4. Déjà Vu

525 44 0
                                        

"Beli martabak yuk."

Cakka menopang dagunya di atas meja, memperhatikan Shilla yang masih sibuk menulis berbagai macam rumus di buku tulis. Sudah hampir satu jam ia menemani gadis itu mengerjakan tugas, dan selama itu pula ia hanya bermain game di handphonenya untuk mengusir jenuh.

"Ta."

Ia mencolak-colek tangan Shilla karena gadis itu belum juga meresponnya.

"Ish! Diem ah, nanti kecoret!" Gadis itu lalu memundurkan posisinya agar Cakka yang duduk di seberangnya itu tidak dapat menjangkau tangannya lagi.

"Lo lama banget sih? Gue laper nih, pengen makan martabak telor."

"Berisik lo. Mending bantuin gue nih biar cepet selesai."

Cakka berdecak. "Ogah. Kebiasaan sih lo ngerjain PR mepet waktu. Kerjain tuh dari kemaren biar nggak numpuk."

"Bodo."

Setelahnya suasana kembali hening. Cakka memilih kembali menyibukkan diri dengan gamenya. Walaupun sebenarnya ia sudah bosan, tapi tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain itu.

Minggu malam ini ia memang menemani Shilla di rumahnya karena gadis itu sendirian. Orangtuanya pergi ke Bandung, dan Rio, kakak laki-lakinya itu sedang ada acara di kampusnya. Rumah Cakka sendiri berada tepat di sebelah rumah Shilla. Jadi tak masalah jika ia harus menemani Shilla sampai larut.

Satu jam kemudian, Shilla akhirnya selesai merampungkan PR Fisikanya. Ia merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku sejenak dan segera merapikan buku-bukunya. Kemudian matanya menangkap Cakka yang tertidur dengan menelungkupkan wajahnya di atas meja.

"Dasar kebo, katanya laper tapi malah tidur."

Shilla mendengus, ia mengurungkan niatnya untuk meletakkan buku-bukunya ke kamar. Perempuan berkaos putih polos itu kemudian melenggang pergi ke dapur, dengan cepat ia memasak mie instan kemudian kembali lagi ke ruang tengah.

"Bangun woy!"

Cakka terkesiap ketika Shilla berteriak di sebelah telinganya. "Apaan sih, Ta? Rese lo!" ia menegakkan posisi duduknya, menatap Shilla yang sudah duduk di sebelahnya.

"Nih makan, tadi katanya laper." Shilla menyodorkan semangkuk mie instan ke depan laki-laki itu. "Beli martabaknya besok aja ya. Gue males. Hehe." Lanjutnya lagi ditambah sebuah cengiran.

Cakka melengos, padahal ia sangat ingin makan martabak saat ini. Tapi pada akhirnya laki-laki itu tetap menyantap mie goreng yang sudah dibuatkan Shilla.

"Pelan-pelan kali."

Shilla menggelengkan kepalanya melihat Cakka yang terlalu buru-buru saat makan.

"Laper gue."

"Ya nggak usah buru-buru gitu juga. Kalo keselek mati lo."

Cakka otomatis menjitak kepala Shilla. "Jahat lo ngomongnya. Kalo gue mati ntar lo sedih."

"Nggak bakal."

"Yeu lo kan nggak bisa hidup tanpa seorang Abian Cakka Nuraga."

"Kata siapa?"

Best Friend?Where stories live. Discover now