Walking with a friend in the dark is better than walking alone in the light.
- Hellen Keller -
Tinggal sementara bersama rombongan Pak Haji bukanlah hal yang buruk. Diperlukan beberapa hari untuk menyesuaikan diri dengan kru yang aneh-aneh, pengunjung yang ramai dan beragam (ada yang nyebelin dan ada juga yang terlalu baik), tempat tinggal yang sedikit sureal, dan makanan yang unik. Tapi pada akhirnya, Rora merasa kerasan tinggal di sini. Fakta bahwa Batu memiliki iklim yang sejuk juga membantu. Bukan hanya tubuh, pikiran Rora merasa lebih rileks semenjak ia mulai bekerja, bahkan jika ia kelelahan setiap malamnya.
Tidak pernah ada hari yang membosankan, semua orang selalu sibuk. Maissy dan Rora misalnya, mulai aktif setelah Ashar dan beranjak ke stasiun masing-masing. Pasar malam tidak pernah sepi, dengan waktu tutup konsisten yakni jam sepuluh malam. Terkadang mereka bergantian dengan kru yang lain untuk shift makan, setelah itu semuanya akan beristirahat mulai dari jam sebelas, selesai beberes.
Kebanyakan kru tertidur dan baru aktif kembali setelah jam sebelas siang, tapi ada beberapa yang terbangun dari jam delapan ataupun sembilan, atau bahkan dari pagi-pagi sekali—atau campuran dari ketiganya, seperti si Pak Haji yang bangun jam lima untuk solat kemudian tidur dan bangun lagi jam sepuluh.
Terkadang, Rora dan teman sekamarnya bisa berjalan-jalan dan mencoba beberapa wahana, atau mengunjungi atraksi yang lain—panggung Nyobes adalah tempat favorit kedua anak perempuan tersebut. Pernah juga mereka mendapat kiriman apel malang yang banyak dan membuat berbagai macam hidangan darinya, menggunakan bantuan si koki aneh, seorang laki-laki yang dijuluki Emak.
Tidak terasa, dua minggu yang ditentukan untuk road trip ini telah usai. Dan sekarang, seminggu telah berlalu semenjak Rora bergabung dengan rombongan pasar malam pak Haji. Rencana untuk kabur dari rumah telah berbelok tajam, sekarang ia kelebihan lima hari, nyaris empat ratus delapan puluh jam dalam pelarian. Dan dua hari dari sekarang adalah waktu yang ia bicarakan dengan Kandar di Jogja (yang sekarang tinggal memori pahit dan terasa seperti mimpi buruk) dulu, kesepakatan mereka untuk meninggalkan semuanya, apapun yang terjadi, dan kembali ke rumah.
Rora tidak tahu apakah kesepakatan itu masih berjalan, berhubung Kandar dan dia bertingkah seperti orang asing dan tidak ada satupun yang menunjukkan tanda-tanda ingin pergi dari sini. Mereka memang sempat membahasnya, tapi percakapan tersebut terasa tidak pernah terjadi keesokan paginya, atau pagi lainnya setelah itu.
Bukannya Rora tidak peduli pada Kandar, dia masih memikirkan si bintang emas—nyaris setiap pikirannya kosong malahan. Apakah Kandar beristirahat dengan benar, makan teratur? Apakah cidera tangannya sudah pulih? Hal-hal semacam itu.
Terkadang mereka bertemu di tenda makan tapi sang debaran hati SMA 1 selalu dikelilingi orang lain yang secara tidak mengejutkan, jatuh cinta pada pesonanya yang hangat. Bahkan Pak Haji membuatnya sebagai anak kesayangan. Sementara Rora, orang yang akrab dengannya bisa dihitung jari; Maissy, Ridho, Emak, the end—emakpun untung-untungan, karena dia dan Maissy sering membantu memasak. Bukannya Rora mengeluh atau merasa kesepian. Dia hanya merasa ada sesuatu yang hampa tanpa Kandar.
Oke.. jadi mungkin dia memang merasa kesepian.
Momen pertama dan terakhir semenjak kedua remaja bicara lagi adalah empat hari yang lalu, hari ketiga mereka bekerja.
"Hei." Saat itu masih pagi, Rora baru saja meninggalkan tenda makan sementara Kandar datang untuk sarapan.
"Hola." Kebetulan Maissy dan Ridho tidak ada bersama mereka, sehingga keduanya tidak punya pilihan selain menyapa satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROAD TRIP! (COMPLETE)
Novela JuvenilAurora; cerdas, disegani, dan ditakuti. Ratu es sekolah yang doyan belajar, membuat manusia lain merasa kecil, dan hobi menyelamatkan lingkungan--sama sekali nggak menyangka kalau ia akan bepergian dengan Iskandar; si pemuda baik hati, luar biasa ta...