14. The Mourning in Cranburries

9K 862 35
                                    

Haloooo readers. Gimana kabarnya? 

Sesaui janjiku pada kalian *eaak* thor up minggu ini. Rencananya, thor mau up kemain sesuai jadwal. Tapi kemarin thor lgi migran dan sakit perut, jadi maafin baru bisa up malam ini  :( 

Seperti biasa, thor harap kalian suka part ini. Jangan lupa dishare sma temen2 readers sekalian dan bagi readers yg ingin cerpen nya di up di lapak sebelah, boleh dm saya yaa :) 

Dm me nisaprimadiaty (ig) I'll talk to you there!  

Part selanjutnya di up minggu depan, so stay tunned yaa

Danke! :)

[WARNING! TYPO DETECTED]

[WARNING! TYPO DETECTED]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alice ingat, ketika dia memerintahkan Nyonya Filtz untuk tidak mengizinkan siapa pun masuk ke kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alice ingat, ketika dia memerintahkan Nyonya Filtz untuk tidak mengizinkan siapa pun masuk ke kamarnya. Dan Alice harus menahan kemarahannya, ketika Nyonya Filtz mengizinkan Paul masuk.

"Apa kau sudah lupa dengan perintahku, Nyonya Filtz?" geram Alice. Nyonya Filtz hanya membungkuk sopan.

"Maafkan saya, My Lady. Tapi, His Grace Duke of Cranburries adalah Tuan saya, dan saya hanya setia kepada beliau," jawabnya. Alice terdiam mendengarnya. Di satu sisi, dia marah, dan di sisi lain ia merasa malu. Harusnya Alice menyadari hal itu!

"Tinggalkan kami, Nyonya Filtz," pinta Paul. Alice ingin membantah lagi, tapi mengingat Nyonya Filtz sudah membantahnya sekali, dia tidak yakin omelannya akan didengar oleh wanita itu.

Nyonya Fitz keluar dari ruangan dengan anggun. Alice melirik Paul sekilas.

Ah, tentu saja. Pemuda itu terlihat tampan, seperti biasanya. Dia mengenakan setelan hitam-hitam nya, lengkap dengan dasi dan sarung tangan hitam. Mata hijaunya kelihatan lebih cemerlang karena penampilan serba gelapnya itu. Alice buru-buru berpaling, dan berjalan ke arah jendela. Dia memandang keluar, ke halaman kastil yang dipenuhi pelayan-pelayan berpakaian gelap.

Alice mendengar suara pintu terutup. Dia berbalik, dan menyipitkan matanya. "Buat apa kau menutup pintu?" tanya Alice. Melainkan menjawab, pemuda itu malah mengunci pintu kamarnya.

Covetous, Prejudice, and Revenge [✔- SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang