Tak ada yang berbicara. Mereka terlalu nyaman dengan keheningan ini. Terlalu nyaman dalam diam saling menatap. Terlalu nyaman hingga takut akan kembali hilang.
Tak ada yang berubah. Reyhan tetap mempertahankan pelukannya walaupun 5 menit telah berlalu. Jovanna tetap diam dipelukan Reyhan. Mereka sama-sama tak bisa memungkiri bahwa mereka saling merindu. Mereka juga saling mengingkari kata-kata yang mereka ucapkan pada malam itu.
Reyhan melepaskan pelukannya dan menatap Jovanna. Jovanna segera memalingkan wajahnya dan berdiri seolah sadar bahwa ia telah mengingkari perkataannya sendiri. "Yang lain mana ya? Gue pergi panggil yang lain dulu, kak." Katanya lalu benar-benar beranjak pergi.
"Lo gak dengar apa kata gue?" Satu kalimat itu berhasil menghentikan langkah Jovanna.
"Gue kangen sama lo." Lanjutnya lagi.
Namun Jovanna terus berjalan tanpa ada niatan untuk melihat ke belakang dan hilang di balik pintu.
...
Bohong jika gadis itu tidak merindukannya. Gadis itu hanya mencoba untuk menelan kembali perasaannya tanpa ingin kembali membukanya. Sudah cukup, benar-benar cukup. Ia tak ingin lagi tersakiti dan menyakiti.
Ia sadar, ia harus menyerah. Benar-benar menyerah. Tak ada harapan untuk kembali. Ia tak ingin menyakiti hati orang lagi. Ia paham bahwa semua ini menyakitkan. Tapi cukup, jangan ada yang lain lagi.
Gadis itu berhenti di belokan tangga dan menghela nafas panjang, "Kenapa lo gak bisa nahan diri lo, Jo? Lo pasti bisa jauhin dia. Lo gak boleh jatuh lagi. Gak, lo gak boleh kayak gini. Buang semua perasaan lo! Selama ini lo bisa kan tanpa dia? Sekarang lo juga harus bisa. Ingat! Lo harus fokus ke masa depan, dia bukan masa depan lo. Waktu untuk dia udah habis. Jangan ada apa-apa lagi." Katanya berusaha menguatkan dirinya sendiri.
...
Bel pulang berbunyi, ruangan OSIS kembali padat dengan anggotanya. Banyak yang masih bercerita dengan temannya dan bersenda gurau. Berbeda dengan pemuda yang satu ini, ia terdiam di mejanya sambil menatap lekat seorang gadis yang tengah tertawa bersama temannya.
Lagi dan lagi.
Tawa cerah gadis itu berhasil membuatnya jatuh lebih dalam pada pesona gadis itu.
Mr. Rangga memasuki ruangan OSIS dengan senyuman khasnya. Ia segera meletakkan map yang ia bawa dan menjawab salam yang telah dilontarkan oleh anggotanya.
"Jadi begini, ada salah seorang anggota kita yang meminta izin untuk di non-aktifkan sebagai anggota OSIS." Buka Mr. Rangga. Semua orang mulai berbisik-bisik.
"Dia sudah meminta izin pada saya sejak bulan lalu dan saya telah memberikan izin padanya karena alasan yang dia berikan. Saya harap, kalian bisa menerima keputusan dia untuk keluar."
Semua orang terkejut. Tak sembarangan orang yang dapat menjadi anggota OSIS sekolah ini, hanya murid-murid pilihan yang dinilai memiliki potensi yang baik yang direkrut sebagai anggota OSIS. Tapi murid ini malah meminta keluar.
"Saya minta kepada Jovanna Rezkia Ong, selaku ketua Divisi Pendidikan Budaya untuk maju dan menjelaskan alasannya serta memberikan kata-kata perpisahan pada tim OSIS ini." Sambungnya lagi. Reyhan terdiam, menatap gadis yang sedang berjalan ke depan tersebut dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
"Halo semuanya!" Sapanya.
"Saya Jovanna Rezkia Ong, ketua dari Divisi Pendidikan Budaya. Saya ingin meminta izin untuk non-aktif kan dalam organisasi ini. Saya memiliki beberapa alasan yang sulit untuk saya jelaskan kepada kalian semua. Yang jelas, saya merasa senang disini, saya senang bisa berkerjasama dengan semua orang hebat disini, saya sudah menganggap anggota OSIS sebagai keluarga. Saya merasa bangga pernah bergabung dan berkerjasama dengan orang-orang pilihan,"
"Saya percaya, di setiap pertemuan, pasti ada perpisahan dan mungkin, ini akan menjadi perpisahan bagi kita. Gak selamanya sebuah perpisahan itu buruk, karena di setiap perpisahan akan ada harapan untuk kembali. Saya sangat bersyukur bertemu dengan kalian," Jovanna tersenyum dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.
"Saya ingin berterima kasih pada anggota Divisi Pendidikan Budaya yang telah banyak membantu dan menghibur saya. Kalian gak pernah membebani saya dengan semua sikap kalian. Terimakasih untuk Mr. Rangga yang sudah memahami alasan saya. Terimakasih untuk semua anggota OSIS untuk semua kerja kerasnya. Dan terakhir, untuk ketua OSIS kita, kak Reyhan. Terimakasih sudah membantu saya selama ini dan maaf untuk segalanya. Terimakasih atas pengertian dan perhatian kalian, sampai jumpa." Tutup Jovanna dan membungkuk memberi salam pada semua orang dengan setetes air mata jatuh di pipinya, namun gadis itu tetap tersenyum.
Semuanya terdiam, mereka juga ikut merasa sedih karena gadis ini memilih keluar dari organisasi. Gilang tersenyum lembut pada Jovanna, walaupun ia kecewa. Ia tetap menghargai keputusan orang yang dianggapnya menjadi adiknya.
Satu persatu anggota memeluk Jovanna. Air mata gadis itu kembali tumpah melihat anggota divisinya yang merasa sangat sedih. "Dav, Glo, udah jangan sedih. Kalau kalian kesulitan, kalian masih bisa tanya gue kok. Gue gak akan kemana-mana." Tuturnya halus.
Gloria mengangguk dan menghapus air matanya. David tersenyum lalu menepuk puncak kepala Jovanna, "Walaupun udah gak satu organisasi lagi, gue siap untuk lo cari saat lo susah." Ujarnya disambut senyuman hangat Jovanna.
Berbeda dengan Reyhan. Pemuda itu tak dapat menguasai diri dan segera menarik lengan gadis itu keluar ruangan. Ditariknya pergelangan gadis itu menuju atap sekolah. Ia kecewa, sangat.
Organisasi inilah satu-satunya cara agar ia tetap bisa melihat gadis ini, namun pada nyatanya gadis itu memilih keluar dari organisasi tersebut. Jovanna memberontak, tapi Reyhan tak peduli. Hari sudah mulai gelap tapi Reyhan tetap menariknya menuju atap. Reyhan segera mengunci pintu masuk ke atap dan memandang Jovanna dengan terluka.
"Lo kenapa, Jo? Kenapa lo keluar?" Lirihnya.
Bukannya takut pada aksi Reyhan, Jovanna malah mendekat, "Ini keputusan gue, kak. Ini semua udah gue pikirkan sejak lama." Kata Jovanna.
"Sebenci itu kah lo sama gue Jo?"
"Gak, gue gak pernah benci lo. Gak pernah gue berpikir untuk membenci lo."
"Trus kenapa? Apa gue gak boleh berada di dekat lo?"
Gadis itu mengangguk mmbuat hati pemuda hancur seketika, "Karena gue udah pernah bilang, cukup bagi kita untuk saling menyakiti kak. Cukup." Kata Jovanna.
Reyhan terdiam, ia berlutut di depan Jovanna, "Maaf, gue bodoh, Jo. Gue bodoh. Gue yang salah. Maaf, apa terlalu sulit untuk memaafkan gue?" tanyanya.
Jovanna ikut berlutut, "Gak, ini gak salah kakak. Kita gak salah, perasaan kita gak salah. Gak ada yang bisa disalahkan. Sekarang, biarkan waktu yang nyelesaikan semuanya kak. Biarkan waktu yang menjawab akhir dari semuanya." Kata Jovanna sambil memegang bahu Reyhan.
"Jangan pergi. Gue gak mau lo pergi." Kata Reyhan sambil memegang tangan gadis itu.
Jovanna menggeleng, "Gue gak pergi, gue disini."
Kini mereka duduk bersebelahan sambil menyandar pada pintu atap. Hari mulai malam dan mereka masih betah pada posisi seperti ini. Nyaman, tak ada diam yang terasa canggung.
Jovanna terkekeh, dan membuat Reyhan menoleh, "Kak, kakak mau dengar cerita gue? Tentang hidup gue yang gak banyak orang tau." Kata Jovanna memecah keheningan.
Reyhan mengangguk dalam diam.
"Ini tentang gadis yang bernama Jianka Rezita Ong."
TBC
HAIIII GUYSS!! eh sebelumnya aku mau nanya nihhh, part 42 nya ada kan? Soalnya beberapa orang bilang kalau part 42nya gak adaa.
Heuheuehue, bentar lagi tamat, siap-siap sama endingnya yaa.
Regards
Grefyoung
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Girl vs Ketua Osis (OPEN PRE ORDER)
Teen Fiction#33 in fiksi remaja(05/11/17) [akan direvisi setelah tamat] Dia Jovanna. Gadis yang menjalani hidup dengan bahagia tanpa beban. Selalu tertawa dengan tingkahnya yang absurd. Gadis yang selalu mengatakan dia baik-baik saja dengan wajah tanpa beban. G...