Life is either daring adventure, or nothing at all.
- Hellen Keller -
"Kita selalu kekurangan staf di rumah hantu. Gimana Is, berminat?"
Sore telah tiba saat rombongan pasar malam menepi di rumah mereka minggu ini. Kru meninggalkan trailer, sibuk dengan kegiatan masing-masing; ada yang menyusun wahana, membangun tenda tinggal, sampai ruang rekreasi dadakan.
Tapi Ridho, Kandar, dan Rora, sibuk berkeliling dan mengobrol. Kedua remaja mengamati dengan takjub pada betapa cepatnya wahana dan tenda didirikan, sementara guide mereka sibuk menjelaskan. Orang-orang ini pro, berpindah-pindah merupakan makanan sehari-hari, tidak heran semuanya ahli dalam menyusun dan membongkar. Dalam lima belas menit, Rora dan Kandar telah menghapal dan melihat semua wahana yang ada di pasar malam Pak Haji; komidi putar, bianglala, rumah hantu, ombak banyu, kereta api, odong-odong mini, galeon, mandi bola, dan lempar gelang. Meski terlihat ketinggalan zaman, Rora dan Kandar bisa melihat kasih sayang dan ketelatenan yang terpancar dari masing-masing pekerja yang menyusun wahana. Keduanya tersenyum, merasakan itikad baik dari semua orang yang menghuni rumah sementara mereka.
Bukan hanya itu, Ridho juga mengklaim pasar malam ini unik dan berbeda. Dia bilang Pak Haji adalah orang yang kreatif, mencoba menciptakan permainan lain. Plus mereka memiliki beberapa atraksi ekstra yang membuat Kandar luar biasa penasaran.
Cowok itu benar-benar bersemangat, seperti anak kecil yang berjalan-jalan di taman ria dengan setangkai gulali di tangannya. Plus dia bahagia karena bisa memanggil Rora dengan sebutan 'Roro' sepanjang waktu. Yah—setidaknya sampai pertanyaan dari Ridho membunuh semua keceriaan.
"Hah?? S-saya??" si bintang emas tergagap.
Pengemudi tong setan menaikkan sebelah alisnya, bingung. "Kamu nggak takutkan..?"
"Nggak kok, nggak!" Entah mengapa, Kandar berbohong. Mungkin karena dia tidak ingin Ridho menganggapnya cemen, dan Rora yang berada di sampingnya jadi semakin ilfeel.
"Ah, bagus!" Untungnya, si hitam manis menelan pembelaan Kandar bulat-bulat dan menepuk punggungnya keras-keras, membuat laki-laki yang lebih muda tersentak. "Lagipula, bayaran di rumah hantu gede lho. Nanti saya kenalin sama koordinatornya. Kamu bisa dapet banyak tips. Bisa jajan-jajan di Bali deh."
Rora yang mengamati kejadian menarik tersebut mendadak tergoda untuk turun tangan. "Ya, lumayan juga tuh, uang segitu banyak," celetuk si cabe rawit tanpa dosa. Dia tentu saja, sudah memaafkan Kandar atas apa yang terjadi. Tapi keinginan untuk menjaili cowok itu begitu menggoda. "Kita bisa ngegunain uangnya dan siapa tau, phobia lo sembuh."
Kandar langsung melotot, dan dibutuhkan usaha yang sangat keras bagi si ratu dingin untuk tidak meledak tertawa. Tapi Ridho mengangguk antusias dan untungnya, "Iya, bener. Kalau Roro cocok untuk wahana odong-odong kayaknya. Banyak anak kecil, kamu pasti suka. Plus koordinatornya lagi serak, jadi kamu bisa bantu panggil-panggilin pelanggan," memberi usulan yang bisa dianggap sebagai pagar makan tanaman.
"Apa yang bikin lo mikir gue suka anak—"
"Ah, apakah bonusnya banyak?" sang debaran hati memotong sebelum teman sekelasnya selesai bertanya.
"Lumayan, berhubung kayak rumah hantu, odong-odong juga banyak yang naik."
Mata Kandar menyipit penuh arti, dan diliriknya Rora sambil tersenyum miring. "Ambil 'aja Ro, lumayan lho. Aku aja memberanikan diri, masa kamu kalah?"
Tidak ada yang Rora lebih inginkan selain menghapus senyum sombong dari wajah Iskandar. Tapi tantangan dari cowok itu terlalu besar untuk dikesampingkan, ia sukses menyentuh ego si kancil predator. "Yaudah, kita liat mana yang jengah duluan." Jadi Rora setuju. Si cabe rawit cemberut dan berjalan duluan, meninggalkan dua pemuda yang terbengong-bengong di belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROAD TRIP! (COMPLETE)
Teen FictionAurora; cerdas, disegani, dan ditakuti. Ratu es sekolah yang doyan belajar, membuat manusia lain merasa kecil, dan hobi menyelamatkan lingkungan--sama sekali nggak menyangka kalau ia akan bepergian dengan Iskandar; si pemuda baik hati, luar biasa ta...