"Tidak benar-benar ada orang berhati malaikat didunia ini. Termasuk dirinya sendiri. Dia yang sekuat mungkin untuk mempertahakan rumah tangganya tapi tak bisa mengabaikan kehancuran didepan mata" -author-
---
"Hazna?"
Hazna membalikan tubuhnya saat mendengar seseorang memanggil namanya dan Hazna melihat dia disana..
laki-laki yang slalu menghantuinya.
tapi ada yang berbeda darinya.
dia menggendong seorang bayi munyil dalam dekapannya.Dan hati Hazna menghangat saat melihat bayi munyil itu memandangnya dengan tatapan polosnya..
"Tolong jaga dia " Hazna menatap laki-laki itu, mencoba meminta padanya untuk menjaga bayi munyil dalam dekapannya.
"kenapa tidak kau sendiri yang menjaganya?"
Hazna menggeleng pelan dengan mata terus menatap kearah bayi itu.
"Aku tidak bisa, tolong jaga dia. Setidaknya sampai waktunya aku menyusul kalian"--------
Hazna membuka mata perlahan menyesuaikan cahaya yang masuk kematanya. Dia merasakan kebas disekujur tubuhnya , entah berapa lama dia tertidur disini karna rasanya untuk menggerakan tanganpun sangat sulit.
Hazna mengerutkan kening saat merasakan sakit dikepalanya, lalu mengingat apa yang terjadi sebelumnya dan saat mengingatnya tangan Hazna reflek menyentuh perutnya.
Dan yang Hazna rasakan adalah kekosongan. Bagai dihantam bongkahan batu besar tepat dijantungnya saat menyadari sesuatu.Hazna menutup mata sambil meremas kuat dada kirinya saat rasa sesak itu datang. Lalu mencoba menenangkan dirinya yang tiba-tiba bergetar hebat.
Hazna membuka mata, menatap langit-langit ruang rawat inap rumah sakit . Memikirkan banyak hal terjadi, dia cukup mengerti apa yang terjadi saat ini dan dia tak perlu merasa penasaran akan hal itu.
Hazna tak menangis saat menyadari semua yang telah terjadi karna dia tahu tidak ada gunanya. Malaikat kecilnya telah pergi bahkan sebelum dia sempat melihatnya, Hazna tersenyum getir memikirkan kenyataan ini. Walau dia tau ini akan terjadi tapi entah kenapa, ini terasa benar-benar menyakitkan. Sungguh Hazna merasa ini adalah titik terendah dihidupnya.
Bahkan ini lebih menyakitkan dari saat dia tahu, dia dikhianati oleh Maliq dan lebih sakit dari saat dimana dia harus rela membagi suaminya untuk wanita lain.Hazna tetap diam saat menyadari pintu ruang rawat inapnya dibuka seseorang. Dia tidak tahu siapa, tapi dia merasa orang itu mendekat kearahnya. Saat Hazna merasa orang itu berdiri disamping ranjang, Hazna melirik dari ekor matanya dan dia melihatnya disana.
Laki-laki yang masih berstatus suaminya. Entah Hazna masih bisa mengakuinya suami atau tidak.
Hazna tidak tahu apa yang dia rasakan, dia tidak ingin marah karena kehilangan calon anaknya karena itu sama saja menentang takdir Allah yang lebih mencintai anaknya dan membawanya pergi.Hazna tidak ingin membenci Maliq karena memperlakukannya seperti ini, karna jelas dari awal Hazna tahu bagaimana perasaan laki-laki itu.
Hazna telah mencoba bertahan semampu yang dia bisa, tapi apa Hazna masih bisa baik-baik saja setelah semua ini terjadi.
Setelah semua yang dilakukannya pada Hanza, pada calon anak mereka yang telah pergi."Hazna." Hazna menoleh saat Maliq memanggilnya lirih.
Hazna memandangnya, Menatap matanya yang dipenuhi kesedihan, kesakitan dan penyesalan."Ma..maaf. Maaf Hazna, kumohon maafkan aku. " Maliq menangis menenggelamkan wajahnya ditangan Hazna yang sedang dia genggam. Hazna merasa tangan Maliq bergetar hebat seperti ketakutan.
Hazna cukup tahu, bahwa dia masih merasakan sakit akibat kepergian Tiffany dan calon anak mereka.
Ditambah kenyataan saat ini calon anak Hazna dan Maliq pun ikut pergi. Walaupun Hazna tidak yakin Maliq merasa kehilangan sepertinya."Kau tidak salah, jadi tidak perlu meminta maaf." Maliq mendongak menatap Hazna dan Hazna mendapati matanya memerah.
"Hazna.."
"Bolehkah aku meminta sesuatu padamu?" Hazna memandang jauh kedalam mata Maliq, menyelami apa yang laki-laki itu rasakan.
"Apapun. Apapun yang kau mau. aku akan melakukan semuanya yang kau minta"
Maliq menatap Hazna sungguh-sunguh. Dan Hazna tahu, Maliq telah menyadari semua kesalahannya."Aku hanya ingin satu. Selama kita menikah aku tidak pernah meminta sesuatu padamu bukan? Dan aku berjanji ini yang pertama dan terakhir kalinya"
"Ya, katakan Hazna." Maliq menatap Hazna penuh harap.
"Aku ingin memulai semuanya dari awal denganmu." Hazna memandangi wajah Maliq, melihat ekspresi dari wajahnya lalu dia tersenyum tulus pada Hazna. Senyum yang pernah Hazna lihat diawal pernikahan mereka sebelum rahasianya terbongkar.
"Ya, ya Hazna kita akan memulainya dari awal. Aku akan berubah menjadi laki-laki yang lebih baik, aku tidak akan menyia-nyiakan mu lagi. Aku berjanji."
"Sebelum kita memulai semuanya dari awal, apa kau bersedia melakukan sesuatu untukku?" Hazna mengalihkan pandangan, menatap langit-langit kamar inapnya sambil menunggu jawabannya dan mengabaikan janji Maliq tadi.
"Kau ingin aku melakukan apa?" dia berbicara dengan lembut sambil mengelus punggung tangan kiri Hazna.
Sedangkan Hazna menutup mata sambil menghembuskan nafas perlahan. Dia tahu, mungkin permintaannya ini terdengar bodoh. Apalagi dengan keadaannya yang seperti ini. Tapi Hazna tahu, jika dia dan Maliq ingin bahagia mereka harus melakukan ini. Hazna membuka mata dengan tangan kanan terkepal dibawah selimut.
"Ceraikan aku!"
Hazna menoleh kearah Maliq yang sekarang berdiri mematung sambil melebarkan matanya, Maliq menatap Hazna dalam-dalam mencari kesungguhan.
Dan detik itu juga Hazna meyakini bahwa ini yang terbaik untuk mereka.------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING FOR MY HUSBAND (SERIES 1)
Spirituale"Menikahlah dengan suamiku. aku melamarmu untuk menjadi istri kedua suamiku. Aku rela kau menjadi maduku.. " Hazna menolehkan kepala menatap wanita cantik itu Lalu tersenyum penuh harap.. --- Karna cinta saja tidak cukup untuk bertahan dlm sebuah hu...