5

101 15 0
                                    

"Bukannya aku cuman jaga kasir?" protes Niluh. Di tangannya ia baru saja dipaksa menerima kentang goreng di atas nampan.

"Udah, nggak masalah. Lagian kan kamu yang bilang penasaran sama Young-Gi? Ini bisa jadi kesempatan bagus, tahu. Lagipula, dia juga udah tahu nama kamu juga, entah dari mana. Jangan-jangan—"

"Oke, aku antar sekarang," sergah Niluh cepat sebelum Melvin melayangkan pikiran yang aneh-aneh.

Heran juga, perannya bisa berganti dari kasir menjadi pelayan. Padahal, masih ada satu pelayan lain yang tampaknya nggak keberatan mengantar pesanan ini ke meja Young-Gi. Ah, mengingat namanya membuat hati Niluh tidak keruan. Antara malu dan dongkol.

"Kentang goreng. Pesanannya udah keluar semua, ya?" tanya Niluh ramah pada Young-Gi yang lagi-lagi tampak fokus menatap jendela. "Ada apa sih, di jendela itu?" gumam Niluh tanpa sadar.

Untung saja dia mengatakannya dalam bahasa Indonesia.

"Ah. Ya," jawab pria itu sambil mengangkat lidah topinya sedikit. "Terimakasih. Aku nggak tahu kalau kamu juga kerja di sini."

Baru saja Niluh akan berbalik badan, dia mendengar pria itu bicara.

Apakah seorang Park Young-Gi yang mencampakannya saat itu baru mengajaknya bicara? Niluh memutar tubuhnya pelan.

Young-Gi tengah menepikan bucket kentang goreng sambil menjangkau mok hati-hati.

"Aku pikir, kamu sama-sama pelanggan di sini," ucapnya lagi, "Jadi, aku sempat berpikiran yang nggak-nggak."

Park Young-Gi bisa bicara dan dia bicara pada Niluh! Senang rasanya Niluh mendengar suara itu. Ia langsung mendekat kembali ke meja pria yang malam ini mengenakan jaket bomber warna hijau gelap.

"Maaf ya, Young-Gi si, aku pasti udah bikin nggak nyaman saat itu. Aku memang pelanggan di sini dan—"

"Aku cuman berjaga-jaga kalau kamu saat itu penipu," sergah Young-Gi tenang sambil mencelupkan kentang gorengnya ke sambal.

"Eh, penipu?" sergah Niluh heran. Wah, sedih sekali mendengar kalau dirinya dikira penipu.

"Ya, karena kamu beberapa kali menatap aku seperti penuh selidik. Seperti mengamati. Lalu, kamu hampiri aku begitu saja," jelasnya.

Niluh menoleh ke kasir. Melvin tampak sibuk melayani beberapa pelanggan yang membawa kekasihnya. "Aku harus balik kerja, nih. Selamat menikmati," pamitnya.

Nggak ada jawaban yang diberikan oleh Park Young-Gi lagi sepeninggal dirinya ke kasir. Niluh masih nggak habis pikir, bagaimana bisa dia dikira penipu.

"Sepertinya kalian mulai akrab, ya," gumam Melvin saat bergeser dan bertukar tempat dengan Niluh yang baru kembali. "Ngobrolnya lama juga."

Jadi, saat itu Young-Gi tampak buru-buru karena dia takut Niluh menipunya? Niluh tak bisa menahan tawanya.

"Maaf," ucapnya pada pelanggan, "Boleh diulang pesanannya?" tanyanya.

Melvin meliriknya penuh pengawasan.

Sekitar lima orang dilayani dan kini kasir kembali luang. Melvin masih sibuk meracik kopi dan Niluh juga sibuk.

Sibuk mengamati Young-Gi dari kejauhan. Baru kali ini dia melihat wajah pria Korea itu dengan lebih jelas karena Young-Gi mengangkat lidah topinya sedikit.

Satu kalimat yang cocok menggambarkan pemuda di dekat jendela itu. Kalimat yang dikatakan Fab setelah memperkenalkan kliennya dari Korea dulu. Yah, seperti orang Korea pada umumnya.

Kulit orang Korea yang memang rata-rata bersih, juga cetakan tulang rahang Young-Gi yang kuat entah bagaimana mengingatkan Niluh pada seseorang. Seorang aktor Korea. Siapa ya, namanya?

"Sebegitu tertariknya kamu sama dia?" sergah Melvin tiba-tiba. Sambil memoleskan whipped cream ke hidung Niluh. "Kamu ingin melanjutkan obrolan dengannya?" tawarnya lagi.

"Ngg—nggak," Niluh menggeleng lalu menghapus krim di hidungnya. "Kami juga nggak begitu kenal," jawab Niluh lagi.

Tapi aku ingin mengenalnya, batinnya kembali bergumam.

Ada sesuatu di dirinya yang begitu ingin kuketahui. Bukan postur tubuhnya yang bagus, bukan pula kulitnya yang terawat, bukan juga tone suaranya yang dalam.

Niluh hanya ingin mengenalnya.

"Kamu suka dia?" gumam Melvin tiba-tiba.

Niluh menoleh, dahinya mengerut, "Nggak, lah, gila! Aku cuman... tertarik. Ada hal yang menarik di dirinya. Hal yang... ingin kugali lebih dalam," ungkapnya.

"Lalu setelah kamu menggalinya, akan kamu apakan?" tantang Melvin.

Bahu Niluh terangkat.

"Malam. Mau pesan apa? Mau coba menu terbaru kami?" ungkapnya pada pelanggan yang menghampiri meja kasir ini. Cara terbaik untuk mengalihkan pembicaraan.

Ada sesuatu di balik caranya menatap jendela itu, pikir Niluh seraya menunggu pelanggan memilih racikan minuman.

🌧️

A Dust In Your Eyes (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang