DECISION (part 1)

2.2K 195 13
                                    

Hallo readers... ini udah chapter terakhir yah... tapi chapter terakhir ini saya bagi menjadi 2 part, karena panjang banget. hehehe... Oke, langsung yah, Enjoy reading...

*

*

*


"Masuklah ke dalam, dan beristirahatlah." Kata Bright ketika dia dan Kongpob sampai di depan kamar apartemen Kongpob. Kongpob masih terdiam. Menunduk menatap lantai. Dia merasa perjuangannya sudah berakhir kali ini. "Jangan memasang wajah sedih begitu. Aku kan sudah mengatakannya padamu, aku punya ide bagus."

Benar. Kongpob hampir melupakan itu.

Kongpob kemudian mengangkat wajah pucatnya dan memandang Bright yang tersenyum seram.

"Nanti malam datanglah ke rumah jam 8 malam. Tidak lebih dan tidak kurang. Jangan sampai terlambat, atau kau akan menyesalinya. Ini adalah kesempatan terakhir kalian, Kongpob. Aku harap kau tak akan menyia-nyiakannya."

"Aku masih tidak mengerti maksudmu P'Bright..."

Bright berdecih kesal, "Kenapa kau cerewet sekali sih? Sudahlah, turuti saja kata-kataku kalau kau ingin bertemu dengan Arthit. Nanti malam jam 8. Jangan terlambat. Dan akan lebih baik kalau sekarang kau mengisi perutmu dengan makanan untuk memberimu tenaga. Karena kau akan melakukan perjalanan jauh." Bright menyeringai, melihat tampang Kongpob yang semakin kebingungan. "Aku pergi ya. Ingat! Makanlah sekarang juga!!"

Bright kemudian melangkah pergi meninggalkan Kongpob yang masih berdiri di depan pintu kamarnya karena kebingungan. Namun, kemudian, terselip senyum kecil di wajahnya. Walaupun dia tidak mengerti apa yang Bright rencanakan, setidaknya dia tau kalau Bright adalah orang yang selalu bisa dia percayai.

--00--

"Bagaimana perkembangannya?" Tanya Wad pada Prem siang itu, saat mereka sedang makan siang berdua di Kantin Kampusnya. Prem memandang Wad, merasa tidak mengerti mengenai apa yang di bicarakan kekasihnya itu.

"Kongpob dan Arthit..." Kata Wad menjelaskan.

"Oohh.." Prem bergumam. "Aku masih belum mendapatkan kabar apapun dari mereka. Tadi pagi, aku menelepon Kongpob, dan dia bilang dia sudah baik-baik saja dan memintaku untuk tidak khawatir. sedangkan Arthit, masih belum ada kabar lebih lanjut."

Wad menghela nafas. "Apa Arthit masih belum mau makan juga ya?"

Prem menggelengkan kepalanya, "I don't know, honey."

Wad mengalihkan pandangannya ke depan. Dia tidak berhenti menghela nafasnya, dengan raut wajahnya yang terlihat sangat khawatir.

Prem tersenyum kecil, "Hey, apa kau tidak keterlaluan?" Tanya Prem. Wad kembali memandangnya dengan tatapan heran.

"Keterlaluan apanya?"

Prem pura-pura memasang wajah kesal untuk menggoda kekasihnya itu. "Akhir-akhir ini, semua hal yang kau bicarakan itu menyangkut Arthit dan Kongpob. Kenapa kelihatannya kau lebih mempedulikan mereka dibandingkan aku?" Prem mempoutkan bibirnya.

"Ohooo... ayolah. Apa kau harus bersikap kekanak-kanakan di saat-saat genting seperti ini, Prem? Kau kan tau, aku hanya mengkhawatirkan mereka itu saja. Tapi itu bukan berarti aku tidak peduli padamu."

"Tetap saja. Kau lebih sering menanyakan kabar mereka dibandingkan menanyakan kabarku."

"Untuk apa aku menanyakan kabarmu? Lagipula kita juga tinggal bersama. Setiap pagi, setiap aku bangun tidur, yang ku lihat adalah wajahmu. Pada malam hari, saat aku mau tidur, yang ku lihat juga wajahmu. Jadi apa gunanya aku menanyakan kabamu, jika aku sendiri tau kalau  kau seratus persen baik-baik saja?" Wad menggugat.

KETIKA MATAHARI DATANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang