17

80 14 0
                                    

"Kamu nggak banyak berubah. Bahkan meski sudah bertahun-tahun, saat melihatmu, aku tetap bisa merasakan perasaan yang sama."

Namanya Adinda Tarafia. Kepingan yang berusaha ia cari selama ini. Gadis yang membuat dirinya sempat sekarat bukan main saat berusaha mengingatnya. Dan hari ini, gadis itu benar-benar ada di depannya. Setelah masa pencarian yang menguras energi dan pikirannya.

"Aku tahu, ini tidak akan jadi hal yang mudah bagi kita berdua. Tapi, percayalah, aku akan menemanimu selalu. Bahkan meski kamu nggak mengingatku," tangan gadis itu menyentuh lembut jemari Park Young-Gi yang terkulai di meja.

Mungkin karena dirinya yang berusaha terlalu keras, berusaha terlalu berat. Bukan buncahan kegembiraan yang ia rasakan saat merasakan sentuhan tangan Tarafia. Ia seperti butuh waktu meraba perasaannya sendiri.

"Aku memang percaya, kamu akan kembali. Karena kamu milikku. Dan apa yang memang milikku pasti akan kembali," gumam gadis itu.

Seketika mata Young-Gi terbuka, kepalanya yang mulanya tertunduk, terangkat dan menatap gadis di depannya.

Apa yang menjadi milikku pasti akan kembali.

Sesuatu mengusik pikirannya detik ini. Ia tahu, nggak seharusnya ada hal lain yang ia pikirkan sekarang. Tujuannya sudah di depan mata. Hal yang dicarinya sudah ia temukan. Apalagi?

"Saat Samchon bilang kamu nggak bisa mengingatku, rasanya... aku... entahlah," jelas gadis itu.

"Kamu... selama ini... masih berhubungan dengan Samchon-ku?" tanya Young-Gi dengan kerut di dahinya.

Gadis itu mengatupkan bibirnya rapat.

"Kenapa... kamu... nggak muncul di depanku?" tanyanya getir.

"Aku," tangan gadis itu membelai jemari Young-Gi lagi, "Memberimu waktu. Memaksakanmu mengingat hanya akan menyiksamu."

"Dua tahun bukan waktu yang sebentar. Selama itu kamu ingin memberiku waktu?" ucap Young-Gi pedih.

Dia bisa menghubingiku karena nomorku tak pernah berganti.

"Young-Gi," bisik gadis itu lirih, "Bukankah ini waktu yang paling tepat? Kamu sudah cukup stabil dan nggak menyalahi dirimu sendiri dan—"

Nomorku tak pernah berganti.

Hati pria itu semakin nggak keruan ketika mendengar pernyataan gadis di depannya. Selama dua tahun ini ia sudah dibiarkan tersiksa memunguti serpihan memorinya sendiri. Sementara ternyata selama ini Tarafia memang tahu tentang itu. Apa maksud semua ini?

"Young-Gi, kamu bilang, kamu akan melamarku sepulangnya aku dari Jerman. Apakah kamu masih mau melakukannya?" ungkap gadis itu.

Young-Gi terdiam, kepalanya tertunduk, perlahan-lahan ia menepis tangan Tarafia di jemarinya. Ia butuh waktu untuk mencerna semua ini. Setelah selama ini ia berharap banyak. Tapi gadis ini...

"Aku ke toilet dulu," pamit Young-Gi, ia bangkit dari meja dan berjalan menuju kamar kecil dengan perasaan yang berkecamuk.

Jadi, sebelum kecelakaan itu dia sudah menjanjikan sesuatu pada gadis ini? Melamarnya. Bagaimana bisa Young-Gi melamar seseorang yang sudah membiarkan dirinya terabaikan selama dua tahun?

Ia terdiam di depan wastafel dan memandangi wajahnya dengan kalut. Pikirannya tak jelas ke mana. Hingga samar-samar, dari luar kamar kecil, ia mendengar musik yang terdengar akrab di telinganya.

Musik ini...

Suatu saat nanti, ketika kamu mendengarkan lagu Roy Kim ini, dan kamu tidak sedang bersamaku, kuharap kamu mengingat momen ini.

Lagu ini...

Gadis itu...

🎵

A Dust In Your Eyes (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang