#18 Stop

1.7K 218 20
                                    


Thomas selalu menjijikkan seperti ini jika dia menangkap sesuatu yang aneh tentang Trevin. Seperti sekarang. Tak hentinya dia berdeham, lalu menoleh ke bangku belakang dimana Trevin dan Nades duduk. Dari tatapan Thomas, Trevin tahu pria itu punya banyak pertanyaan tentang hubungannya dengan Nades, bukan tentang apa yang dia alami sebelum mereka bertemu.

Thomas dan Nades sudah berkenalan di depan rumah Edin tadi. Namun, kali ini Nades bersikap berbeda. Dia membatasi dirinya untuk berkomunikasi dengan Thomas. Parahnya, itu memancing hasrat Thomas untuk tahu Nades lebih jauh. Untungnya, sekarang perempuan itu tertidur, hingga Thomas tak lagi banyak bicara.

Mobil yang ditumpangi mereka berbalik menuju Badras. Rencananya, Nades dan Trevin akan melapor pada polisi yang berada di sana, sesuai dengan TKP. Tak ada yang perlu ditakutkan Trevin sekarang, karena dia jamin lapisan keamanan yang dikirim Jed tak akan mampu menembusnya, apalagi melukainya. Jika Jed ingin, dia bahkan bisa menemukan siapa pelaku penembakan ini.

Tapi, bagi Jed hal itu tak penting sama sekali. Dari pesan Thomas, dia hanya ingin Trevin mengakhiri pelarian bodohnya, dan datang malam ini juga ke resort dengan kotak keramat satu-satunya di dunia. Urusan lain, tak akan masuk dalam prioritasnya.

"Apa yang akan kau lakukan padanya saat kita sampai?"

"Apa maksudmu?" tanya Trevin.

"Begitu kalian sudah selesai dengan bukti itu, apa yang akan kau lakukan padanya?"

Trevin melihat Thomas menyeringai dari rear view, lalu dia menendang jok Thomas. "Dia akan datang bersamaku!"

Thomas terkekeh pelan, lalu mengangguk.

Nades tak bisa merasa tenang saat pertanyaan dari pihak interogasi memberondongnya. Tentang apa yang dia lihat sebelum dia merekam, apa yang terjadi di kamar hotelnya, bagaimana dia bertemu Trevin, proses check out dan perjalanannya menuju Sharpos. Lima gelas kopi dia habiskan menjalani pemeriksaan sembilan jam. Kombinasi buruk kafein dan ketakutan membuatnya tak tenang dan cemas. Meski Trevin ada di sebelahnya, dia merasa ada orang yang masih mengincarnya. Badras itu dimana mereka berasal. Orang-oranng jahat itu.

Saat dia dikejar deadline dalam penulisan, tak pernah dia secemas ini. Saat bukunya dilempar ke pasaran dengan hasil yang tak memuaskan, tak pernah dia sestress ini. Tak pernah dia menghadapi orang dengan degupan jantung secepat ini, meski itu editornya yang maha galak.

Video itu diperiksa dan diputar berulang-ulang untuk membuktikan keasliannya. Trevin sudah menelepon atasannya mengabarkan apa yang menimpanya dan dia ingin atasannya membuktikan kalau dia adalah anggota intelijen. Karena bagaimanapun, tak mungkin dia memanipulasi kasus, apalagi kasus pembunuhan.

Pukul setengah dua belas malam, pemeriksaan berakhir. Ponsel Nades disita sebagai alat bukti dan mereka diijinkan untuk meninggalkan kantor polisi. Status Trevin terbukti dan dengan demikian, lebih mudah bagi pihak kepolisian Badras untuk melakukan interogasi lanjutan jika dibutuhkan.

Saat keluar dari kantor kepolisian, Trevin mendapati mobilnya sudah terparkir di laman depan kantor dan Thomas berada di dalamnya. Dia tersenyum pada Trevin, lalu Nades.

"Kita tak punya banyak waktu lagi. Ayo masuk!" ujar Thomas. "Malam hampir habis, acaranya besok sore!"

"Come on!" ujar Trevin. "Aku baru selesai diperiksa!" dia melihat Nades. "Ayo masuk. Kau ikut kami,"

On The Way To The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang