5. The Beginning of the Game

10.5K 1.1K 19
                                    

Esok harinya, Marquess Buckley mengumpulkan seluruh keluarganya untuk membahas masalah pernikahan itu. Alice tahu cepat atau lambat hal tersebut akan dibahas. Dan apa yang dikatakan ayahnya pada pagi itu memang sama persisi seperti yang didengar Alice malam itu. Semua yang mendengarnya langsung shock, terutama James. Pemuda itu memandang Alice, dan dahinya berkerut menyadari Alice yang kelihatan tidak terkejut sama sekali. Pembicaraan itu berakhir tidak terlalu bagus, karena Alice memutuskan untuk walk out dari ruang keluarga itu menuju kamarnya.

Alice tidak bicara dengan ayahnya beberapa hari ke depan. Dia memilih menjauh, dan sebisa mungkin menghindari tatapan ayahnya. Dia turun ke bawah setiap pagi, sarapan bersama dan membungkam mulutnya rapat. Alice menjadi lebih pendiam ketika James dan Sebastian memutuskan kembali ke House of Valleyrock, rumah mereka.

"Jaga dirimu, oke?" pesan James kepada Alice hari itu, sebelum naik ke kereta kudanya. Dia menepuk pelan kepala Alice, kemudian mengecup pelipisnya singkat. "Kirim pesan kepadaku kapan pun kau membutuhkanku. Aku menyayangimu, Alice."

"Jangan berlebihan begitu," gerutu Alice, kemudian mendorong pelan bahu James. "Sudah sana, naik." Namun sebelum James menutup pintu kereta kudanya, Alice bergumam pelan sambil menunduk, "Aku juga menyayangimu."

James tidak meledeknya, dan hanya tersenyum penuh sayang. Ah, sepupunya. Terkadang dia bertingkah idiot, namun tetap saja dia pemuda terbaik dan termanis yang dikenal Alice.

Sesudah kepergian paman dan sepupunya, Alice menjadi monster bisu. Dia mengurung diri di kamarnya, lebih banyak membaca di perpustakaan, dan menghindari orang-orang. Satu-satunya yang tidak bisa dihindari adalah Anne.

Anne selalu mengajaknya bicara, tak peduli badai apa yang melanda hati Alice. Dan Alice, mengaku kalau usahanya mendiamkan Anne gagal total.

"Bagaimana pendapat Anda, My Lady, soal taman peoni nya?"

"Bagus."

Dan banyak lagi pertanyaan lainnya.

"Oh iya, dan ada undangan pesta dansa dari Marquess of Greenhill besok malam, My Lady," kata Anne dengan antusias, sambil menyisir helaian rambut hitam Alice.

Alice hanya mengangguk tanpa minat. Baginya,undangan pesta dansa bukan hal yang diinginkannya sekarang.

***

Besok malamnya, Anne berubah menjadi wanita paling sibuk. Berkali-kali dia keluar masuk kamar Alice sambil membawa barang yang berbeda-beda. Gaun, sepatu, wewangian untuk dicampur ke dalam bak mandi, dan lainnya.

Alice dipaksa mandi. Setelah itu, Anne membantunya mengenakan lapisan-lapisan pakaiannya. Sebuah gaun berwarna toska, dengan sulaman bunga lili di bagian tengah gaunnya dan rimpel di lengan serta kerah gaunnya, menempel dengan pas di tubuh Alice.

Anne membimbingnya turun ke bawah. Di sana, dia melihat Florence dan Miselle, keduanya tengah menunggu Marquess Buckley. Keduanya kelihatan luar biasa malam itu. Florence kelihtan menawan dengan gaun biru langitnya, sementara Miselle mengenakan gaun berwarna merah muda pucat. Tidak ada rambut bertumpuk khas Prancis di kepala mereka. namun, Alice mengakui kalau keduanya kelihatan pucat dan tidak bergairah. Miselle yang menyadari kehadiran Alice, menganggukkan kepalanya sekilas, sementara Florence memilih untuk mengabaikan Alice. Pasalnya, Florence habis bertengkar hebat dengan ayahnya sepanjang malam karena masalah pernikahan Miselle, jadi Alice paham kenapa dia bersikap begitu. Kendati begitu, Alice tidak peduli dan tidak keberatan.

Marquess Bucley turun tak lama kemudian, dengan pakaian paling bagus miliknya. Rambutnya disikat rapih dan sangat mengkilap. Alice dapat menyadari kantung mata ayahnya yang menebal dan menghitam. Namun, seolah tidak ada masalah, Marquess Buckley tersenyum dan menghampiri mereka.

Covetous, Prejudice, and Revenge [✔- SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang