18. Menghindar

437 57 2
                                        

"Males ah, Bun. Nanti jadi jauh kalo harus ke sekolah Tata dulu."

Rio ikut duduk di pantry bersama Shilla yang sudah lebih dulu ada di sana untuk menikmati pancake buatan Gladis. Laki-laki itu menolak perintah Bundanya untuk mengantarkan adiknya ke sekolah.

"Kasian Tata kalo berangkat sendiri. Ayah kamu kan udah berangkat dari tadi." Gladis menyodorkan sepiring pancake di depan anak laki-lakinya itu.

Rio melengos. "Emang Abi kemana sih, Ta? Kok lo nggak berangkat bareng dia? Kemaren juga." Ia berceloteh pada Shilla di sebelahnya sambil menuang madu ke atas pancakenya yang masih panas itu. "Lo lagi berantem sama dia ya?" Lanjutnya lagi.

"Gak usah bawel deh. Kalo nggak mau nganterin gue ya udah, gue naik ojek aja." Jawab anak perempuan yang sedang mengunyah pancakenya itu.

"Eh, nggak-nggak. Pokoknya kamu harus berangkat sama Rio." Gladis menginterupsi. "Rio, kamu anterin adik kamu. Kalo nggak, malam ini Bunda nggak izinin kamu nginep di rumah Rizky."

Rio menghela napasnya. "Iya-iya. Rio anter Tata ke sekolah." Jawabnya malas. Ia tidak mau rencananya untuk menginap di rumah temannya itu gagal hanya karena hal sepele seperti ini.

"Ayo berangkat sekarang." Shilla turun dari kursi tinggi yang di dudukinya itu. Ia kemudian meraih tasnya yang berada di atas meja.

"Astaga, Ta. Gue belom selesai sarapan." Protes Rio.

"Ih, tapi nanti gue telat. Jalanan pasti macet banget jam segini." Shilla menarik-narik lengan kakaknya itu.

"Lo aja belom pake sepatu. Pake dulu sana." Rio menunjuk kaki Shilla yang hanya memakai kaus kaki berwarna putih.

"Nanti aja di mobil. Ayo cepetan." Shilla menarik tangan Rio lebih kencang.

Rio memutar bola matanya. Kemudian ia turun dari kursinya dan pasrah diseret adiknya itu keluar rumah.

"Bunda, kita berangkat dulu ya!"

• • •

Selama perjalanan, yang dilakukan Shilla hanya diam dan melamun. Membuat Rio yang berada di sebelahnya terheran-heran karena biasanya Shilla selalu menyetel radio dan menyanyikan lagu-lagu yang diputar jika sedang berada di dalam mobil seperti ini.

Bahkan, sampai kendaraan mereka sudah sampai di tempat tujuan pun, Shilla masih belum sadar dari lamunannya.

"Ta, udah sampe."

Rio akhirnya menepuk pundak adiknya itu. Shilla mengerjap dan langsung menoleh ke luar jendela, baru menyadari keberadaannya di depan SMA Violet. Kemudian anak itu melepas seatbeltnya.

"Lo kenapa sih sebenernya sama Abi?" Rio tiba-tiba bertanya sebelum Shilla turun dari mobilnya. Ia yakin yang membuat adiknya jadi aneh seperti ini pasti Cakka. Entah apa masalah mereka. Rio bahkan tidak melihat Cakka sejak kemarin.

Shilla menggeleng. "Gapapa." Jawabnya singkat, ia benar-benar tidak ingin membahas apapun tentang Cakka saat ini. "Ya udah gue turun dulu ya. Lo hati-hati di jalan, jangan ngebut-ngebut. Byeee kakakku sayang!"

Apa yang diutarakan Shilla itu membuat Rio terlihat jijik, apalagi setelahnya, anak perempuan itu mengecup pipi Rio sekilas sebelum akhirnya turun dari mobil.

Pintu mobil tertutup kembali dan Shilla melambaikan tangan dengan senyum yang masih mengembang di wajahnya. Hanya beberapa detik, setelah mobil hitam milik Rio tidak terlihat lagi, senyum itu memudar. Kemudian hilang sama sekali.

Shilla diam di tempatnya, rasanya terlalu malas untuk melangkah masuk ke dalam sekolah bersama siswa-siswi lainnya yang juga baru berdatangan. Lebih tepatnya, ia malas jika harus bertemu Cakka di sekolah hari ini. Ia masih merasa kesal dengan anak itu karena masalah kemarin.

Best Friend?Where stories live. Discover now