Bonus Chapter : Balada Kekasih Impian dan Panci Pusaka

2.4K 215 11
                                    

Halo guys... cuma mau ngasih tau, kalo untuk chapter selanjutnya dari cerita ini sedang dalam perombakan besar-besaran, karena menurut saya alurnya kecepetan. jadi akan sedikit membutuhkan waktu untuk saya mengedit dan menulis ulang ceritanya. nah, karena itu, sembari menunggu kelanjutan ceritanya, ini saya kasih bonus chapternya. 

Sebenernya chapter ini masih nyambung sama cerita sih, cuma ya peristiwa-peristiwa di dalamnya gak penting-penting amat. Hanya sebagai pemanis, dan selingan sembari chapter selanjutnya saya edit. Dan bonus chapter ini, idenya muncul begitu saja di otak saya ,yang langsung saya tuangkan dalam tulisan. 

Adegan akhir di Bonus chapter ini terinspirasi dari bukunya Raditya Dika. jadi kalo kalian yang udah pernah baca salah satu bukunya RD dan mikir "kok kejadiannya sama ya?" Jawabannya adalah, saya memang mengambil peristiwanya dari sana. Oke, enjoy reading!

*

*

*

"Sepertinya P'Bright masih belum pulang," Ujar Arthit sembari mengambil kunci rumahnya yang diletakkan di dalam pot kosong. "Dia pasti akan pulang tengah malam lagi."

"Au, jadi... kau akan sendirian malam ini, Oon?"

"Sepertinya begitu. Euh, Kongpob, kalau begitu... sampai jumpa besok ya." Arthit melambaikan tangannya.

"Tunggu, Oon," Kongpob menahan Arthit. "Aku... akan menemanimu."

Arthit mendelik. "M-Menemani?"

"Aku tak kan tega membiarkan kekasihku sendirian di rumah." Kata Kongpob merayu. Arthit tertawa pelan.

"Hey, pria bodoh, aku ini bukan wanita. Aku bisa menjaga diriku sendiri."

Kongpob menunjukkan wajah kecewanya, "Jadi... kau tak mau ku temani?"

"Oh C'mon, Kong, are you sulking, now?" Kongpob mempoutkan bibirnya, membuat Arthit akhirnya mau tidak mau berakhir dengan membuka pintu rumahnya lebar-lebar dan mempersilahkan lelaki itu masuk. Perbuatan Arthit itu tentu saja mendapat sambutan dari Kongpob, sebuah senyuman lebar dan kecupan kecil di bibir Arthit.

"Aku sangat mencintaimu, Oon." Ucap Kongpob, sembari langsung masuk ke rumah Arthit tanpa permisi. Arthit hanya tersenyum kecil dan geleng-geleng kepala menyaksikan tingkah laku Kongpob yang sekarang ini sudah jauh berbeda dari saat pertama kali mereka bertemu.

Mereka berdua akhirnya berjalan berdampingan menuju ke kamar Arthit di lantai atas. Tidak seperti malam-malam sebelumnya, kali ini perasaan Arthit lebih tenang ketika dia memasuki kamarnya bersama Kongpob. Seakan dia sepenuhnya telah mempasrahkan diri kepada kekasih barunya itu. Tidak ada lagi perasaan malu yang terlalu berlebihan dan juga tidak ada perasaan canggung. Dia menerima Kongpob selayaknya mereka sudah terbiasa tinggal bersama.

Kongpob duduk di tepi kasur Arthit, ketika Arthit masih mengutak-atik ponsel miliknya.

"P'Bright benar-benar keterlaluan! Kalau sedang melembur, tidak pernah sekalipun mengabari aku. Tidak menjawab teleponku, tidak menjawab pesanku! Menyebalkan sekali!" Arthit mengomel, sedangkan Kongpob hanya tersenyum mendengar semua sumpah serapah yang Arthit layangkan pada kakaknya.

"Mungkin dia sibuk, Oon. Jadi tidak sempat mengabarimu." Kongpob berkata bijak.

"Masa dia tidak punya waktu beberapa detik saja, untuk mengetik pesan?" Arthit masih mengomel. "Huuuhh! Kenapa malam ini panas sekali sih?" Kata Arthit lagi, sembari langsung membuka kaos hitamnya.

KETIKA MATAHARI DATANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang