Blood, Sweat & Tears

5.2K 586 47
                                    

Aku adalah perempuan terakhir yang keluar dari ruang ganti pakaian khusus perempuan. Hari ini, ada pelajaran olahraga di kelasku dan Arin berkata bahwa materi kali ini adalah materi mengenai sepak bola.

Entahlah, setiap aku mengingat sepak bola, aku jadi ingat lomba lari.

Dulu, aku dan teman-temanku senang sekali berlarian di tepi pantai. Walaupun aku adalah tipikal gadis pendiam yang tidak suka banyak bicara, tapi teman-temanku dulu tidak mempermasalahkannya dan tetap mengajakku bermain.

Aku merindukan pantai itu.

"Yebyul-ah, cepat, Jung-ssaem sudah menunggu di lapangan!"

Arin berlari secepat mungkin setelah mengatakan hal itu kepadaku. Yah, aku tahu betul kebiasaan Jung-ssaem yang segalanya harus sesuai dengan apa yang ia inginkan. Termasuk ... ketepatan waktu. Jadi, aku juga ikut berlari sekarang.

Aku merasa kakiku menginjak sesuatu karena kini tubuhku jatuh dengan keras ke atas lantai, membuatku mengaduh kesakitan sembari mengumpati orang yang membuang kulit pisang sembarangan seperti ini. Uh, kepalaku pusing karena sempat terbentur lantai.

"Aku tidak mau poinku dikurangi!"

Aku bangkit berdiri meskipun rasa ngilu pada kaki kananku membuatku banyak meringis di dalam hati, aku tidak boleh terlihat menyedihkan di hadapan siapapun. Tapi, koridor ini sepi, jadi aku bisa tenang, tidak terlihat menyedihkan, dan bebas meringis.

"Maaf, aku terlambat, ssaem."

Aku membungkuk menyentuh kedua lutut dengan napas terengah. Jarak dari ruang ganti pakaian ke lapangan memang cukup jauh. Aku bahkan tidak berani menatap wajah Jung-ssaem yang sepertinya tidak menyenangkan itu.

"Moon Yebyul, terlambat dua menit, poin dikurangi dua dan lari keliling lapangan sebanyak 3 putaran!"

"B-baik ssaem," ujarku menunduk pasrah sembari mulai berlari, mengelilingi lapangan yang benar-benar luas.

Sementara itu, kini di tengah lapangan, Jung-ssaem membagi tim laki-laki menjadi dua bagian untuk bermain sepak bola, sementara perempuan hanya memperhatikan di sisi lapangan, terkadang mendengarkan instruksi ssaem mengenai apa-apa saja yang harus di lakukan ketika bermain sepak bola.

Aku masih belum mencapai satu putaranpun. Kaki kananku terlalu sakit untuk berlari dan cuaca begitu panas saat ini.

"Sialan!"

Aku merutuki kebodohanku karena terlalu banyak melamun saat berganti pakaian.

"Akh!"

Wajahku menyentuh permukaan lapangan dengan cukup keras sampai hidungku terasa sakit. Tubuhku terhempas juga dan pinggangku sakit luar biasa. Tali sepatu sialan!

"Astaga, sakit sekali. Bagaimana aku bisa menyelesaikan ini?" ujarku sembari bangkit berdiri.

Dapat kulihat, Jung-ssaem memperhatikanku dari sisi lapangan lainnya, membuatku takut akan ancamannya yang akan mengurangi poinku lagi, jadi aku kembali berlari, menahan rasa sakit pada kaki kananku yang membuatku ingin menangis.

"Yebyul! Awas!"

Aku menoleh ke sumber suara dan membulatkan kedua mata ketika melihat sebuah bola melayang tepat ke arahku.

"Akh!"

Pada ringisanku yang kedua, kepalaku rasanya pening dan tubuhku terhempas lagi ke atas rumput. Bibirku sakit karena terkena permukaan bola yang kasar. Aku menyentuh bibir dan hidung secara bergantian, dan menemukan bercak darah di tanganku.

Kepalaku berdenyut nyeri dan aku hanya bisa berbaring di atas rumput. Dapat kudengar, suara riuh teman-teman yang pasti sedang berlari menghampiriku. Entah mengapa, seiring dengan rasa sakit luar biasa pada sekujur tubuhku ini, kedua mataku mendadak terasa berat.

vbyul.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang