SIDE STORY DARI LOVE OR DIE
Manusia boleh punya rencana. Pada akhirnya, ketentuan bukan milik kita.
This work is a fiction. The names, locations and incidents are fictitious. Any similarities are entirely unintentional.
Cover: credit on tumblr
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menahan rasa kantuk yang masih menggantung di mata, Trevin memaksa tubuhnya bangun dari sofa. Mengusap wajahnya kasar, dia menoleh ke arah pintu. Harusnya Thomas bilang kalau akan ada tamu pada jam segini. Pagi masih berusia setengah tujuh saat Trevin mengecek jam tangannya yang masih dia kenakan sejak semalam.
Saat dia melangkah, kakinya tanpa sengaja menginjak kaleng bir dan seketika isinya muncrat.
"Great," Trevin tak ambil pusing dan segera menuju pintu.
Ada yang tak sabar menunggu di sana. Seperti sengaja tanpa henti menekan bel.
"Trevin?" ujarnya tak percaya mendapati Trevin yang membukakan pintu.
Trevin membesarkan matanya untuk melihat siapa yang berdiri di depannya sekarang. "Hai, Rinchi." balas Trevin seraya menyilakan Rinchi masuk.
Trevin menutup pintu dan mendapati Rinchi berdiri di tengah ruangan. Sepertinya wanita itu kaget dengan penampakan apartemen Thomas pagi ini.
"Kalian bikin acara apa?" tanyanya. "Kenapa berantakan seperti ini?"
"Um," Trevin mendesah, berjalan melewati Rinchi untuk berbaring di sofa. Tarikan sofa itu terlalu kuat bagi Trevin. "Hanya minum-minum."
"Mana Thomas?" tanyanya.
"Di kamarnya, tidur."
Trevin bisa mendengar dengusan Rinchi saat wanita itu berlalu ke dapur Thomas. Dia meletakkan bungkusan yang dia bawa di kitchen island dan melihat Trevin dari jauh.
"Bisa kau bangunkan dia?"
Trevin merutuki dirinya. Harusnya dia tak usah mabuk-mabukan tadi malam. Kelewat senang dengan ijin cuti yang diterimanya, dia dan Thomas merayakannya seperti tahun baru. Ada dua kotak besar pizza, sekeranjang ayam KFC, dan berkaleng-kaleng bir di dekatnya.
"Kau selalu melakukan ini padanya?" tanya Trevin sambil duduk. Dia mengambil kaleng di atas meja dan mengguncangnya pelan. Saat dia tahu masih ada isinya, dia segera meneguknya. Tak lama, dia bersendawa.
"Demi Tuhan, Trevin. Kau harusnya tak menjadi seperti ini saat cutimu diterima!"
"Kenapa kau harus tahu semua hal, Rin?" Trevin berdiri setelah meletakkan kaleng kembali ke meja.
Dia melangkah ke kamar Thomas. Tubuh Thomas berbalut selimut, berbaring di ujung ranjangnya. Trevin meregangkan tubuhnya dan memukul bahu Thomas.
"Tom, bangun!" ujarnya malas.
Trevin kemudian mengitari ranjang dan membaringkan tubuhnya di sebelah Thomas.
"Tom, aku tak tahu kau bisa tahan dengan Rinchi. Bangun, Idiot! Atau dia akan memarahimu!" Trevin mengoceh dengan mata terpejam.