Do you know why big brothers are born first?
It's to protect the little ones that come after them.
- Ichigo Kurosaki -
"Rora! Uler—ULER!"
Si cabe rawit nyaris tertawa terbahak-bahak saat menyaksikan tingkah laku dari teman sekelasnya.
Kandar melompat-lompat seakan karang yang berada di bawahnya adalah bara panas, tangannya mengayun seperti orang kesetanan, dan ekspresi ketakutan di wajahnya benar-benar priceless! Pemuda itu mungkin lebih percaya diri dan dewasa sekarang, tapi melihat sifat penakut dan kekanak-kanakannya sama sekali belum menghilang, merupakan hal yang menyegarkan untuk disaksikan!
"Lo kira ular itu bakal ngejar lo?" tanya Rora tenang, menatap sumber masalah yang merayap santai di karang di antara kaki mereka.
Saat ini kedua remaja berada di Tanah Lot. Om Sam yang katanya menghapal tempat ini seperti lekuk telapak tangannya, berjalan duluan dan menghilang dari pandangan mereka berdua, seakan ia ditelan oleh kumpulan awan di horizon.
"B-bukannya gitu ya?" Kandar tergagap, seluruh tubuhnya bergidik jijik.
Temannya hanya tersenyum simpul dan berjongkok, mengamati aquatic reptile tersebut dari dekat, tapi masih menjaga jarak aman. Pemandangan yang menakjubkan! Mereka pasti ke sini untuk bertelur. Meskipun bukan hal yang menakutkan, untung Kandar terlebih dahulu melihat ular ini sebelum salah satu dari mereka tidak sengaja menginjaknya. "Dimana-mana, binatang tuh lebih takut sama kita daripada kita sama mereka. Percaya deh, kalau bisa mereka juga nggak mau berurusan sama manusia. Dan ular.. mereka sering disalah pahami.." jelas si ratu dingin, menonton hewan yang mengagumkan itu menyelip menjauh. Sungguh mahkluk yang indah.. pikirnya sendu.
"Jadi... mereka nggak mau ngebunuh aku?"
Gadis itu mencoba untuk tidak tertawa pada pertanyaan konyol dari salah satu murid tercerdas di SMA 1, ia bangkit berdiri. "Nggak, kecuali mereka terancam atau diprovokasi. Lagipula, dalam kasus ular berbisa, bisa mereka hanya cukup untuk membunuh mangsa, dan pada kasus ular besar.. mereka nggak akan mangsa manusia kecuali mereka kekurangan makanan. Makanya, lebih baik kita menjauh kalau mendadak ketemu. Selain demi masalah keamanan ya demi menghargai wilayahnya," jelas si kancil sabar.
Kandar mengekori Rora yang mulai berjalan lagi dengan was-was—matanya melebar sebesar bola ping-pong, sementara kepalanya menengok ke berbagai penjuru arah dalam upaya payah untuk meniru burung hantu, dan kadang cowok malang itu melompat hanya karena angin menyapu kaki dan bahunya. Kali ini, Rora sama sekali tidak berpikir untuk menertawai atau bahkan meledeknya. Dia mengerti bagaimana phobia dan paranoia pada hal asing bisa mempengaruhi keadaan mental seseorang, dia sendiri pernah mengalaminya, post-bullying dulu. Dia tidak ada dalam posisi untuk menyepelekan hal ini.
"Kita hanya... harus belajar untuk hidup berdampingan, dan manusia, apalagi, harus selalu menghormati dan melestarikan alam." Satu-satunya yang bisa anak perempuan itu lakukan adalah menjelaskan situasi ini sebaik mungkin, dan berharap kalau orang lain bisa mengerti. "Terkadang gue sedih karena spesies kita ada. Atau marah dan bertanya-tanya kenapa kita masih ada di sini, sementara kerjaan kita cuma bikin keadaan makin parah?" Yah, ini mungkin bukan cara terbaik untuk membuat seseorang mengerti visinya—siapapun pasti akan meringis saat tahu kalau orang yang mereka kenal menginginkan kepunahan masal—tapi Rora berharap setidaknya ia dan caramel yum yum bisa berbagi sentimen, bahkan meski isu ini telah disinggung berkali-kali dalam road trip mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROAD TRIP! (COMPLETE)
Novela JuvenilAurora; cerdas, disegani, dan ditakuti. Ratu es sekolah yang doyan belajar, membuat manusia lain merasa kecil, dan hobi menyelamatkan lingkungan--sama sekali nggak menyangka kalau ia akan bepergian dengan Iskandar; si pemuda baik hati, luar biasa ta...