“Ini... dokumen-dokumen yang kau minta.” Aim mengambil sebuah map merah itu dari tangan Oak, salah seorang kepercayaannya. “Sangat sulit untuk melacak asal-usulnya, Aim. Semua hal tentang dia... seperti sengaja ditutup-tutupi. Aku juga tidak mengerti kenapa. Tapi aku berhasil mendapatkan informasi yang kau mau.”
“Hm, terimakasih Oak.” Aim kemudian mengeluarkan sebuah amplop coklat tebal dari dalam tasnya dan memberikannya pada Oak. “Ini bayaranmu.”
“Terimakasih, Boss! Kalau begitu, aku pergi dulu.”
Setelah Oak pergi, Aim langsung membuka map merah itu dan melihat isi di dalamnya.
--00--
“Lihat mereka. Semakin hari, semakin mesra saja. Ckckck...” Kata Prem sambil menunjuk ke arah Kongpob dan Arthit yang sedang makan berduaan di kantin Kampus. Wad dan Aim memandang ke arah ke mereka berdua.
“Arthit kelihatannya sangat bahagia ya, aku lega.” Ucap Wad.
Prem menganggukkan kepalanya. “Yah, aku juga lega, Wad. Semoga mereka akan tetap seperti itu. Arthit itu... anak yang sangat baik. Tapi sayang, nasibnya tidak pernah beruntung sejak dulu. Dia sangat kekurangan kasih sayang dari orang tuanya, sampai akhirnya membuat dia menjadi anak yang sangat tertutup. Ketika dia mencintai Praepailin pun, bukannya semakin bahagia, dia malah semakin menderita. Aku benar-benar kasihan padanya. Tapi... untunglah. Sepertinya sekarang aku tidak perlu mengkhawatirkannya lagi.”
Wad tersenyum pada kekasihnya sambil memeluk lengan kanannya.
“Prem, kalau boleh aku tau... memangnya apa yang sebenarnya terjadi pada Arthit dan Praepailin?” Tanya Aim.
“Euh, sebenarnya aku juga penasaran soal itu.” Lanjut Wad.
Prem memandang Wad dan Aim bergantian, lalu selanjutnya memandang Arthit yang terlihat masih sibuk menyuapi Kongpob.
“Orang tua Arthit dan orang tua Praepailin itu... adalah musuh bisnis.” Kata Prem. Aim dan Wad terkejut mendengar penuturan Prem. “Kata P’Bright, dulu orang tua Praepailin sempat membuat orang tua Arthit itu bangkrut dan rugi besar dalam suatu proyek kerja sama. Tapi sialnya, Arthit dan Praepailin malah saling jatuh cinta. Karena itu, dari dulu orang tua mereka selalu mencoba memisahkan mereka. Arthit hampir saja dikirim sekolah ke luar negeri oleh orang tuanya untuk memisahkannya dari Praepilin. Tapi Arthit terus menolak, dan bahkan, hari itu sebenarnya dia berencana untuk kabur bersama Praepailin. Namun sayang, sebelum rencanya itu terwujud... Praepailin malah mengalami kecelakaan dan meninggal.” Ucap Prem sedih.
Wad mengangguk pelan, “Dan kau ada disana saat semua itu terjadi?”
“Hm, karena aku dan Arthit sudah berkawan sejak kecil. Dia selalu datang padaku setiap kali ada masalah. Jadi... aku tau apa yang terjadi pada hidupnya sejak dulu. Kalau mengingat saat-saat itu, mengingat saat Arthit beberapa kali masuk rumah sakit karena depresi dan melakukan percobaan bunuh diri... it’s so horrible.”
Wad dan Aim memandang Prem dengan sendu. Mereka berdua seperti ikut merasa simpati pada apa yang telah dilalui oleh Arthit.
Wad semakin mengeratkan cengkramannya pada lengan kanan Prem, dan menyandarkan kepalanya disana. “Kau benar-benar teman yang baik, Prem.” Ucap Wad. Prem tersenyum tipis sambil mencium kening kekasihnya itu.
Wad tau, mungkin kekasihnya ini terkadang sering kali terlihat tidak peduli pada sekitarnya. Namun jika sudah menyangkut soal sahabat-sahabatnya, Prem adalah satu-satunya yang paling peduli. Wad selalu senang dan salut akan rasa kesetiakawanan yang selalu ditunjukkan oleh kekasihnya ini. Baginya, itu menjadi seperti sebuah nilai plus tersendiri untuk Prem, yang selama ini selalu bersikap bodoh, kekanakan, dan acuh tak acuh pada sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA MATAHARI DATANG
Fanfiction"Arthit?" Arthit menghentikan langkahnya, lalu berbalik badan, "Darimana kau tau namaku?" Tanya Arthit heran. Kongpob berjalan mendekatinya. Arthit yang sedikit risih akan tatapan pria aneh itu padanya, perlahan melangkah beberapa langkah ke belak...