Langkah Nades terhenti di depan pintu kamar mandi, saat dia melihat penampakan dari cermin di sana. Yang dia pikir memang benar. Trevin punya banyak lebam di bagian dada.
Saat tatapan mereka bertemu di pantulan cermin, Trevin tersenyum tipis, lalu menarik kaos yang digantung di sebelah kaca. Dia mengenakannya cepat, lalu berbalik."Kau mau pakai kamar mandinya? Sorry." dia berjalan melewati Nades.
"Kau baik-baik saja, Trevin?"
"Ini akan baik sendiri. Tak perlu cemas. Ngomong-ngomong, kau tahu berapa lama kau tertidur?"
Nades berbalik, mendapati punggung Trevin. "Huh? Jam berapa ini?"
"Festival lilin akan dimulai sebentar lagi. Kita akan bergabung dan kabur."
Trevin berjalan menjauh.
Nades membesarkan bola matanya. Sudah sore? Dia memang tak sempat mengecek jam begitu bangun tadi. Panggilan alam membuatnya buru-buru ke kamar kecil. Dia mengusap wajahnya dan segera menutup pintu. Melaksanakan panggilannya dan mencuci muka. Saat dia keluar, Trevin sudah berganti pakaian bersih, duduk di sofa."Mereka menggunakan pakaian putih saat festival lilin. Milikmu ada di atas tempat tidur."
Nades cepat berjalan ke kamar tidur dan mendapati blouse warna putih di atas ranjang. "Dari mana kau dapat baju ini? Kau mencuri lagi? Seperti scarf tadi pagi,"
Trevin melengos, lalu bangkit dari duduknya. Dia berjalan ke kamar tidur dan langsung mendapati teriakan Nades yang tengah berganti pakaian.
"Sorry, aku tidak tahu kau sedang bertukar pakaian!" Trevin buru-buru balik badan.
"Sialan!" maki Nades. Tangannya cepat menyarungkan lengan baju dan menurunkannya. "Kau sialan!" dia merapikan rambutnya.
Trevin mengembuskan nafas, mencoba bersabar. Nades jelas menguji kesabarannya dari awal hingga sekarang. Sialnya lagi, Nades seolah tak menyadari semua itu. Dia terus-terusan menguji Trevin tanpa tahu bahwa Trevin nyaris menyerah.
"Dari mana kau dapat baju ini?" tanya Nades saat dia keluar.
Trevin memerhatikan perempuan itu. Rambutnya yang keriting kini mulai kembali lurus. Tak ada yang spesifik tentang Nades. Dia punya wajah oval, hidung yang lumayan mancung, bibir yang normal, well kalau Trevin bisa bilang begitu. Dia memiliki tahi lalat di bawah telinga kanannya. Selebihnya, Nades terlihat sama seperti wanita dengan kulit eksotis kebanyakan.
"Dari mana kau dapat baju ini?" ulang Nades saat dia berjalan ke luar.
"Aku membelinya!" jawab Trevin. "Cepat bereskan barangmu dan kita pergi dari sini. Kita terlalu banyak membuang waktu di sini!"
"Kau bisa membangunkanku," potong Nades sambil membereskan barang di atas meja dan mengecek tas punggungnya.
"Kita akan check out dalam dua puluh menit dan bergabung dengan parade!"
Menjelang dua puluh menit, Trevin mengamati jalan raya lewat jendela kamarnya dari lantai tiga. Sudah banyak orang menyemut di pinggir jalan dengan pakaian putih dan lilin di tangan. Musik-musik sudah dimainkan saat hari berubah makin gelap.
"Kau sudah siap?" tanya Trevin.
"Kau yakin baik-baik saja?" tanya Nades.
![](https://img.wattpad.com/cover/93014027-288-k106308.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
On The Way To The Wedding
General FictionSIDE STORY DARI LOVE OR DIE Manusia boleh punya rencana. Pada akhirnya, ketentuan bukan milik kita. This work is a fiction. The names, locations and incidents are fictitious. Any similarities are entirely unintentional. Cover: credit on tumblr