Trevin berdiri, meletakkan ponsel Nades di atas tempat tidur. Dia berjalan mondar-mandir tidak tahu harus melakukan apa. Pantas saja wanita itu kelihatan takut dan buru-buru. Dia pasti sedang dikejar orang-orang ini."This is bad!" Trevin menarik nafas dalam. "Nades, dimana kamu?"
Sampai pukul dua, Trevin masih tidak punya cara untuk mengubah keadaan. Keadaan dirinya setidaknya. Dia mesti mengembalikan ponsel ini pada pemiliknya. Bersikap tidak pernah melihat apa-apa dan semuanya akan baik-baik saja. Dia tak akan terlibat dalam semua ini. Dia ke sini sebagai Trevin-lelaki yang sedang berlibur dan akan menghadiri pernikahan sahabatnya- bukan sebagai saksi dari kejahatan yang baru saja terjadi.
Tunggu, lalu wanita itu? Nades, apa yang akan terjadi padanya?
Trevin berdebat dengan hatinya. Yang dia lakukan selanjutnya adalah mendekati jendela kamarnya dan membukanya tirainya sedikit. Tatapannya ada pada atap gedung itu. Trevin menelan ludahnya saat melihat garis polisi sudah ada di sana. Petugas berseragam juga berjaga-jaga di sana. Dia segera meraih remote televisi dan mencari siaran. Pembunuhan seperti ini pasti disiarkan.
Dia benar. Penembakan itu baru diketahui sekitar setengah jam lalu. Korban adalah wakil walikota Badras dan dia tertembak setidaknya tujuh kali. Pelaku penembakan masih dalam penyelidikan. Trevin mengusap wajahnya.
Trevin kembali merebahkan dirinya di tempat tidur. Lebih baik dia tidur. Setelah istirahat, mungkin dia bisa berpikir lebih baik. Sialnya, dia tidak bisa tidur. Kepalanya memikirkan beberapa kemungkinan cerita. Otaknya tidak berhenti bekerja, seperti berbicara. Dia duduk bersandar pada headboard, mengecek ponsel Nades.
Tak banyak hal yang bisa dia lihat di sana. Yang jelas, catatan tentang apa yang ingin Nades lakukan di tempat ini memberinya sebuah pencerahan. Dia mungkin berada di salah satu tempat ini. Liburan ini pasti sudah direncanakan olehnya. Tempat-tempat ini, dia pasti mengecek smuanya. Dan semua jadi kacau lantaran video ini saja. Just by the split of hair.
Trevin melihat tajam ke arah pintu saat dia mendengar ketukan pelan. Dia memeriksa jam tangannya. Jam tiga dini hari. Siapa yang mengetuk pintunya sepagi ini? Berjalan pelan menuju pintu, matanya menyipit di lubang kecil.
Nades?
Dia segera membuka pintu dan tatapan mereka bertemu. Seolah berkomunikasi lewat tatapan itu, Trevin menggeser tubuhnya dan Nades masuk dengan cepat. Setelah Nades masuk, Trevin mendorong daun pintu dan menguncinya.
"Kau memegang ponselku?"
Trevin mengangguk dan berjalan menuju ranjangnya. Dia mengembalikannya pada Nades. Namun, sesuatu mengusiknya.
"Apa yang kau lakukan pada rambutmu?" dia bertanya. "Sangat beda dari pertama kita bertemu."
Nades memegang rambutnya, mengangkat alisnya. "Kau melihatnya?"
Trevin menatapnya. "Lihat apa?"
"Kau tidak melihatnya?" Nades memiringkan kepalanya. "Video?"
"Video?" ulang Trevin. "Tidak!"
"Kau bohong! Kalau kau tidak melihatnya, kau tak mungkin membiarkanku masuk!" Nades mengusap wajahnya.
"Kau darimana?" tanya Trevin. "Sebaiknya kau lapor polisi!"
"Iya!" Nades setuju. Dia berjalan menuju sofa dan mengecek ponselnya. Memutar video itu lagi dan meringis.
"Orang-orang itu pasti mengejarmu!"
"Ya, aku tahu!" Nades mendesah. "Oh God, dari semua hal kenapa aku harus menangkap ini, sih?" Nades mengadah. "Mereka mungkin berjaga di dekat sini,"
KAMU SEDANG MEMBACA
On The Way To The Wedding
General FictionSIDE STORY DARI LOVE OR DIE Manusia boleh punya rencana. Pada akhirnya, ketentuan bukan milik kita. This work is a fiction. The names, locations and incidents are fictitious. Any similarities are entirely unintentional. Cover: credit on tumblr