37

26 5 9
                                    

Author P.O.V

Drrtt... drtt...
20 missed call.

Tulisan itu tertera pada layar handphone sedari tadi dan angka itu terus bertambah.

Siang itu, ditemani tirai hujan sedang beradu nada diluar rumah. Gadis itu tidak beranjak dari sofa empuknya. Dia tidak menangis lagi, tidak juga menyalahkan waktu. Yang gadis itu salahkan ialah dia, dirinya sendiri.

Ia tidak mungkin menyalahkan Dafa, laki-laki itu tidak salah. Ia juga tidak mungkin menyalahkan Friska, gadis itulah yang menjadi korban. Korban serakahnya Ella, korban ketidak pekaan Ella, korban kebahagiaan Ella.

"Gue gak mungkin milih Dafa, dia orang baru di hidup gue" kalimat itu sudah beberapa kali dilontarkan dari mulut Ella. Tapi, semakin ia meyakinkan kalimat itu hatinya semakin sesak dan gadis itu tidak tau kenapa.

Ella menghembuskan nafasnya keras, berharap masalah ini berlalu secepat nafasnya.

Drrtt... drrt...
Dan, sekali lagi handphone gadis itu bergetar. Kali ini Ella menggeser tombol hijau itu.

"Halo? Astaga akhirnya diangkat! Lo kemana sayang? Ditelpon berkali-kali juga. Sibuk babe?"

Ella menarik nafasnya dalam.
Seharusnya lo bilang gini ke Friska Daf, bukan gue. Pekik Ella dalam hati.

"Gue pusing. Yaudah ya bye" tepat saat Ella mengakhiri kalimatnya sambungan telepon diputusi sepihak oleh Ella.

Bukan seperti ini jalan cerita yang Ella mau. Ini bukan cerita seharusnya.

Ia memulai cerita ini dengan permainan dan seharusnya cerita ini berakhir dengan korban hati. Dan dia lah menjadi korbannya sekarang.

Ella menitihkan air matanya untuk yang kesekian kali. Ya, dia harus mengakhiri cerita ini sebagai mana mestinya.

Ia hanya mempermainkan Dafa.

Atau mempermainkan hatinya sendiri? Entahlah.

---

Ella P.O.V

Gue terbangun dari tidur yang gue harap tidak berujung. Tapi tuhan kayanya gak dengar harapan gue, karena mata gue terbuka meski dalam keadaan sembab dan bengkak.

Biarkan hari ini gue membenci segalanya. Membenci nafas ini, membenci detak jantung ini, membenci semua nama yang ada disekitar gue dan bahkan gue sangat membenci cicak yang ada diatas langit-langit kamar gue karena suara decakannya membuat kepala gue semakin pening.

Gue sudah cukup lelah nangis uring-uringan seharian, dan kayanya gue butuh sebuah hiburan. Tapi apa? Mood gue gak terlalu cocok untuk menonton sesuatu, mood gue juga bilang bukan saatnya melampiaskan ini ke sebuah makanan. Entah lah, gue membutuhkan sesuatu yang bebas.

Ditengah kerusuhan otak gue, ada satu hal yang benar-benar membuat gue semakin stress, handphone gue. Handphone gue berdering ricuh seakan tidak memperdulikan masalah yang gue punya.

Unknow number calling...

"Hallo?" Ucap gue dengan suara bindang yang gak bisa gue tutup-tutupi.

"Ella?" Tanya seseorang diujung sana.

"Who?"

"Gue Venus"

"Hah!? Siapa? Anus!?" Tanya gue yang sedetik kemudian membuat gue sedikit tersenyum. Nama macam apa pula itu? Ntar ni orang kalo punya anak dikasi nama apaan ya? Eeq? Atau pantat? Konyol.

(un)Sweet LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang