12

70.2K 3.1K 30
                                    

"Bing, gue pembunuh, Bing! Gue pembunuh!" Kalimat tersebut selalu keluar dari mulutnya. Gue segera berdiri di depannya.

"Jo sadar, Jo! Sadar! Lo bukan pembunuh, Jo! Sadar!" Kata gue sambil mengguncang tubuhnya.

Dia mendongak, masih dengan tatapan kosongnya, "Gak, Bing! Semua keluarga benci gue, Bing! Gue bunuh Jia, Bing! Gue yang bunuh!" Katanya.

"JO SADAR! BALIK KE ALAM SADAR LO JO! JANGAN KAYAK GINI! JANGAN BUAT GUE TAKUT! GUE GAK MAU KEHILANGAN LAGI JO! SADAR!" Teriak gue frustasi.

"TAPI KENAPA BING?! KENAPA SEMUA ORANG NGANGGAP GUE YANG BUNUH?! MAMA GUE JUGA MANGGIL GUE PEMBUNUH BING! APA SALAH GUE?!" Balasnya. Tak lama, cairan bening keluar dari sudut matanya lagi.

"Jo, ini hidup lo, Jo. Jadi, jangan pernah dengarin apa yang orang bilang tentang lo. Tetap jalanin hidup lo, Jo!" Kata gue sambil memeluknya. Dia terisak untuk entah keberapa kalinya hari ini.

Gue segera membawa Jovanna pulang ke rumahnya. Dia menatap kosong jalanan.

'Jovanna menyayangi Jia seperti dia menyayangi hidupnya sendiri.'pikir gue.

Gue memarkirkan mobil di depan rumahnya. Gue menoleh dan melihatnya yang masih tenggelam dalam pikirannya. Tak sadar, gue menghela nafas panjang.

"Jo, udah sampai. Sampai kapan lo mau di mobil?" Kata gue.

Dia tersadar, "oh, udah sampai yah? Kok gak bilang dari tadi?" Katanya lalu turun dari mobil.

"Oh ya, Bing! Lo langsung pulang, kan? Udah malam, kasihan ntar yiyinyariin lo. Gue juga udah mau tidur nih! Baii Bing!" Katanya sambil menutup pintu mobil.

Gue menghela nafas untuk kesekian kalinya. Gue terus mandangin tubuh kecilnya mengikuti langkah gadis itu masuk ke rumahnya.

"Berhenti untuk terlihat bahagia, Jo!" Gumam gue lalu segera meninggalkan rumah Jovanna.


...

Gue membuka salah satu album foto keluarga. Gue membalik halaman tersebut menampakkan wajah seorang perempuan umur 25 tahun dengan 2 orang anak perempuan di sampingnya.

Wajahnya sangat cantik, tidak ada keriputan di wajahnya. Gue memandangi satu-persatu foto yang ada. Mata gue tertuju pada sebuah foto dengan latar salju dan sebuah keluarga. Semuanya tersenyum lebar ke arah kamera.

Gue ingat. Ini waktu gue kelas 2 SD. Keluarga gue liburan ke Cina, bberlibur di rumah nenek sambil menikmati musim dingin. Semuanya kelihatan baik-baik saja tanpa ada masalah. Kita semua tertawa bahagia, saling menyayangi, dan saling menjaga.

Kini, gue melihat sebuah foto dimana seorang wanita cantik sedang memeluk anaknya yang sedang menangis.

Ya, itu foto mama yang lagi meluk gue yang nangis gara-gara diganggu Kevan. Gue ingat banget kejadian itu.

Hari itu Kevan main ke rumah gue. Dia tau banget kalo gue manja ke mama. Dia segera dekat-dekat ke mama dan bilang kalo gue bukan anak mama, tapi dia yang anak mama. Gue langsung nangis sementara mama dan yang lain ketawa. Jia juga ketawa tanpa henti dan membuat gue semakin terisak.

Gue melihat foto disaat gue dan Jia menggunakan seragam merah putih dimana itu adalah hari pertama masuk sekolah. Mama tersenyum lebar sambil merangkul kami berdua.

Tak sadar, air mata gue keluar lagi mengingat semua hal yang pernah gue lakukan bersama keluarga gue. Gue rindu semua momen yang ada disini, gue rindu dengan semua dongeng mama.

Saat kecil hidup gue itu gak ribet. Dengan adanya mama, papa, Jia, dan makanan, hidup gue sempurna. Cuma semuanya berakhir saat gue SMP.

Mama dan papa mulai sibuk dan lebih sering meninggalkan kami berdua di rumah. Pada akhir minggu, mereka juga jarang ada di rumah. Gue memaklumi keadaan mereka. Tapi, dengan begitu keluarga kami saling menjauh satu sama lain.

Crazy Girl vs Ketua Osis (OPEN PRE ORDER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang