"Deva kemana ya?"
Alvin melirik jam tangannya, lima menit lagi bel masuk akan berbunyi. Tapi Deva belum sama sekali menampakkan batang hidungnya. Sebagian anak-anak XI IPS 2 sudah mulai menyiapkan buku pelajaran dan alat tulis di atas meja masing-masing. Dan sebagian lagi masih sibuk bercanda atau berbincang dengan teman sebangkunya. Seperti Cakka dan Alvin.
"Biasa dia mah, paling telat."
Cakka yang sudah hafal tabiat temannya yang satu itu berucap santai. Hanya ada dua kemungkinan jika Deva belum datang. Telat atau bolos.
Lima menit kemudian bel masuk berbunyi, dan sesuai dengan jadwal di hari Senin, Pak Dudu -guru Geografi- pun masuk ke dalam kelas. Beliau memulai pelajaran dengan mengabsen para murid satu per satu.
"Deva Ekada."
"Belum dateng, Pak." Alvin menjawab ketika nama temannya itu disebut.
"Terlambat lagi?"
"I-iya kayaknya, Pak. Hehe."
Pak Dudu menggelengkan kepalanya, tidak tahu lagi bagaimana menghadapi muridnya yang satu itu. Sudah berkali-kali anak itu masuk ruang BP karena sering terlambat dan bolos, tapi tetap tidak jera.
Setelah selesai mengabsen, Pak Dudu mulai menjelaskan materi baru. Tapi baru sekitar lima belas menit ia menjelaskan, seseorang membuka pintu kelas dan memberikan senyum manisnya untuk guru yang sudah berusia 50 tahun itu.
"Selamat pagi, Pak Dudu."
Deva, anak itu masuk ke dalam kelas dan langsung menyalami tangan Pak Dudu.
"Maaf Pak saya terlambat, tadi-"
"Saya tidak mau dengar alasan kamu."
"Tapi Pak, saya-"
"Lari di lapangan dua puluh putaran."
"Tapi-"
"Sekarang!"
Deva menghela napas pasrah, ia kemudian melirik Cakka dan Alvin yang kini sedang tertawa meledeknya.
"Baik, Pak."
• • •
"Shill, are you okay?"
Sivia berbisik sambil menatap teman sebangkunya yang terlihat sangat pucat itu. Sejak pelajaran dimulai tadi, Shilla terus memegangi perutnya.
"Perut gue sakit banget."
Shilla menelungkupkan wajahnya di meja. Perempuan itu menggigit bibir bawahnya menahan sakit.
"Lo lagi pms ya?" tanya Sivia lagi. Temannya itu mengangguk lemah.
"Pantes aja." Sivia menghela napas, "Ke UKS aja deh sekarang. Ayo gue anter."
"Nggak usah, gue bisa sendiri kok."
"Serius?"
Shilla mengangguk, kemudian ia berdiri dan meminta izin kepada Bu Ira untuk ke UKS. Guru bahasa Indonesia itu lalu menyuruh Sivia dan Ify untuk mengantar teman mereka, tapi lagi-lagi Shilla menolak.