part 5✓

23.8K 1K 2
                                    

"Mungkin ketakutanmu tidaklah beralasan. Mungkin juga kamu harus mencoba berteman dengan kepercayaan" -author-

-----

Sebulan setelah kepulangan Hazna dari Bali, hubungannya dengan Maliq semakin dekat. Hazna pun sudah terbiasa dengan kedekatan mereka.
Tapi kepergian mereka ke Bali tidak benar-benar untuk bulan Madu, karna sampai saat ini pun Hazna belum menyerahkan diri sepenuhnya pada Maliq. Maliq pun tidak pernah memaksa untuk meminta hak nya.

Saat ini Hazna sedang duduk diatas karpet menonton tv diruang keluarga. Tangannya tidak tinggal diam, ia mengelus rambut Maliq yang saat ini sedang tertidur dipangkuan Hazna .

Akhir-akhir ini Maliq suka sekali tidur dengan menjadiakan pangkuan Hazna sebagai bantalan. Kedua tangannya dia lingkarkan di pinggul Hazna dengan wajahnya dia tenggelamkan diperut Hazna.

Dia bilang posisi ini sangat nyaman untuknya. Dan kebiasaan barunya saat dia akan tidur adalah Hazna harus mengelus rambutnya sampai dia tertidur.

Jika Maliq pulang larut malam dan Hazna sudah tertidur Dia akan menaruh tangan Hazna dirambutnya. Dia bilang dia tidak bisa tidur jika tangannya tidak berada disekitar kepalanya.

Ini adalah sifatnya yang baru Hazna ketahui. Maliq bisa sangat manja padanya. Jika dia pulang dan Hazna tidak ada, dia akan merajuk dan mencari Hazna kemana-mana.
Dia sangat jauh dari bayangan Hazna dulu saat pertama kali bertemu dengannya, yang terkesan sombong dan angkuh.

Kenyataanya Maliq bisa seperti anak kecil jika sudah ada maunya. Hazna melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan angka 9 malam. Hazna dengan perlahan membangunkan Maliq dengan menempuk pelan pipinya.

"Mas.."

"Eughhh" Maliq menggeliat karna terganggu dengan panggilan Hazna.

"Mas, ayo bangun kita sholat isya dulu. Setelah itu kita tidur."

Bukanya bangun Maliq malah mengeratkan pelukannya disekitaran perut Hazna.

"Ngantuk"

"Ya, tapi kita belum sholat dan ini sudah jam 9 malam. Ayo kita sholat dulu."

Akhirnya Maliq bangkit dengan malas-malasan. Hazna hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuannya.

----------

"Mengapa kau memilih untuk tersakiti?"

Wanita itu menatap hamparan taman bunga dihadapannya saat Mendengar pertanyaan dari laki-laki dibelakangnya.

"Karna ini sudah jalannya."

"Kau punya pilihan, tapi lebih memilih sakit hanya karna sebuah keputusan"

"Aku tidak akan merasakan sakit selama aku tidak melibatkan harapan"

"Kau yakin jika suatu saat nanti tetap bisa terjaga dari harapan jika hatimu sudah bermain dengan perasaan?"

"Setidaknya aku akan menjaga hati agar tidak benar-benar ada yang mampu menyakiti."

"Kau tahu jelas, semua bisa jadi lebih buruk dari yang kau bayangkan."

"Ya."

"Simpan tangismu, tutup lukamu, angkat kepalamu. Jangan biarkan siapapun menghancurkanmu."

-----

Hazna membuka mata saat bayangan laki-laki itu datang,
laki-laki yang hadir dipernikahannya. Dia menoleh kesamping dan mendapati Maliq tertidur disampingnya.

Melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 2 dini hari, akhirnya Hazna memutuskan untuk sholat malam.

----

Setelah sholat malam dan berdzikir Hazna tidak bisa tidur kembali, sampai waktu sholat subuh. Akhirnya setelah sholat subuh Hazna berdiri diteras balkon apartemen, menatap pemandangan luar dari atas balkon. Hazna termenung memikirkan Bayangan laki-laki itu yang menari-nari dikepalanya

Lamunan Hazna buyar saat merasakan kedua tangan kokoh melingkar disekitar perutnya, tepat dibawah kedua tangan Hazna yang sedang terlipat didepan dada.

"Kau sudah bangun?"

Hazna mengelus punggung tangan Maliq yang sedang memeluknya.
"Kenapa pagi-pagi sudah ada disini hmm?

"Hanya melihat-lihat pemandangan."

"Apa yang sedang kau fikirkan?"
Maliq memandang Hazna dari samping dengan kepalanya yang bertumpu di pundak kiri Hazna.

"Tidak ada."

Lalu mereka terdiam cukup lama masih dengan posisi yang sama.
Sampai kata-kata itu keluar begitu saja dari bibir Hazna.

"Jika kau tahu besok kau akan tersakiti apa yang akan lakukan hari ini?"

"Jelas saja aku akan Menghindari penyebab dari sesuatu yang akan membuatnya sakit." Maliq menjawab pertanyaan Hazna dengan nada yang sangat yakin.

"Kenapa tidak kau lalui saja kesakitan itu?"

"Jika kita bisa menghindarinya mengapa kita harus melaluinya?"

Diam-diam didalam dekapan Maliq Hazna tersenyum miris mendengar jawabannya, Sambil bergumam lirih yang Hazna yakini tetap didengar oleh Maliq.

"Karena sekalipun kau menghindarinya kau akan tetap merasakan sakitnya, dengan alasan yang sama diwaktu yang berbeda."

------

WEDDING FOR MY HUSBAND (SERIES 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang