#15 Stop

1.8K 214 30
                                    

Lusa. Batas waktu Trevin adalah lusa. Dia harus sampai di Kindaren Resort dan jadi best man untuk best friendnya; Jed. Alasan lain selain Jed adalah, karena dia membawa pengikat kedua anak manusia itu. Bisa-bisanya Jed memberikan cincin padanya, dia juga tidak paham. Dan dia mulai frustrasi. Selain karena tubuhnya penuh luka, dia juga mesti bertanggung jawab pada manusia lain yang kini dia gendong di punggungnya.

Nades benar-benar tertidur setelah dia mengalami fase beberapa saat lalu. Dan Trevin tak mungkin meninggalkan Nades di antara belantara dan suara tembakan yang masih terdengar. Mana mungkin dia melakukan itu. Sebenci-bencinya dia dengan Nades, dia sudah menghabiskan waktu bersama gadis itu. Dia sudah berbagi banyak hal dengan Nades. Dan kebanyakan adalah saat yang tidak menyenangkan.

Trevin bersumpah dia mendengar suara langkah kaki yang menerabas hutan belantara makin mendekat. Peluhnya bercucuran dan membuka jalan adalah salah satu hal yang memperlambat lajunya.

"Trevin," panggil Nades, dia mengeratkan tangannya di leher Trevin. "Mereka di belakang kita."

"Aku tahu," desis Trevin. "Tenanglah,"

"Mereka di belakang kita!" ulang Nades dengan suara lemah. "Kau baik-baik saja?" tanya Nades. "Trevin, aku hanya merepotkan saja, kan? Harusnya aku tak mengajakmu pergi, harusnya kau meninggalkanku, harusnya malam itu, aku tak pergi." oceh Nades.

"Diamlah, kalau kau punya cukup tenaga untuk mengoceh, lebih baik kau turun dan jalan sekarang!"

Nades tertawa pelan, dia menarik nafas panjang, menaruh wajahnya lebih dekat ke sisi wajah Trevin. "Trevin, bagaimana ini?" tanyanya. "Kenapa aku merasa tenang saat ini?"

"Jangan mengada-ada, Nades. Apa kau bisa berjalan sendiri?"

"Mungkin karena aku percaya padamu!"

Trevin mengentikan langkah cepatnya. Dia menarik nafas banyak-banyak."Nades, turun." perintahnya sambil menurunkan tangan yang sebelumnya menahan tubuh Nades.

Nades patuh. Dia melihat Trevin dengan senyum tipis. "Kau tak seharusnya di sini."

"Ayo jalan! Aku tak punya banyak waktu untuk mendengar apa yang ingin kau katakan sekarang!" Trevin berlalu.

Nades melihat punggung Trevin dalam gelap. Kenapa dia merasa tenang sekarang? Kenapa dia ingin berada dekat Trevin sekarang? Pelan, dia menyusul Trevin. Melewati bekas jalan yang sudah dilalui Trevin-yang sudah dibuatkannya.

Bau dahan kayu patah menguar di sekitar Nades. Lolongan serigala terdengar bersahutan dari ujung hutan yang gelap. Derit serangga menjadi sumber suara lain. Udara yang berhembus terasa lembab seolah hujan akan segera turun.

"Kemana kita, Trev? Sepertinya hujan akan turun." ujar Nades setelah dia berada cukup dekat dengan lelaki itu.

"Ikuti saja aku,"

"Trev, boleh aku memegang tanganmu?"

Trevin mengerutkan dahi. Lalu, tangan Nades sudah menggenggam jemarinya erat. Trevin tertegun. Berani sekali Nades ini.

"Fine," ujar Trevin.

Sekarang, Trevin mencari jalan keluar. Tangannya meraba pepohonan untuk mencari petunjuk.

"Kenapa kau memegang pohonnya?" tanya Nades.

"Kau bisa merasakan lumut pada batang pohonnya. Kemungkinan pohon berlumut tidak mendapat cahaya matahari, lalu kau bisa tahu itu barat atau timur."

"Di dekat rumahku ada pohon berlumut padahal kena matahari," ujar Nades, saat mendengar penuturan Trevin yang janggal.

"Tidak semua lumut memang. Atau, saat seperti ini kau bisa marasakan suhu pohonnya."

On The Way To The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang