11

98 12 0
                                    

"Aku bakal bikin kamu jatuh cinta," gumam Niluh selepas mereka turun dari taksi, berhenti tepat di area antar sebuah taman besar. Young-Gi menoleh cepat ketika Niluh mengatakan itu. "Jatuh cinta sama musik."

"Sebenarnya kita mau ngapain?"

Hanya berjalan beberapa langkah saja, Young-Gi sudah dibuat tercengang dengan kerumunan yang juga datang ke sana. Rupanya taman besar ini sudah disulap dengan berbagai lampu hias tergantung.

"Acara apa ini?"

Sementara Young-Gi terheran-heran, Niluh mulai sibuk dengan ponsel di telinganya. Ia mencoba menghubungi nomor telepon Alka. Sebenarnya, ia jelas nggak berniat menghadiri acara apapun yang diselenggarakan oleh eks kantornya. Tapi, sesuatu harus ia lakukan malam ini.

"Aduh, susah banget ngehubungin Alka. Aku nggak nyangka akan seramai ini," Niluh mulai berjinjit mencoba mencari sosok kawannya itu.

"Kamu lagi apa sih, sebenarnya?" tanya Young-Gi dengan nada mendesak. "Kalau ke tempat seperti ini, mana bisa kita menemukan udara segar?"

"Udah, diam saja dulu, Young-Gi si. Aku lagi mencari temanku. Kita bisa masuk dengan mudah kalau ada dia," seru Niluh tanpa menjauhkan ponselnya dari telinga. "Dia bilang, dia akan jemput kita tadi," seru Niluh lagi.

Di antara kerumunan, sulit menemukan sosok Alka.

"Seperti apa temanmu?" tanya Young-Gi. Tubuh Young-Gi yang lebih jangkung memang memungkinkan dia untuk menemukannya lebih cepat.

"Dia itu—ngg, rambutnya panjang, kulitnya agak lebih gelap dariku, ramah, asik, dan menarik," jelas Niluh terus menjinjit.

Young-Gi berkacak pinggang sambil berdecak,
"He-ya, Kamu ini aneh. Mana bisa aku menemukan orang yang ramah, asik, dan menarik hanya dalam sekali lihat? Maksudku, temanmu itu, dia mengenakan pakaian apa?"

"Aku lupa," jawab Niluh. Nada panggil di telinganya terus mendengung. "Lagipula, aku bisa kok menilai seseorang dalam sekali lihat."

Young-Gi yang ikut mencari-cari hanya bergumam nggak jelas.

"Pas lihat kamu, aku yakin kita bisa berteman," sela Niluh di antara keramaian.

Young-Gi terdiam sesaat, ia menoleh dan memandangi Niluh yang tingginya hanya sebahu Young-Gi. Sejenak ia berusaha meyakinkan diri. Juga bertanya-tanya, apa sebenarnya yang sedang ia lakukan dengan perempuan asing ini? Bagaimana jika dia membawa kawanannya dan menipunya di sini?

"Niluh," panggil Young-Gi sambil berjongkok tiba-tiba.

Niluh sontak terkejut, "Eh, Young-Gi si, ngapain? Ayo, berdiri," serunya sambil menarik tangan cowok Korea yang mulai mengundang perhatian banyak mata hawa ini.

"Naik ke pundak aku. Kamu akan lebih mudah mencari temanmu," tawar Young-Gi sambil menggerakkan dagunya, dan masih berjongkok di posisinya. Semakin menarik perhatian beberapa pasangan mata yang melintas.

"Eh?" tukas Niluh nggak yakin.

"Ayo. Mau sampai kapan kita terdiam di sini? Atau lebih baik kita pulang?" ucap Young-Gi lagi.

Niluh menarik napas dalam. "Ya udah. Jangan pulang. Kamu harus menyaksikannya. Aku naik ke punggungmu, ya? Benar nggak akan apa-apa? Tubuhku bertambah berat belakangan ini, loh."

"Sudah, cepat. Naik," perintah Young-Gi.

Dalam kecanggungan, tubuh Niluh sudah menempel di pundak Young-Gi.

"Ah, berat sekali," seru Young-Gi ketika ia beranjak berdiri.

"Kan sudah kubilang tadi, aku itu berat. Bagaimana, sih?" Mata Niluh menelusuri penjuru halaman depan area acara ini. Sambil terus menelepon Alka.

"Cepat, cari. Pundakku bisa patah," gerutu Young-Gi. Kedua tangannya yang biasa ia latih dengan handstand dan pushups pagi-pagi, melingkar kuat di kedua kaki Niluh.

"Al, aku sudah di depan. Kamu di mana? Pakai baju apa?"

"Aku juga sudah di depan. Kamu di sebelah mana? Aku pakai baju warna abu terang. Blus yang kita beli akhir tahun lalu," jelas Alka yang pada akhirnya bisa dihubungi itu.

"Kamu lihat aku, nggak? Aku melambaikan tangan."

Sejenak Alka tak memberikan jawaban apapun.

"Halo?"

"Kamu... Nggak mungkin... kamu bukan yang sedang digendong seseorang itu, kan?" tandas Alka.

"Ya! Itu aku! Ya udah. Datang ke sini, ya. Kutunggu," tutup Niluh menyudahi obrolan di ponsel. Ia sempat menunduk sebelum menepuk pria Korea ini.

Saat ia menunduk, ia melihat Young-Gi sedang menggerutu tidak jelas. Tapi, entah kenapa, seberkas senyuman malah tergambar di wajah Niluh. Rasanya, terakhir kali ia digendong di pundak seperti ini adalah saat ia masih kecil. Sudah lama sekali.

"Gimana? Udah? Kamu nggak sedang mengerjaiku, kan?" suara teriakan Young-Gi menyadarkan Niluh.

"Sudah, sudah. Kamu bisa menurunkanku," pinta Niluh dan tubuhnya beberapa saat kemudian sudah menjejak di daratan lagi.

Niluh memandangi Young-Gi yang kini memijat-pijat bahunya dengan ekspresi lucu di wajahnya.

"Niluh," panggil Alka yang menghampirinya dengan—

"Park Young-Gi?" ujar laki-laki di samping Alka. Fabian menghampiri Young-Gi dan langsung mengulurkan kedua tangannya. "What are you doing here?" ucapnya.

"Ah. Fabian. Aku nggak tahu kalau ini acara kantormu," sahut Young-Gi dalam bahasa Inggris yang terhitung lancar bagi orang Korea.

"Niluh, nggak kusangka kamu kenal dengan Young-Gi juga," ucap Fabian dengan senyuman lebar di wajahnya. "Young-Gi adalah salah satu investor di unit bisnis yang pernah kamu tangani, loh," jelas Fabian lagi.

Niluh langsung terkesiap. Pandangannya ia lempar kesal ke Alka, kemudian beralih pada mantan atasannya, dan mendarat di Young-Gi.

"Sudah, sudah. Kita masuk saja. Sebentar lagi pengisi acaranya akan masuk. Salah satu penyanyi kesukaanmu kan, Niluh?" sambut Fabian dengan wajah riang bukan main.

Ia berusaha terlihat hangat dan akrab pada Young-Gi.

Dan Young-Gi sepertinya kelihatan nggak enak untuk menolak dan pergi.

🎤🎵

A Dust In Your Eyes (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang