Suasana SMA Violet di Jumat pagi sudah cukup ramai walaupun masih tiga puluh menit lagi bel masuk berbunyi. Sudah banyak siswa-siswi yang datang dan melakukan aktivitas masing-masing sembari menunggu waktu kegiatan belajar mengajar dimulai.
Shilla, Sivia dan Ify yang juga sudah berada di sekolah memilih untuk duduk di depan kelas mereka sambil berbincang. Mereka membicarakan perihal kontes piano yang akan diikuti oleh Ify.
"Acaranya besok?" Shilla memerhatikan tanggal yang tertera pada undangan di tangannya.
Ify mengangguk sambil menyeruput susu kotaknya. "Pokoknya kalian wajib dateng ya, nggak pake telat. Soalnya gue nanti tampil pertama." Ujarnya.
"Siap bos!" Seru Sivia. "Eh, gue boleh ajak Enrico kan?"
"Boleh lah." Jawab Ify. "Lo ajak kakek nenek lo sekalian juga boleh."
"Gue ajak Rio ya?" Kali ini Shilla yang bertanya. "Biar lo semangat nanti main pianonya." Tambahnya sambil tersenyum menggoda Ify.
"Eh, jangan!" Tanpa disangka-sangka, Ify justru menolak.
Shilla mengernyit. "Loh, kenapa?" Tanyanya bingung. Ia pikir hubungan Ify dan kakaknya itu sudah semakin dekat semenjak mereka pergi ke pameran hot wheels berdua beberapa hari yang lalu.
"Emm, soalnya-" Ify menggigit bibir bawahnya. "Nanti kalo ada Kak Rio gue malah tambah nervous, nggak konsen jadinya. Kan malu kalo gue main pianonya jelek di depan dia." Jelas Ify.
"Yaelah." Shilla melengos. "Gue kira kenapa."
"Sok nervous segala lo!" Sivia menyenggol bahu Ify. "Paling nanti juga lo kesenengan kalo ada Kak Rio." Ledeknya.
Ify merengut. "Nggak, pokoknya awas aja lo Shill kalo dateng sama Kak Rio."
"Iya, okay. Tenang aja, gue nggak akan ajak Rio kok." Kata Shilla akhirnya.
"Eh-eh Shill," Sivia tiba-tiba memelankan suaranya, entah karena apa. "Kayaknya ada yang ngeliatin kita deh dari tadi. Lebih tepatnya, ngeliatin elo sih."
"Hah?" Shilla langsung melihat ke sekitarnya. "Siapa? Setan?"
"Ish, mana ada setan pagi-pagi gini!" Sahut Sivia.
"Mana sih, Vi?" Ify ikut mengedarkan pandangannya.
"Itu tuh, di kelas seberang."
Shilla menyipitkan matanya agar bisa melihat jelas siapa yang sedang duduk di depan kelas XI IPS 2 yang diarahkan Sivia tadi. Kemudian dahinya mengernyit, "Pricilla maksud lo?"
Sivia mengangguk.
"Tapi dia nggak lagi ngeliatin kita tuh, Vi." Kata Ify, anak perempuan yang dilihatnya saat ini justru terlihat sedang fokus membaca buku yang dipegangnya.
"Yee tadi kan dia ke gep sama gue. Makanya sekarang udah nggak liatin ke sini lagi."
"Ooh," Ify memanggut-manggutkan kepala. "Ngapain ya Pricilla ngeliatin lo, Shill?"
Shilla yang masih memerhatikan Pricilla di seberang sana hanya mengangkat bahunya. Bersamaan dengan itu, ia melihat seorang laki-laki menghampiri Pricilla dan memberikannya sebotol air mineral. Keduanya kemudian saling melempar senyum, dan si laki-laki pun duduk di sebelah Pricilla. Setelahnya, mereka terlihat berbincang sambil sesekali bercanda dan tertawa.
Pemandangan seperti ini sudah menjadi konsumsinya sejak beberapa hari belakangan di sekolah. Dan entah kenapa, dadanya masih saja terasa sesak jika melihatnya. Padahal, Shilla sudah berusaha untuk menerima. Tapi kenyataannya, ia memang belum bisa menghilangkan patah hatinya sama sekali.