06 || BUAH NAGA

768 105 7
                                    

A guy is a boy by birth, a man by age, but a gentleman by choice

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A guy is a boy by birth, a man by age, but a gentleman by choice.

-Anon-


Di balik gumpalan buih berbau jeruk yang menutupi tubuhnya, Aurora benar-benar berdiri kaku dan membeku. Dia ingin menyangkal keadaan yang sedang terjadi saat ini—tapi laki-laki di luar jelas sedang mengetuk pintunya. Suaranya bagai gemuruh gada Thor yang sedang menghantam bumi—oke, mungkin nggak sedasyat itu, tapi secara kiasan rasanya memang semenyeramkan itu. Kemana Kandar?? Bukankah seharusnya dia berjaga di luar?? Apa dia diculik alien—atau ada ancaman bom atom?? Cowok itu seharusnya tahu kalau menjaga bilik ini adalah masalah hidup dan mati!

"Hoi, denger nggak?"

Rora melompat—ketakutan karena mereka masih di luar sana, tapi sama sekali tidak terkejut. Gadis itu tidak tahu mana yang lebih buruk; dikepung oleh segerombolan remaja putri yang dengki dan melecehkannya habis-habisan, atau ditemukan oleh segerombol laki-laki yang sedang mandi di rest area umum, dan berpotensi mendapat perlakuan yang lebih parah.

"Apa nggak ada orang ya?"

Si juara kelas harus bertindak. Dan dia harus bertindak cepat!

"Tapi kekunci kok.."

Rora nyaris mengerang saat melihat kenop pintunya yang terkunci bergerak. Dasar orang-orang nggak sopan! Bahkan kalau yang di dalam sini memanglah laki-laki, mereka tidak seharusnya memaksa masuk! Itu namanya pelanggaran privasi! Jelas-jelas warna yang tertera di kenop luar adalah warna merah—itu artinya ada orang di dalam sini!

"B-bentar!" Gadis tersebut menemukan suaranya, berusaha keras supaya membuatnya lebih rendah tujuh oktaf. Dia nyaris terbatuk karena tersedak busa sabun dalam prosesnya. Sebenarnya, tindakan ini sama berisikonya dengan tidak bicara sama sekali, tapi kalau tidak ada respon juga, Rora curiga mereka akan memanggil petugas kebersihan atau mulai memanjat pintu—dan jika itu terjadi, dan entah bagaimana Kandar akhirnya datang (hanya untuk dibunuh Rora di akhir bab ini), tidak ada yang bisa dia lakukan.

"Oh, ada kok—"

Rora menahan nafas, lega karena mereka tidak curiga pada suaranya. Mungkin dia terdengar seperti anak cowok yang belum puber.

"De, tolong dong tas kecilnya. Kita buru-buru nih, maaf banget!"

"I-iya, bentar," Rora melihat berkeliling, mencari tas yang bukan miliknya. Dia meringis saat menemukan benda tersebut, tergeletak pada lekukan tembok di atas, jauh lebih tinggi darinya, jelas tidak terlihat oleh pada pandangan pertama.

Setelah susah payah mencoba mengambil tas tersebut, si juara kelas menaiki tutup kloset dengan sangat perlahan, dan menyelipkan si benda pembawa masalah dari atas bilik. Dia memastikan sebagian besar tangannya tertutup oleh buih, supaya dua laki-laki itu tidak curiga pada jemarinya yang lentik dan kulitnya yang halus. Sebelah kaki Rora sigap menahan pintu kamar mandi, kalau-kalau ada yang nekad memaksa masuk. Dan punggungnya bersandar pada dinding dengan kuat. Rasanya dia ingin memarahi bapak-bapak itu supaya tidak teledor lagi, tapi kalau dipikir-pikir, siapapun bisa lupa dalam keadaan manapun—dan dialah yang bersalah karena sudah mandi di sini; KANDAR, yang bersalah.

ROAD TRIP! (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang