarang yang salaman sama orang yang lebih tua pakai cium tangan.."

kelihatannya emak sudah terkesan sama om sebastian, susah kalau begini caranya, emak pasti akan selalu menerima kedatangan om sebastian kesini dengan tangan terbuka. aku harus bagaimana, maksud hati ingin menghindar tapi malah orang yang aku hindari datang kesini menemuiku.

jadilah sisa waktu selesai sholat maghrib aku lalui dengan perasaan gelisah, semoga saja erwan yang datang lebih dulu menjemputku, ia boleh bawa aku kemana saja asalkan aku dapat menghindar dari om sebastian.

sukurlah doaku terkabul, saat erwan datang tanpa menunggu lagi aku langsung mengajaknya pergi, tak perduli om bastian menyuruh aku menunggunya. biarlah ia harus tau kalau aku memang tak mau bertemu dengannya. aku mau membuka lembaran baru di bangka.



seperti janjinya tadi sore, erwan mengajak aku kerumah pacarnya, ia memang serius mau mengenalkan aku sama anna. ternyata setelah bertemu langsung dengan orangnya aku langsung bisa akrab karena anna sangat ramah, teramat ramah malah, hinggga aku merasa seolah telah lama mengenalnya. anna langsung mengenalkan aku pada sahabatnya yang bernama mila, seperti kebanyakan teller bang swasta, postur mila lumayan bagus. kulitnya putih hingga sekilas pasti orang akan mengira mila warga keturunan tionghoa.

aku dan mila di tingalkan oleh anna dan erwan diruang tamu sementara mereka duduk diruang tengah. sebetulnya aku agak kebingungan juga mau bicara apa sama mila karena aku belum pernah melakukan pendekatan sama wanita sebelumnya. ditambah lagi mila tak seperti anna, orangnya cenderung pasif hanya menjawab kalau ditanya.

lama lama aku bisa kehabisan materi yang bisa aku tanyakan pada mila. tiap kali aku bicara kerjanya hanya diam mendengar, mengangguk dan menunduk lalu tersenyum malu malu. hampir frustasi aku di buatnya. sepertinya rencana erwan untuk comblangin aku sama mila bakalan gagal total.

jam merangkak terasa makin lama saja, aku sudah tak tahan ingin jalan berdua saja dengan erwan, sepertinya para wanita memang sangat membosankan, aku tak tau apa yang menarik bagi mereka.

"kenapa kak dari tadi liat jam tangan terus, udah ngantuk ya..?"

baru sekali ini pertanyaan terlontar dari mulut mila. aku mengangguk dan pura pura menguap biar makin meyakinkan mila kalau aku memang benar benar ngantuk. dia cewek yang membosankan.

mila beranjak dari duduknya, lalu ia keruang tengah tak lama kemudian ia balik lagi bersma anna dan erwan.

"katanya kamu udah ngantuk ya..?"

tanya erwan dengan heran.

"iya wan..ngantuk banget nih..kamu masih lama ya?"

"kalau kamu memang udah ngantuk mendingan kita pulang sekarang aja.."

erwan penuh pengertian. ia melirik anna dan ana melirik mila, aku lihat mila tertunduk.

"terserah kamu sih..kalau memang masih mau bersama anna biar aku nunggu aja nggak masalah.."

aku coba untuk mengimbangi erwan, namun nampaknya erwan memang mengira kalau aku sudah ngantuk jadi ia tetap memutuskan untuk pulang.

*********




"tumben jam segini kamu udah ngantuk, kamu nggak tertarik ya sama mila, dia kan cantik...banyak loh yang naksir dia.."

kata erwan saat kami sudah berada dalam mobil.

"sebenarnya sih aku nggak ngantuk, cuma bete aja...cewek itu pendiamnya minta ampun...bisa stress aku lama lama, apalagi kalau sampai jadi pacarnya, nggak banget..."

"aneh...biasanya kan mila tuh cerewetnya minta ampun, meskipun sama orang yang baru ia kenal biasanya ia tak pendiam kok, ia juga tipe yang susah cari pacar, bukan baru ekali anna nyoba ngenalin teman cowoknya sama mila tapi biasanya mila santai aja kok..."

jelas erwan sambil konsentrasi melihat jalan, soalnya penerangan dikota pangkalpinang sangat kurang, lampu jalanan tak banyak yang nyala. jadi benar benar memanfaatkan penerangan dari lampu mobil.

"nggak tau tuh, sama aku tadi ia hanya menjawab kalau ditanya saja, lama lama aku jadi bosan, mana kamu ninggalin kami cuma berdua saja, aku kan malu sama anna kalau aku tadi bilang aku cuma alasan aja ngantuk..."

"kayaknya ada yang aneh rio, bisa jadi si mila memang suka sama kamu, biasanya kan kalau menghadapi orang yang ditaksir kita cenderung jadi jaim...aku kenal sekali sama mila, kalau sampai ia jadi pendiam gitu ya pastinya ia naksir sama kamu, atau kamu menolak karena sebenarnya kamu sudah ada pacar di palembang..".

erwan menebak nebak.

"mana mungkin mila mau sama aku, sudahlah wan jangan kamu jodoh jodohkan aku sama siapapun lagi, aku masih mau menikmati jadi jomblo.."


"ya ampun rio...di tahun 2002 seperti ini diusia 22 kamu masih jomblo...apa kata orng orang..."

ujar erwan bercanda.

biar aja jadi jomblo daripada dapat pacar yang nggak kena di hati, nanti malah akan saling menyakiti.."

balasku tak mau kalah, aku sudah trauma dengan hubungan pacaranku yang selama ini aku jalani, kalaupun nanti aku mencari pacar pastinya yang lebih mengerti denganku. jangan sampai kasus yang dulu terulang lagi.

"jadi kemana kita sekarang, baru jam sepuluh nih, masak kita pulang kerumah, aku belum ngantuk.."

kata erwan sambil mengurangi kecepatan.

"ya terserah saja, atau mendingan kita nongkrong di kafe aja lah sambil dengerin musik daripada suntuk dirumah, aku juga agak lapar nih... oh ya aku juga mau ngembaliin uang kamu yang aku pakai.."

aku merogoh dompet di kantong celana lalu mengambil beberapa lembar uang seratusan lalu aku berikan pada erwan.

"makasih ya wan.."

"ya ampun rio, biasa aja kali... aku gak bakalan nagih kok, lagipula aku nhggak butuh butuh amat, emangnya kamu ada pegang duit, kalo memang nggak ada kapan kapan aja kamu balikin.."

kata erwan dengan serius.

"ada kok wan, tenang aja..makasih banget ya sudah kamu tolong kemarin, kalau nggak ketemu sama kamu mungkin aku sudah dapat malu.."

"kalau gitu kita ke kafe mana yo, yang ada dekat kantor timah aja ya.."

"boleh, aku kan nggak tau dengan kafe yang ada disini.."

"iya lupa.."

erwan cengengesan.

********

kafe yang erwan maksudkan ternyata lumayan besar juga tapi bukan konsep warung tenda seperti kebanyakan yang aku lihat dikota ini. suasananya cukup santai karena ada live musik juga.

erwan mengajak aku menyanyi, terpaksa aku ikut erwan menyanyi di depan. aku tak hafal lagu yang erwan bawakan jadi aku hanya diam daja kayak orang bego. aku baru tau kalau judul lagu itu luka dari shifter belakangan setelah aku tanyakan sama erwan.

malam ini entah kenapa rasanya aku merasa begitu dekat dengan erwan, suatu perasan yang membuat aku galau ingin aku lenyapkan sejauh mungkin namun sangat sulit, aku takut kalau aku jatuh cinta sama erwan karena dia adalah sahabatku. padahal perasaan itu tak pernah ada dulunya, namun kenapa sekarang aku merasa seperti ingin selalu bersama erwan. kalau berdua saja dengannya seperti ini aku merasa waktu begitu cepat berlalu.

erwan memang baik kepadaku namun itu hanya kebaikan sebatas sahabat saja, aku tak mau menodai persahabatan kami kalau aku mengatakan pada erwan bahwa aku menyukainya, erwan sudah punya pacar.

jam sebelas aku dan erwan meninggalkan kafe itu, kami masih berkeliling sebentar lalu singgah ke lapangan merdeka duduk berdua diatas podium yang biasanya dipakai untuk upacara bendera.

"rio, aku sering berpikir kenapa dulu kita harus berpisah, saat remaja yang seharusnya kita lewati bersama berlalu begitu saja, kadang aku sering berpikir ingin meniru jejak rian untuk menyusulmu ke palembang, tapi kau tak punya keberanian karena aku belum terbiasa tinggal dan mengurus semuanya sendiri..!"

kata erwan sambil bersandar di tiang penyangga podium.

"justru karena kita berpisah maka hubungan kita tetap baik, tak seperti aku dan rian yang akhirnya jadi banyak berantem.."

aku heran sendiri kenapa tiba tiba aku jadi berterus terang seperti ini pada erwan.

"kalian berdua sering berantem, kenapa yo, bukannya kalian kan sahabat yang sangat akrab.."

erwan agak bingung.

"entahlah wan sukar untuk di jelaskan, kadang memang salah aku juga, namun rian terlalu pemarah dan cepat naik darah, kadang aku juga bingung di buatnya.."

"masalah apa saja yang membuat kalian berdua bisa sampai bertengkar, aku lihat dulu kamu kan sangat akrab dengannya, bahkan aku sendiri yang sudah lama berteman denganmu sampai merasa agak kamu acuhkan setelah kamu berteman dengan rian.."

aku menarik nafas dalam, hal ini sangat sulit untuk dijelaskan karena telah masuk ke wilayah hati, apa yang terlihat biasa bagi orang akan berubah ketika hati yang memegang peranan. menceritakan hubunganku dengan rian dulu pada erwan aku tak punya nyali, iya kalau erwan bisa memahaminya, kalau saja ia jadi jijik padaku setelah tau keadaanku yang sebenarnya, aku bisa kehilangan sahabat baik.

"namanya juga kalau berteman akrab pasti suatu saat akan ada masalah, cuma bagaimana cara kita menyikapinya saja agar masalah tak membuat kita jadi bermusuhan"

"tapi aku tak ada alasan untuk bermusuhan denganmu, dari dulu kan kita selalu sefaham, untung saja aku lelaki dan kamu lelaki, kalau tidak pasti kita sudah pacaran..betul nggak yo..?"

erwan tertawa sambil menatapku, aku jadi malu dan membuang pandangan ke arah lain. kata kata erwan tadi benar benar mengena bagiku, entah kenapa seolah ada perasaan sakit dalam hatiku membayangkan kata kata erwan tadi.

"kamu kenapa yo, kok tiba tiba jadi murung gitu, emangnya kamu lagi mikirin apa sih..?"

tanya erwan serius.

"nggak kok wan, aku hanya lagi mikirin almarhum kakakku yang sudah meninggal, dulunya kami berdua sangat akrab, dia yang paling mengerti denganku, namun ia harus meninggal karena kecelakaan.."

"inalillahi...sudah lama meninggalnya kakakmu itu yo?"

erwan kelihatannya sangat terkejut sekali.

"hampir setahun, waktu dia meninggal rasanya duniaku langsung berubah, aku kehilangan semangat, kadang aku berkhayal kalau semua hanya sebuah lelucon dan kak faisal akan pulang pada suatu hari...kamu tau wan, aku merasa ada yang aneh, beberapa waktu yang lalu waktu aku masih di palembang, aku seperti melihat kak faisal sedang berdiri di luar kamarku karena aku melihatnta dengan jelas maka aku sangat yakin sekali kalau itu adalah benar benar kak faisal, apa mungkin ya kalau orang yang mati dengan cara yang tak wajar, arwahnya masih berkeliaran..?"

aku bertanya pada erwan.

"nggak tau juga sih, dunia ini begitu banyak dengan kemungkinan, apa saja bisa terjadi..tapi biasanya sih masih bisa di terima secara logika.."

erwan juga nampaknya agak sulit untuk menjelaskannya.

"aku juga berpikiran sama denganmu wan, aku selalu mengandalkan logika setiap menyikapi sesuatu, aku cuma kuatir aja.."

"sudahlah, jangan terlalu kamu pikirkan... nanti kamu juga yang pusing, lebih baik sekarang kita pulang saja.. sudah jam duabelas lewat.."

aku mengangguk mengiyakan.

ternyata setelah sampai dirumah aku mendapat kejutan lagi, om sebastian ada dirumah dan ia menungguku di kamarku, apa yang sudah ia bilang sama emak hingga ia bisa menginap disini.

saat melihat aku masuk ke dalam kamar, om sebastian yang tadi aku kira sedang tidur langsung bangun dan menghampiriku, entah kenapa tiba tiba saat ini aku merasa takut sama om sebastian, tindakannya kali ini sudah sangat kelewatan batas bagiku.

"darimana saja kamu rio, bukannya om sudah bilang kalau mau kesini, tapi kamu malah pergi, apa salah om hingga kamu buat om seperti ini..?"

suara om sebastian serak seperti habis menangis.

"aku sudah bilang jangan menemuiku lagi, apa yang om harapkan dari hubungan yang serperti ini, apakah om mau mengatakan kalau suatu hari kita akan menikah dan membentuk keluarga sakinah, om harusnya sadar kalau dunia om yang sesungguhnya telah jelas, masa depan om bersama tante sukma, kenapa om harus bertindak bodoh seperti ini... lupakan aku om..aku capek, pokoknya besok om harus pulang ke palembang, aku tak mau melihat om ada disini.."

aku bersikeras, om sebastian apakah tak pernah berpikir, kenapa ia terlalu menganggap serius hubungan ini.

"kalaupun menikah yang jadi masalahnya, om bersumpah akan menikahimu, kita bisa menikah rio, tak ada yang tak mungkin.."

ini sudah kelewatan.

"memangnya om pikir semudah itu melakukannya, om pikir aku mau melihat keluargaku jadi malu, apa om kira aku tak peduli sama keluargaku hingga aku akan meninggalkan mereka selamanya, seharusnya om bersukur ada perempuan yang seperti tante sukma, mau menerima om walaupun dia tau kenyataan yang sebenarnya tentang om...!"

"sudah om bilang kalau om tak mau lagi pertahankan pernikahan kami, semua sudah terlanjur, jadi sekalian saja kita menyelam rio...kita tinggalkan masa lalu kita dan hadapi sesuatu yang baru bersama sama, kalau berdua denganmu om pasti akan bersemangat, cukup sekali om ditinggalkan orang yang om cintai, karena om dia sampai bunuh diri.."

ternyata om sebastian masih teguh dengan pendiriannya, aku hampir kehabisan akal menghadapinya, aku sudah berkorban segalanya dengan meninggalkan apa saja yang aku punya hanya demi mendapatkan ketenangan batin. tapi om sebastian malah merusaknya, aku masih penasaran bagaimana sampai dia tau kalau aku ada disini.

"aku ngantuk om, capek.. silahkan tidur dulu, msalah ini tak akan habis habis diperdebatkan...jangan memaksakan kehendak pada orang yang tak bisa menerimanya om.."

aku mengambil satu bantal lalu aku keluar dari kamar. om sebastian menarik tanganku.

"tunggu rio, kamu mau kemana...temani om disini, malam ini om mau tidur denganmu..."

aku terpaksa berbalik lagi sambil menatap om sebastian dengan tajam.

"cara untuk melupakan seseorang adalah dengan menjauhinya..."

lalu tanpa menoleh lagi aku tutup pintu kamar meninggalkan om sebastian endirian didalam.

aku termenung diatas kursi tamu sambil berbaring, hilang sudah rasa kantukku, walhasil aku nyaris tak dapat tidur hingga menjelang subuh.


*******

PELANGI DI LANGIT BANGKA (KISAH RIO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang