7

95 15 0
                                    

Pukul setengah dua belas malam, Niluh menunggu di lobi apartemennya. Gadis itu hanya mengenakan jaket seadanya dan membawa tas berisi dompet juga laptopnya. Ia bahkan nggak sempat ganti baju sama sekali.

Cukup lama ia menunggu sambil terus menangis hingga resepsionis apartemen bingung harus melakukan apa. "Minum dulu, Mbak," kata pemuda yang sudah mengenal Niluh sebagai penghuni apartemen 703 itu.

"Terimakasih," jawab Niluh bercampur isakan tangis.

"Teman Mbak sudah di jalan? Apa Mbak yakin akan baik-baik saja pergi tengah malam seperti ini?" tukas resepsionis muda dan rapi itu.

Niluh mengangguk, nggak lama ia langsung bangkit begitu melihat mobil merah melipir ke pelataran drop-off gedung apartemennya.

"Sekali lagi terimakasih," ucap Niluh kemudian berlari menuju mobil itu.

Melvin menatapnya cemas ketika Niluh membuka pintu. Sekonyong-konyong tangisan Niluh kembali meledak begitu melihat wajah kawannya itu.

"Mama baik-baik saja minggu lalu, Melv. Sama sekali nggak ada gejala apapun," Niluh terisak menjelaskan sesuatu yang Melvin tidak paham.

"Aku paham," ujar Melvin sambil menepuki pundak Niluh, "Sekarang kita ke rumah sakit, ya? Sudah, kamu... kamu... apa perlu AC mobil ini aku matikan?" ungkap Melvin, namun Niluh tak memedulikan dan malah menatapi jendela mobil ini.

Mobil yang Melvin kendarai membelah jalanan ibukota yang masih diguyur rintik hujan.

🌒

A Dust In Your Eyes (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang