bab 27✓

26.1K 1.2K 37
                                    

"Untuk laki-laki yang bergelar suami. Di memang tidak tahu apa-apa tentang perasaan. Tapi dia cukup mengerti bahwa kehilangan akan selalu sepaket dengan penyesalan." -author-

-------------------

Malam ini Hazna sedang beristirahat diatas kasur queen size nya, memandang ke langit-langit kamar.
Hazna memikirkan kabar yang Umi nya berikan seminggu yang lalu, tentang kecelakaan yang Maliq alami dan Hazna belum menjenguknya sampai hari ini. Bukan Hazna tak ingin menjenguknya, hanya saja Hazna takut.
Takut tidak bisa untuk melihat Maliq kesakitan dan berakhir untuk kembali padanya.
Tapi Hazna sempat mengirim surat untuk Maliq.

Hazna telah memikirkan semua ini matang-matang.
Memikirkan bahwa tidak ada artinya jika Hazna memaksa untuk melanjutkan rumah tangga mereka.

Maliq yang tak bisa menerima Hazna,
Maliq yang tak bahagia disamping Hazna.
Maliq yang tak pernah ridho dengan kehadirannya.

Semua hanya akan menimbulkan kesia-siaan belaka. Hazna telah berjuang, berjuang untuk Maliq. Berjuang untuk dirinya, dan berjuang untuk rumah tangga mereka.

Berjuang sampai Hazna lupa bagaimana rasanya itu bahagia.
Hazna yang selalu berjuang untuk bertahan disamping Maliq.

Tapi ternyata Hazna sudah cukup lelah. Hazna sudah cukup merasa bahwa dia bukan tempat Maliq berpulang, bukan tempat Maliq berbagi keluh kesah.

Jika kalian bertanya-tanya mengapa tak dari dulu Hazna meninggalkan Maliq. Mengapa tidak disaat Hazna tahu dia hanya dimanfaatkan.
Tidak disaat Maliq mengkhianati Hazna dengan Tiffany.

jawabannya adalah karna Hazna ingin membuktikan pada Maliq, bahwa orang ketiga saja tidak cukup untuk menggoyahkan kepercayaan Hazna pada rumah tangganya.
Tidak cukup hebat untuk menghancurkan hubungan yang telah Hazna pertahankan.

Tapi nyatanya Hazna salah, dia tidak cukup kuat untuk berjuang sendirian.
Itu sebabnya Hazna memutuskan untuk berpisah dari Maliq.

Percayalah ini tidaklah mudah.
Karena Hazna yakin bahwa didunia ini yang ditakutkan oleh semua wanita yang bergelar isteri adalah orang ketiga dan juga perpisahan.

karna Hazna meyakini bahwa ada massa, dimana orang ketiga pasti akan datang. Entah sekarang atau dimassa depan.

Fikiran Hazna berkelana memikirkan bagaimana keadaan Maliq. Besok adalah jadwal sidang perceraian mereka. Apakah Maliq akan datang
atau hanya diwakili kuasa hukumnya.

Hazna menutup mata dengan punggung tangannya mencoba melepas beban yang sedang bergelayut dikepalanya memikirkan hari esok yang akan jadi penentu masa depannya.

-----------------

Entah hanya Hazna yang merasa atau tidak tapi mengapa malam cepat sekali berlalu. Dan saat ini entah bagaimana ceritanya Hazna sudah duduk diruang pengadilan. Semua sudah berkumpul menunggu dimulainya sidang.

Mereka sedang menunggu keluarga dari pihak Maliq yang belum juga datang dari setengah jam tepat dari waktu yang seharusnya ditentukan.
Orang tua Maliq mengabari Hazna bahwa mereka harus menjemput Maliq dirumah sakit.

Perasaan takut itu menyerang Hazna kembali. Sambil terus beristigfar dalam hati, Hazna tahu bahwa dia pun ada diruang sidang ini menyaksikan proses perceraiannya.

Hazna menoleh kearah pintu melihat kedatangan beberapa orang. Ada orangtua Maliq, dan ada Arga yang sedang mendorong kursi roda yang sedang diduduki seorang lelaki yang sebentar lagi akan berstatus sebagai mantan suami Hazna.

Hazna meringis dalam hati melihat keadaan Maliq. Kepala Maliq diperban, begitupun dengan kaki kanannya. Tangannya pun terdapat banyak goresan yang terlihat jelas dari tempat Hazna duduk.

Arga mendorong masuk Maliq dan menempatkan Maliq dibarisan depan tepat diseberang tempat duduk Hazna.

Dia menoleh dan menatap Hazna sendu yang dibalas dengan senyum tipis Hazna.
Lalu Hazna menoleh kearah Pak hakim yang ada didepan sana sedang membuka acara persidangan ini .
"Baiklah kalau begitu, mari kita mulai saja sidang siang ini."

"Tunggu. Bolehkah saya berbicara dengan suami saya sebentar saja.."

Hazna mendongak menatap Pak hakim yang tampak berfikir lalu mengangguk.

"Silahkan Bu Hazna."

Hazna tersenyum lalu mengangguk.

"Terimakasih Pak"

Hazna bangkit dari duduknya dan menghampiri Maliq. Berdiri dihadapannya dan pandangan keduanya bertemu.

"Assalamualaikum Mas, bagaimana kabarmu?"

Maliq menatap Hazna dengan wajah pucatnya.
"Tidak pernah lebih buruk dari ini."

Hazna tersenyum menatap Maliq, lalu
membungkuk untuk mensejajarkan wajah mereka
menatap luka yang ada dikepala Maliq dan menyentuh pelan perban yang ada dikepalanya.

"Apa ini masih sakit?"

Maliq menangkap tangan Hazna yang masih berada dikeningnya.

"Tidak lebih sakit, dari saat aku tahu bahwa hari ini aku dan isteriku akan berpisah."

Hazna menatap Maliq intens dan yang dia dapatkan adalah kesedihan dalam mata lelaki itu.

"Aku merindukanmu, Hazna."

Perasaan berkecambuk dalam dada Hazna. Dulu Hazna pernah berharap kata-kata itu keluar dari bibirnya.
Tapi kenapa Maliq mengucapkan ini disaat hubungan mereka sudah berada diujung tanduk.

Hazna menunduk mencium kening Maliq lama, lalu bersimpuh dihadapannya.
Maliq menangkup pipi Hazna dan Hazna menutup mata saat Maliq balas mencium keningnya.

membuka mata dan pandangan Hazna bertemu dengan Maliq.
Wajahnya menatap Hazna sendu bahkan matanya sudah memerah.

"Tak bisakah kau hentikan ini semua. Aku..aku tak ingin berpisah dengamu."

Hazna menatap Maliq dalam-dalam,
Ya Allah, kuatkan mereka.
Jujur saja Hazna tak kuat melihat Maliq seperti ini. Dia yang biasanya terlihat tegas, dengan tatapan tajamnya, saat ini bagai anak kecil yang takut ditinggal orang tuanya.
Hazna mengelus pipi Maliq perlahan tanpa memutuskan kontak mata mereka.

"kenapa kau tidak ingin berpisah denganku?"

"Aku, aku...."

Maliq terlihat bingung untuk menjawab pertanyaan Hazna.
Dan Hazna tersenyum tipis lalu menggenggam tangannya.

"Selama kau dan hatimu tidak bisa mendapatkan jawaban kenapa kau ingin bersamaku, semua tidak akan berhasil Mas. kita memulainya dengan salah wajar jika kita gagal. Kita pernah mencoba tapi kenyataannya sia-sia."

Maliq mulai berkaca-kaca, dan Hazna sekuat mungkin berusaha untuk tidak menangis saat ini.

"Maafkan aku Mas, untuk semua salah dan khilafku selama ini. Maaf jika selama ini aku tak bisa menjadi isteri yang baik yang bisa membahagiakanmu. Dan maaf jika hari ini aku memutuskan menyerah untuk berjuang."

Maliq menangkup pipi Hazna dan Hazna merasakan tangan Maliq bergetar.
"Ma..mafkan aku Hazna. Aku yang seharusnya minta maaf. Maaf karena selalu menyakitimu, karena selalu membuatmu terluka. Aku menyesal Hazna, aku menyesal."

Hazna mengangguk pelan,
"Ya Mas, aku memaafkanmu. Jaga dirimu baik-baik, jaga sholatmu, jangan lupakan Allah. Dia yang tidak pernah meninggalkanmu disetiap susah dan senangmu."

Maliq mengangguk lirih lalu tertunduk. Hazna menatapnya dan menunggunya.

Lalu Maliq mendongak menatap Hazna dalam-dalam. Maliq Mengangkat tangan dan meletakkannya diatas kepala Hazna.

Hazna menutup matanya menahan sesak didada saat dia tahu inilah saatnya.

"Talita Hazna Humaira isteriku. Hari ini, detik ini aku ak..aku
menjatuhkan talak tiga kepadamu."

Bagai petir menggelegar saat mendengar Maliq menjatuhkan talak pada Hazna dan bersamaan dengan kata-kata itu tanpa sadar setetes air mata jatuh di pipi keduanya.

--------------

WEDDING FOR MY HUSBAND (SERIES 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang