PART XI : Revolusi

2K 153 40
                                    

"Paman mau kemana?" aku bertanya kepada seorang lelaki paruh baya yang sibuk mengulung kertas karton putih dengan ukuran yang cukup besar.

"Lihat ini!" gulungan karton tadi ia bentangkan kembali, memperlihatkan kertas persegi bertuliskan 'naikan upah buruh'. Pamanku menyadari bahwa aku menatap tulisan sederhana itu cukup lama. Seakan ada hal tersembunyi yang mungkin bisa ku ungkap dari deretan kata-kata yang akan jadi properti demonstrasi nanti.

"Emangnya gaji paman belum cukup?"

"Ini bukan hanya masalah gaji Scilla, tetapi semua serba tidak karuan, mulai dari waktu bekerja kami yang terlalu lama, asuransi keselamatan yang tidak di akomodir dengan baik, serta perlakuan kasar yang kami dapatkan dari para pemilik usaha. Enak saja mereka! kami sudah mandi keringat darah, mereka hanya duduk santai menyedot tenaga kami"

"Wah wah, paman sudah jadi seorang intelektual sekarang" candaku kepada paman saat jemariku yang mungil sedang sibuk menekan tombol handphone untuk me-reject panggilan masuk dari ka Wahyu.

"Pacarmu ?" tanya pamanku yang merasa terganggu oleh dering HP-ku yang dari tadi menjadi backsound percakapan kami berdua.

"Pacar? apakah itu sejenis makanan? bukan paman! hanya seorang senior yang sejak awal liburan selalu menghubungiku untuk minta maaf"

"Minta maaf? apa yang sudah dilakukan bocah itu kepada ponakan kesayangan paman ini?" paman melotot kearahku. Sifat kebapakannyapun menggelora saat tahu seseorang mungkin telah menyakitiku.

"Tidak paman, tidak ada yang berani menyakiti seorang Feurbach di Salazar"

"Kau benar Scilla. Seorang Feurbach tidak takut apapun. makannya pamanmu ini akan berada di barisan paling depan untuk menuntuk keadilan kaum buruh"

"Bukankah Ini sudah yang ke empat kali paman?"

"Betul! dan ini puncaknya" pamanku menyisir rambutnya yang tipis kebelakang. Dengan sok ganteng, ia terus memberikan cermin didepannya sebuah senyum yang tidak pernah luntur bahkan saat ibu dan ayahku wafat ketika aku masih kecil.

"Dimana paman akan melakukan demonstrasi?"

"Menurut Mr. D, hari ini kami akan melakukan aksi di depan kementrian ekonomi Allegion"

"Mr. D? siapa dia? aku tidak pernah mendengar namanya. Apa dia salah satu rekan kerja paman di pabrik roti?" perbincangan ini kian menarik rupanya, aku meneguk setengah gelas air putih yang terdapat di atas meja, siapa tahu, aku bisa mendalami sedikit tentang pergerakan kaum buruh yang akhir-akhir ini bergejolak di Allegion.

"Hmm, nanti akan aku perkenalkan dengannya. Dia orang yang hebat. Dialah pendiri serikat buruh yang mempelopori aksi kami" kalimatnya tadi menjadi akhir dari perbincangan kami. Ia sekarang sudah berada di depan pintu, terlihat tampan dengan topi hitam yang ia kenakan beserta kameja kotak-kotaknya.

"Paman!" ia menutup kembali pintu dan menoleh ke arahku.

"Boleh aku ikut? aku akan mengantarmu naik motorku, bukannya kita harus menghemat biaya bukan? Skali-skali aku juga harus membantu paman memperjuangkan kehidupan finansial kita"

☆ ☆ ☆

"Siapa itu paman?" tanyaku ketika aku dan paman telah berada di tengah-tengah masa aksi yang tidak terhitung jumlahnya.

"Haha coba kau perhatikan baik-baik. Dia adalah orang yang sangat kau kagumi"

Aku melihat wanita yang sedang berada di atas mobil truck itu baik-baik. Ia tahan banting di bawah terik matahari dengan suara lantang yang terdengar dari balik megaphone. Wanita itu adalah ka Glory, sekertaris elites yang berasal dari bangsa human.

Feel My MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang