9. Accidental Meeting

388 43 5
                                    


Dinda & Revan

Mata Deva membaca dua nama yang terpampang besar besar di dekat pintu ballroom. Kakinya kemudian melangkah masuk mengikuti wanita yang sudah berjalan lebih dulu di depannya.

"Kamu diem-diem di sini. Jangan kemana-mana. Mama mau ketemu temen Mama dulu."

Laki-laki itu hanya menghela napas pasrah saat Mamanya berbicara seolah ia adalah anak kecil. Tapi ia akhirnya mengangguk. "Iya, Deva nggak kemana-mana."

Setelah wanita itu pergi, Deva menyapu pandangannya ke seluruh ballroom. Hanya ada kerumunan orang-orang berbaju mewah yang tidak ia kenal. Tidak ada yang menarik perhatiannya sama sekali. Ia pun akhirnya berjalan mendekati meja bundar yang di atasnya di penuhi deretan gelas berisi minuman berwarna merah. Kemudian Deva meraih salah satu gelas, ia meminumnya sambil kembali melihat-lihat sekitar. Tiba-tiba seseorang menyenggol pundaknya dari belakang dan hampir saja membuat gelas yang ia pegang terjatuh.

"Eh sorry-sorry gue nggak seloh? Deva?" Orang yang menabraknya itu terlihat terkejut melihat Deva, begitu pun sebaliknya.

"Lah? Shilla?"

Dua orang itu saling tatap beberapa detik sebelum akhirnya menertawai pertemuan mereka yang kebetulan itu.

"Lo ngapain di sini?" Shilla bertanya pada laki-laki berjas dark blue itu.

"Kondangan lah, Shill."

"Yee tau gue. Maksudnya, lo kenal sama pengantinnya atau gimana?"

"Nggak kenal sih sebenernya. Tapi, pengantin laki-lakinya itu anak temen kantor nyokap gue."

"Oh gitu. Gila ya, kok kita bisa ketemu di sini sih? Sempit banget kayaknya dunia." Shilla tertawa lagi.

"Anjir lebay lo." Deva ikut tertawa, "Tapi iya juga sih. Bisa kebetulan banget kita ketemu di sini. Lo kenal sama pengantinnya, Shill?"

Shilla mengangguk, "Pengantin ceweknya itu kakak sepupu gue." Jawabnya, "Eh iya, lo kesini sama siapa aja, Dev?" Tanyanya lagi.

"Sama nyokap doang tuh." Deva mengarahkan dagunya ke tempat Mamanya berdiri bersama teman-temannya tak jauh dari mereka.

"Nyokap lo yang mana?" Shilla memperhatikan tiga ibu-ibu yang sedang asik berbincang itu.

"Yang pake kebaya ungu."

"Serius? Nyokap lo cantik banget, masih keliatan muda." Shilla kembali menoleh pada Deva.

Deva tersenyum mendengar pujian Shilla. "Iya lah anaknya ganteng gini."

Shilla terkekeh. "Ternyata cowok kayak lo mau juga ya nemenin Mamanya kondangan." Ujar gadis itu, aneh juga rasanya melihat Deva yang biasanya urakan dan selalu jadi troublemaker di sekolah kini justru terlihat rapi dan datang ke acara pernikahan bersama Mamanya.

"Terpaksa gue, gara-gara tadi ketauan bolos sama nyokap. Jadi sebagai hukumannya gue harus temenin dia ke Bandung cuma buat kondangan."

Shilla menepuk pelan lengan Deva. "Makanya jangan bolos mulu."

Deva terkekeh, "Eh, by the way, Cakka nggak ikut?"

"Nggak lah. Ngapain dia ikut? Ini kan acara keluarga gue."

"Oh, kirain. Abisnya lo sama dia kan kemana-mana nempel mulu. Kayak idung sama upil."

"Ih! Jorok banget sih perumpaan lo. Nggak ada yang bagusan dikit apa?" Shilla memasang tampang jijiknya lantas tertawa.

Tanpa Shilla sadari, lawan bicaranya ternyata sangat menikmati pemandangan di hadapannya itu. Deva tersenyum lebar, entah kenapa ada rasa senang yang muncul ketika melihat Shilla tertawa dengan mata yang menyipit seperti itu. Dan omong-omong, Shilla terlihat berbeda dari terkahir ia melihat gadis itu berbaring di UKS dengan wajah pucatnya dua hari yang lalu. Kini Shilla sangat cantik dengan polesan make up serta dress hijau mint yang membalut tubuh rampingnya.

"Eh iya, Dev. Gue lupa tadi mau nyari kakak gue. Gue tinggal nggak apa-apa kan?" Shilla tiba-tiba teringat bahwa Bundanya tadi menyuruhnya untuk mencari Rio karena mereka akan foto bersama dengan keluaga besar.

Deva mengangguk, "Santai aja. Lagian sebentar lagi kayaknya gue sama nyokap udah mau balik."

"Oh gitu, ya udah nanti hati-hati di jalan ya, Dev. Salam buat nyokap lo." Shilla menyunggingkan senyumnya sebelum berbalik. Tapi kemudian Deva menahan lengannya.

"Shill, tunggu bentar."

Shilla menoleh lagi, menaikkan kedua alisnya, "Kenapa?" Tanyanya, kemudian matanya turun memperhatikan tangan Deva yang masih memegang tangannya.

Deva yang menyadari itu langsung melepas tangan Shilla dan menggaruk tengkuknya, entah kenapa ia menjadi salah tingkah. Apa kata orang jika seorang playboy yang selalu bisa membuat wanita meleleh dengan penampilannya yang cool kini justru terlihat gugup di hadapan Shilla. Padahal, ia juga sudah biasa bertemu gadis itu di sekolah. Kenapa kali ini rasanya berbeda?

"Emm gue boleh minta kontak lo nggak, Shill?"

Shilla sempat terdiam karena bingung. Tapi ia urung menanyakan alasan kenapa Deva tiba-tiba meminta kontaknya dan memilih untuk mengangguk.

"Boleh."

Deva tersenyum, ia kemudian mengeluarkan ponselnya dan mengangsurkannya pada Shilla. Beberapa detik ia memperhatikan gadis itu mengetikan nomor teleponnya. Dan senyumnya masih terulas di sana ketika Shilla mengembalikan ponselnya.

"Thanks ya, Shill."

• • •

Thanks for read and vote ya!

See you♡

Best Friend?Where stories live. Discover now