Basketball

3.6K 495 28
                                    

Sore ini, seharusnya aku sudah duduk manis di rumah sembari membantu ibu memasak. Namun, sialnya, Taehyung menyuruhku untuk menemaninya latihan basket dengan alasan bahwa ia bosan dan aku diharuskan untuk tidak menolak.

Ini pemaksaan.

"Byul, kau tak ingin main?"

Taehyung bertanya sembari melemparkan bola basketnya ke dalam ring. Ia berjalan pelan menghampiriku yang tengah duduk di sisi lapangan. Aku sedikit mengerucutkan bibir mendengarnya.

Heol.

Tubuhnya tetap wangi bahkan saat sudah penuh dengan keringat begitu. Sepertinya aku harus membeli parfum dengan merk yang sama dengan Taehyung kalau mau tubuhku tetap wangi setiap saat.

"Sungguh tak mau main?" tanyanya, berdiri menjulang di hadapanku.

Aku menggeleng pelan sembari mengembuskan napas dengan perlahan, sedikit memainkan handuk putih yang kupegang sedari tadi. Tanpa kusangka, Taehyung menjatuhkan pantatnya untuk duduk bersila di hadapanku.

"Kau sedang menggodaku, ya?"

Alisku langsung bertaut sepersekian detik setelah ia bertanya sembari menaik turunkan alisnya, menatapku dengan tatapan bodoh.

Aku lupa kalau Taehyung itu pria mesum.

"Apa kau sudah selesai? Kalau iya, aku akan pulang."

Aku baru saja akan beranjak, namun tangan kekar Taehyung berhasil menghentikanku. Aku masih mengernyitkan kening ketika ia tiba-tiba tersenyum manis tanpa sebab yang jelas. Oke, senyuman manisnya malah terlihat menakutkan di mataku.

"Kau ini kenapa? Kau sungguh aneh."

Dia menatap mataku dengan lekat, kemudian mengusap-usap permukaan kulitku dengan tangannya yang lembut.

"Sudah lama aku tidak menciummu."

Aku hampir saja menampar wajahnya dengan handuk putih yang kupegang sebelum ia terkekeh, memamerkan gigi-gigi putihnya yang terlihat lucu di mata semua orang.

"Selain senang bicara omong kosong, aku lupa kalau kau itu pria mesum," ujarku, menatapnya dengan tatapan tidak suka.

Taehyung kembali terkekeh, lantas mengelus-elus puncak kepalaku seolah aku adalah kucing liar yang baru saja ia pungut di pinggir jalan. Setelahnya, tatapan mata kami kembali bertemu. Aku menatapnya was-was, sedangkan ia mentapku dengan gembira.

"Ayo bertanding basket dengan taruhan."

..

..

Sialan.

Hidup ini sialan.

Semuanya sialan.

Karena penawaran bodoh Taehyung, kini aku sedang berusaha merebut bola berwarna oranye itu dari tangannya. Tiga puluh menit yang lalu, Taehyung melakukan penawaran menarik dengan pertandingan basket yang katanya dapat menurunkan berat badanku.

Kalau aku menang, dia berjanji takkan menggangguku selama tiga bulan dan akan meminta ibunya untuk menaikkan gajiku empat kali lipat sebagai guru lesnya. Kalau aku kalah, aku harus bersedia menciumnya selama tiga puluh menit. Dia juga berjanji kalau dia tidak akan bermain serius, jadi ada kemungkinan kalau aku menang.

Omong kosong.

Sialan.

Aku sialan.

Yebyul, kau sungguh bodoh.

"Hei, Byul. Ayo rebut bolanya! Ayo! Ke sini!"

Taehyung tersenyum setengah mengejek sembari memutar-mutar bola basketnya dengan sombong. Sialan sekali. Aku malah membungkuk memegang lutut dengan napas terengah.

"Kau sungguh mau menciumku, ya? Makanya kau jadi menyerah begitu. Hmm, tidak apa. Skor kita memang berbeda jauh, Byul. Empat puluh melawan lima belas."

Aku menggeram kesal mendengarnya.

"Aku tidak akan menyerah!"

..

..

Aku duduk bersila dengan wajah yang penuh dengan keringat. Aku terus berusaha mengambil napas saat melihat sebotol air mineral tersodor padaku.

"Minumlah. Kau pasti kelelahan."

Aku menerimanya lalu meneguk air mineral itu tanpa ragu. Setelahnya, aku mengelap wajahku dengan handuk putih. Untung saja aku memakai pakaian basket cadangan milik Taehyung. Kalau tidak, sudah dipastikan kalau seragamku akan lengket.

"Sudah minumnya?"

Taehyung menopang dagunya dengan menggunakan kedua tangan setelah duduk cukup jauh dariku. Ia menatapku dengan tatapan polos. Aku hanya bisa mengalihkan pandangan, sungguh mengerti dengan hal apa yang ia selipkan di balik pertanyaannya.

"Jangan bibir."

"Tidak. Aku maunya bibir."

Taehyung menunjuk bibir ranumnya dengan tampang simpanse, membuatku berdecak sebal.

"Jangan pernah berpikir untuk mengkhianati janjimu, Yebyul," ujar Taehyung. Nada jenakanya sudah berganti menjadi nada yang serius.

Aku mengalihkan pandangan, kemudian menghela napas. Aku lantas mengembalikan pandanganku kepadanya yang masih memasang raut wajah tidak menyenangkan, seolah menakut-nakuti aku yang mungkin saja berkhianat.

"Baiklah."

Akhirnya aku menyerah.

Kupikir ini tidak apa-apa karena dulu aku sering sekali berciuman dengan Taehyung.

"Kalau begitu, kau harus berada lebih dekat denganku," ujarnya, menyeringai.

Aku berdecak, kemudian berjalan mendekatinya. Aku duduk di hadapannya sampai kedua lutut kami bersentuhan.

"Tutup matamu," ujarku, menyembunyikan kegugupan.

Taehyung menggeleng keras

"Tidak. Kau bisa saja menipuku."

Aku menghela napas.

Dengan perasaan malu bercampur gengsi, perlahan aku mendekatkan wajah sampai hidung kami bersentuhan. Dari jarak sedekat ini, dapat kulihat kedua iris kecoklatannya yang terlihat indah. Sebelum kembali mengikis jarak, aku meneguk ludahku dengan kasar.

Entah mengapa. Tapi, ada sebuah perasaan lega ketika bibir kami bersentuhan. Aku memang sudah cukup lama tidak menciumnya. Dan ketika kembali menciumnya, aku merasa seolah-olah ini ciuman pertama kami.

Oke. Karena masih gugup, aku melepaskan ciuman kami dengan perlahan. Kedua mataku membulat ketika tengkukku ditarik dan bibirku kembali menekan bibirnya lebih dalam dari yang tadi.

Astaga. Kupikir, setelah ini, aku harus mengompres bibirku.

Ya. Bibirku pasti bengkak.

Taehyung sialan.

Yebyul sialan.

Kami sialan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

THE END

Maaf telat update >< untuk yang sudah baca, mohon tinggalkan jejak yaa ^_^

Terima kasih banyak karena udah baca ^_^

vbyul.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang