Gue menggendong Alvin yang sedang tertidur di mobil gue dan menekan bel rumahnya. Mama Alvin membuka pintu, "eh Jovanna, udah pulang dari mall? Alvin tidur, ya?" Kata mamanya.
"Iya tante, maaf kelamaan. Tadi ketemu sama Alessa, tan. Ini Alvinnya udah tidur, tan." Kata gue, mamanya mengambil Alvin dari gendongan gue.
"Gak apa-apa, Jo. Kan kamu udah tante percaya jagain dia, sekaligus jadi kakaknya Alvin. Makasih ya, Jo." Kata mamanya sambil menggendong Alvin. Gue tersenyum.
Jadi keingat mama. Mama sekarang lagi apa ya?
"Gak mau mampir dulu makan malam, Jo? Tante masak banyak nih!" Katanya lagi.
Gue menggeleng, "makasih tan, tapi tadi Jo udah makan sama Alvin." Tolak gue halus.
Mamanya mengangguk, "sekali lagi makasih yah Jo, maaf kalo Alvin ngerepotin kamu." Gue tersenyum lalu pamit pulang.
...
Gue membaringkan diri di kasur dan membuka notifikasi HP yang dari tadi gak sempat gue buka. Ada pesan dari mbak Ninung, perawat yang mengurus mama, dan juga kak Reyhan.
Mbak ninung: Jo, ke rumah sakit kasih senja sekarang, mama kamu kritis.
Badan gue membeku, terdiam. Terlalu kaget untuk bereaksi. Gue membaca lagi pesan tersebut dan isinya tetap sama. Mama kritis.
...
Gue melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Satu hal yang ada dipikiran gue. Mama gak boleh ninggalin gue. Gue terus berdoa dalam hati untuk keselamatan mama. Badan gue merinding, sesak, gue terlalu kalut.
...
Gue berlari menuju ruang ICU tempat mama dirawat. Gue udah gak peduli dengan penampilan gue yang acak-acakan. Gue melihat mbak Ninung sedang duduk disana bersama anaknya.
"Mbak, mama kenapa? Kok bisa kayak gini?" Kata gue.
Mbak Ninung segera memeluk gue, "Sabar ya, Jo. Mama kamu pasti bisa melewati masa kritisnya, kamu tenang, ya." Kata mbak Ninung menenangkan gue.
Gue berusaha menahan air mata gue yang udah dipelupuk mata. Gue tersenyum lalu menoleh ke Zio, anaknya mbak Ninung.
"Mbak, Zio udah mengantuk tuh, mbak pulang aja! Biar Jo yang jagain mama." Kata gue.
Mbak Ninung menggeleng, "gak Jo, mbak bakal temanin kamu disini, jagain mama kamu." Katanya.
Gue menggeleng lalu tersenyum seolah tidak apa-apa, "Gak apa-apa mbak, kasihan Zio juga, udah ngantuk banget kelihatannya." Kata gue sambil melirik Zio.
"Gak apa-apa Jo?" Tanya mbak Ninung. Gue mengangguk.
"Yaudah, mbak pulang dulu, ya! Kalau ada apa-apa telfon aja mbak. Mbak bakal langsung kesini." Katanya. Gue mengangguk.
Mbak Ninung pulang bersama Zio dan gue tinggal dalam ketakutan ini sendirian untuk kedua kalinya.
Gue menatap nanar pintu ruang inap mama. Sebutir air mata turun dari pelupuk mata gue.
Kemana papa? Kemana semua orang yang gue butuhin sekarang? Kemana mereka semua? Kenapa mereka gak ada?
Gue segera mengganti baju gue dengan baju steril untuk masuk ke kamar mama. Gue menatap sedih seorang yang tengah terbaring di kasur rawat itu. Perlahan gue berjalan mendekati mama. Gue duduk di sebelahnya lalu meraih tangan kurusnya dan mengusapnya perlahan, seolah tangan ini akan patah jika dipegang terlalu erat.
"Ma, udah 2 tahun ya kita gak bicara, gak cerita-cerita. Mama tau gak keadaan Jo gimana? Jo gak baik ma, Jo gak baik. Jo kangen ma, Jo kangen cerita sama mama, Jo kangen masakan mama, Jo kangen disuapin sama mama, Jo kangen dipeluk mama, Jo kangen lihat senyum mama, Jo kangen diomelin mama. Jo kangen semuanya ma,
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Girl vs Ketua Osis (OPEN PRE ORDER)
Teen Fiction#33 in fiksi remaja(05/11/17) [akan direvisi setelah tamat] Dia Jovanna. Gadis yang menjalani hidup dengan bahagia tanpa beban. Selalu tertawa dengan tingkahnya yang absurd. Gadis yang selalu mengatakan dia baik-baik saja dengan wajah tanpa beban. G...