05 || PAGI PERTAMA

834 102 12
                                    

Sometimes the most scenic roads in life are the detours you didn't mean to take

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sometimes the most scenic roads in life are the detours you didn't mean to take.

- Angela N. Blount -

 

Anget.. Aurora mengeratkan pelukan pada gulingnya, merasa luar begitu nyaman dan aman. Di luar van, matahari perlahan terbit, sinarnya yang lemah menembus melalui jendela dan membalur kaki gadis tersebut dalam cahaya kuning nan lembut. Rora tersenyum, merasa puas dan keenakan. Pegangannya pada guling mengerat, dikaitkannya sebelah kaki di atas, dan wajahnya yang menyala menempel lekat-lekat pada sarung. Wangi..

"Mmm.."

Seakan disiram oleh air dingin, mata Rora menembak terbuka—yang barusan itu bukan erangannya; suaranya terdengar lebih dalam, berat, maskulin! "A-a-a-a-a-a.." begitu dia menyadari apa yang sedang terjadi, satu-satunya hal yang bisa dia lakukan adalah tergagap dengan bodoh, jelas otaknya belum sepenuhnya bangun.

Berbaring di sebelah sang ratu dingin, adalah si debaran hati sekolah. Pandangan Rora terpaku pada helai-helai rambut kecokelatan berbau manis yang mengayun dengan lembut, pada bahu lebar yang naik dan turun, dan erangan lembut yang dikeluarkannya lagi. Cowok tersebut tertidur membelakanginya, tempak begitu nyaman dengan teman sekelas yang memeluknya erat-erat. Dia memegangi tangan Rora yang melingkar di tubuhnya, seakan mendukung gadis itu untuk semakin mendekap.

Syok, Rora menarik lepas dirinya, dengan cepat merangkak ke belakang—apapun untuk menjauh dari Kandar—dimana tengkoraknya malah terantuk oleh sisi mobil. Kesakitan, dia berhenti bergerak dan memegangi kepalanya dengan lunglai.

Kandar yang mendengar suara ribut-ribut langsung terbangun. Dia berbalik perlahan, kantuk masih jelas di wajahnya. "Mm.. Rora..? Kenapa..? Kepalanya sakit ya..?" tanya cowok tersebut dengan lemah. Tangannya yang panjang terulur, mengelus-elus rambut Rora yang halus dengan lembut, seperti seseorang yang sedang menenangkan bintang yang sedang ketakutan.

Dengan cepat, Rora menepis lengannya, "Lo ngapain di sini??" kemudian mendesis salah tingkah. Mereka hanya tidur bersama, iyakan?? Dan Kandar nggak menyentuh dia—kalau iya dia pasti ingat!

"Semalem aku capek, jadi nepi deh, terus ikut tidur," si bintang emas tersenyum simpul. Matanya yang sayu kembali menutup, mungkin lega karena teman sekelasnya baik-baik saja.

"Bukan itu maksud gue—" Rora bersiap memprotes, tapi langsung terdiam saat ia tersadar kalau Kandar telah kembali tidur.

Si juara kelas kembali tertunduk, menghela nafas berat. Rasanya dia ingin membangunkan Kandar, meminta penjelasan dari cowok tersebut. Tapi, hari masih begitu awal, dan wajah Iskandar yang begitu tenang sukses memadamkan emosinya. Cowok tersebut terlihat begitu polos, nyaris seperti anak kecil.

Anak kecil yang terperangkap di badan cowok berumur delapan belas tahun.. pikir Rora getir. Menghiraukan kepalanya yang masih berdenyut kesakitan, gadis itu menoleh dan melihat berkeliling.

ROAD TRIP! (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang